SEMARANG - Tuntutan pidana lima tahun penjara dijatuhkan terhadap Ong Budiono, Ketua RT 2 RW 2 Karanganyu Semarang Barat, terdakwa pemerasan dan pengancaman oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Menurut JPU, berdasar pemeriksaan sidang, Ong terbukti bersalah sesuai dakwaan primair sebagaimana Pasal 368 KUHP. "Menyatakan Ong Budiono bersalah melakukan tindak pidana pemerasan sebagaimana diatur dan diancam pasal 368 KUHP dalam dakwaan primair. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara lima tahun dikurangi selama dalam tahanan," kata Akhyar Sugeng Widiarto, JPU pada Kejari Semarang membacakan tuntutannya pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kamis (8/6). Selama proses pemeriksaan persidangan tidak ditemukan alasan pembenar dan pemaaf pada Ong. Oleh karena kesalahannya, terdakwa Ong harus bertanggungjawab. Tuntutan dipertimbangkan hal memberatkan, Ong berbelit dalam persidangan. Sebagai ketua RT, Obg seharusnya memberikan teladan bagi warganya. "Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian korban Setiadi Hadinata Rp 2,1 juta dan menyebabkan omzet penjualan menurun. Bahkan sampai menutup tempat usahanya yang merugikan Rp 10 miliar," kata Akhyar yang mempertimbangkan hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum. Mendengar tuntutan itu, Ong Budiono menyatakan akan mengajukan pledoi atau pembelaan pada sidang Kamis (14/6) mendatang. Osward Feby Lawalanta pengacatanya menyatakan, sesuai fakta sidang, Ong tidak terbukti melakukan pidana. Menurutnya, tuntutan lima tahun jaksa, sangat fantastik. "Tidak masuk akal tuntutan jaksa. Ong bukan teroris, apalagi koruptor. Dia cuma melaksanakan tugasnya sebagai Ketua RT untuk mewujudkan kedamaian, " kata dia. Terpisah, menanggapi tuntutan itu, Setiadi Hadinata mengaku terkejut. Ia mengaku tidak bisa berbuat apa-apa dan menyerahkan ke proses hukum. “Saya tidak ikut lagi masalah itu, karena saya berusaha untuk melupakannya. Jika benar-benar terbukti salah, silahkan dihukum. Jika tidak terbukti silahkan dibebaskan," katanya. Ong didakwa memeras dan mengancam Setiadi Hadinata SH MM MKn, Direktur PT Synergy Niagatama Indonesia (SNI). Alasannya menagih iuran warga. Ong sempat ditahan penyidik Mabes Polri 10 hari. Kasus terjadi pada Agustus 2012-Februari 2013. Bermula Juli 2012 saat Setiadi membeli ruko di Jalan Anjasmoro Raya No 1-A/1-2 RT 1 RW 2 untuk kantornya. Pada 28 Agustus Ong selaku ketua RT datang menagih iuran. Awalnya Setiadi bersedia memberi iuran. Ia beberapa kali juga rapat warga dan meminta dibuatkan sejumlah surat keterangan. Belakangan ia menolak memberi iuran karena mengacu SPPT PBB, rukonya masuk wilayah RT 1. Ia lapor ke Polrestabes Semarang dan ditengah proses Setiadi mencabutnya. Belakangan Ong dan warga nenggugat Setiadi atas pemeriksaan itu. Tahu ia digugat, ia lapor ke Mabes Polri dan kasusnya diproses hingga ia disidang. Atas gugatan Ong dan 25 warga RT 2 RW 2 Karanganyu Semarang Barat melawan Setiadi ditolak Mahkamah Agung (MA). Putusan itu sama seperti putusan pengadilan tingkat pertama dan banding. Atas putusan itu, warga yang diwakili Ketua RT, Ong Budiono dan dua pengurus lain mengaku akan menempuh Peninjauan Kembali (PK).rdi DITUNTUT : Ong Budiono, Ketua RT di Karangayu Semarang Barat usai disidang atas dakwaan pemerasan dan pengancaman. Ong dituntut pidana lima tahun penjara. Foto : Sunardi.
Jadi PK Striptis, Gading Disidang. Kasus Prostitusi di Sunan Kuning
SEMARANG - Setelah Sri Wahyuni alias Memeh, pemilik karaoke Wisma Boxi di Sunan Kuning (SK) disidang, giliran Ghandinia Petra Anindika alias Gading seorang Pemandu Karaoke (PK) akan disidang. Gading dijerat perkara prostitusi karena menjadi penari telanjang di SK. Berkas perkaranya telah dilimpahkan ke pengadilan. "Rabu (7/6) kemarin dilimpahkan jaksa Kejari Semarang. Perkaranya kami terima dan catat nomor 434/Pid.B/2017/PN Smg atas klsifikasi perkara pornografi. Belim ditetapkan majelis dan jadwal sidangnya," kata Noerma Soejatiningsih, Panitera Muda Pidana pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang kepada wartawan, Kamis (8/6). Sri Suparni, Jaksa Penuntut Umum yang menangani, dalam berkas perkaranya menjelaskan, kasus terjadi 2 Maret 2017 malam. Di dalam Room 2 di Wisma Barbie 1 di Jalan Argorejo Gang 3 Rt.03 Rw.04 Kalibanteng Kulon, Semarang Barat, Gading menari telanjang. Gading ditangkap bersama sejumlah pegawai karaoke lain, Dimas Putra Prihardika, Lilik Sutrimo Sutrisno, Purwanto (dalam berkas perkara lain). "Berawal adanya informasi, di karaoke milik Sumiyati itu sering ada pertunjukan tarian telanjang atau striptis oleh PK, petugas lalu ke lokasi. Beberapa petugas, datang menyamar sebagai pengunjung," kata Sri Suparni. Di TKP, mereka ditawari Dimas dan Lilik (pegawai Barbie) PK striptis. Tawaran itu disetujui. Dimas dan Lilik lalu memanggil Gading di wisma Star Girl dan tiba di TKP. Sekitar satu jam bernyanyi bersama, usai diberi kode, tersangka Gading lalu melakukan stripties atau biasa disebut Hula-Hula. Sembari menemani petugas yang menyamar, dia minum miras, Gading beraksi. Gading menjadi penari Hula-Hula dengan upah Rp 400 ribu perjam dari tamu. Rp 50 ribu diberikan ke pegawai wisma Barbie. Dia menjadi PK sejak bulan Oktober 2016 dan mengaku menjadi penari telanjang Februari 2017. "Tersangka, pertama dijerat pasal 8 jo pasal 34 UURI No.44 tahun 2008 tentang Pornografi. Atau kedua, pasal 10 jo pasal 36 UURI No.44 tahun 2008 tentang pornografi," kata jaksa. Sementara, atas perkara prostitusi terhadap anak di bawah umur yang dipekerjakan sebagai PK dengan terdakwa Sri Wahyuni alias Memeh, pemilik karaoke Wisma Boxi masih proses sidang. Kasus prostitusi meyeret Memeh pada 2 Maret lalu di SK. Memeh membuka bisnis Karaoke, Wisma Boxi dan mempekerjakan operator, Dedy Mashuti alias Jum, merangkap kasir. Memeh juga menyediakan mess bagi operator dan PK. Memeh diketahui mempekerjakan PK dan diantaranya masih di bawah umur, yaitu saksi Dika Vidana alias Dika (17), Linda Rofiana (17). Sebagai PK, keduanya diberi upah Rp 40 ribu perjam mereka menemani tamu. Memeh sendiri mendapatkan keuntungan Rp 15 ribu usai dipotong Rp 5.000 untuk operator dari setiap transaksi tamu. Atau Rp 400 ribu dan Rp 12 juta tiap bulan untuk rata-ratanya. Memeh dijerat Pasal 76 I jo Pasal 88 UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.rdi
Opini WTP Bukan Jaminan Bebas Korupsi
SEMARANG - Mayoritas Pemerintah Daerah (Pemda) di Jateng memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Dari 36 Pemda, entitas yang diperiksa, pada 2017 ini, BPK memberikan opini atas LKPD TA 2016 ke 31 Pemda dengan opini WTP. Sedangkan empat Pemda mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Yaitu, Rembang Klaten, Kota Tegal dan Kebumen. Satu Pemda diketahui masih dalam proses penyelesaian laporan. Hal itu diungkapkan saat penyerahan dilakukan Kepala BPK Perwakilan Jateng, Hery Subowo disaksikan Anggota V BPK RI Ir Isma Yatun dan Tortama V Dr Bambang Pamungkas, Rabu (7/6) petang di kantor BPK Jateng. Acara penyerahan dihadiri Gubernur dan Ketua Jateng, 24 Bupati/Walikota dan Ketua DPRD penerima LHP. Kepala BPK Perwakilan Jateng, Hery Subowo mengatakan, selama kurun waktu tiga tahun terakhir terjadi peningkatan tata kelola keuangan daerah di Provinsi Jateng. Pada 2015 BPK memberikan opini WTP atas LKPd TA 2014 ke 12 entitas dan 24 entitas WDP. Tahun 2016 sebanyak 21 Pemda memperoleh opini WTP atas LKDP TA 2015 dan 15 Pemda memperoleh opini WDP. Anggota V BPK RI Ir Isma Yatun dalam sambutannya mengatakan, terdapat peningkatan signifikan perolehan opini WTP dan penurunan opini WDP. Sesuai ketentuan diwajibkan Pemda melaporkan LKPD nya. Secara keseluruhan dibanding TA 2015 pada TA 2016 mengalami peningkatan jumlah status WTP. "Atau 88, 57 persen. Ini prestasi lebih baik dibanding sebelumnya. Terdapat 28,57 persen dibanding TA 2015," kata Isma di hadapan tamu undangan yang hadir. Meski begitu, lanjutnya, dari keseluruhan adapula dua Pemda yang mengalami penurunan opini. BPK mengapresiasi Pemda yang tahu lalu mendapat opini WDP dan kini menjadi WTP. Mereka yaitu, Pemkot Semarang, Demak, Wonosobo, Magelang, Kota Magelang, Cilacap, Purbalingga, Kendal, Pemalang dan Kabupaten Tegal. "Sedangkan yang mempertahankan, Kabupaten Semarang, Pati, Kudus, Kepara, Sukoharjo, Winogiri, Temanggung, Banjarnegara, Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalonvan dan Banyumas," katanya. Terdapat beberapa hal yang harus diperbaiki dan menjadi perhatian bersama. Antara lain, pertama, permasalahan aset tetap yaitu belum seluruh tanah Pemda dimiliki; dikuasai dan bersertifikat. Serta penyerahan aset SMK/K, terminal dan aset lain sesuai UU 23/2015 belum lancar, belum diserahkan dan dicatatkan. Dua, masalah belanja. Diantaranya BOS, hibah dan bantuan keuangan belum atau terlambat dipertanggungjawabkan oleh penerima tanpa dikenai sanksi tegas. Masalah lain terjadi kekurangan volume fisik pekerjaan kontriksi dan ketidaksesuaian spesifikasi teknis dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Tiga, masalah pendapatan. Diantaranya pendapatan belum atau terlambat disetor ke kasda atau digunakan langsung untuk kepentingan operasional. Serta pendapatab dari pemanfaatan aset belum dikelola memadai sebagai keuntungan Pemda. Atas upaya Pemda telah dapat dipertanggugjawbkan secara akuntabel. "Opini merupakan pernyataan profesional terkait sajian laporang keuangan untuk mengungkap adanya fraud atau oenyimpangan," katanya. Atas penyimpangan atau kecurangan yng berdampak potensi tinbulnya kerugian negara, menurutnya penting diungkap dalam LHP. "LHP bukan jaminan tidak adanya fraud atau korupsi. Ini mengigat banyak kesalahpahaman tentang makna opini BPK," ujar dia. Kepada seluruh pejabat Pemda, BPK berharap semua Pemda segera menindaklanjuti temuan SPI. Wajib memberi jawaban ke BPK tenyang tindaklanjut atas rekomendasinya. "Jawaban atau penjelasan disampaikan selambatnya 60 hari usai LHO diterima. Jika tisak jelas, bisa bertanya ke BPK," pungkasnya. Sementara, Walikota Semarang, Hendrar Prihadi menanggapi pemingkatan status LHP nya dari WDP ke WTP mengaku, perolehan itu didasarkan ketentuan yang ada. "Semua ikuti sesuai ketentuan. Kami sajikan sesuai riil apa yang dilakukan. WTP bagian dari kerja keras Pemkot semarang," katanya kepasa wartawan. Terkait evaluasi catata BPK, Hendi mengakui masih terjadi kelemahan dalam pencatatan aset. "Kami lihat ada keteteran pencatatan aset. Itu yang diminta diperbaiki dilengkapi untuk tahun 2017," katanya.rdi
PTUN Semarang Batalkan 50 SHM Warga Kebonharjo
SEMARANG - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang mengabulkan gugatan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) melawan Kantor Pertanahan Semarang terkait pembatalan 50 sertifikat hak milik (SHM) warga Kebonharjo Kecamatan Semarang Utara. Dalam putusannya, majelis hakim diketuai Hery Wibawa mengabulkan gugatan penggugat. Menyatakan batal Keputusan Tata Usaha Negara berupa obyek sengketa. Menyikapi putusan itu, Budi Sekoriyanto selaku kuasa hukum warga menilai aneh. Menurutnya, putusan majelis janggal. "Hakim mengabulkan gugatan PT KAI terkait pembatalan SHM sebagian warga Kebonharjo. Kami terkejut dengan putusan itu," kata dia kepada wartawan, Rabu (7/6). Dikatakannya, dalam pertimbangan majelis , proses penerbitan SHM dinilai tidak sah. Pasalnya, penerbitan SHM yang diawali proses pelepasan hak dari PT KAI ke Pemkot Semarang tersebut kurang pihak. "Majelis menilai kurang pihak saat pelepasan aset PT KAI. Karena terjadi antara Diding Sukarya (Kadaop) dan Walikota Semarang, Sukawi Sutarip," terang Budi. Budi menilai, putusan itu sangatlah janggal. Pasalnya, dalam eksepsi dirinya menyatakan bahwa gugatan pembatalan penerbitan SHM itu telah kadaluwarsa. Menurutnya 50 SHM dari 3.360 SHM di Kebonharjo itu terbit sejak tahun 2001. Sesuai ketentuan, permohonan pembatalan SHM itu harusnya telah kadaluwarsa. "Namun hakim berpendapat bahwa fakta di persidangan PT KAI baru mengetahui adanya penerbitan SHM itu setelah putusan perkara 045 yang dilayangkan warga Kebonharjo atas penggusuran yang dilakukan Mei 2016 lalu," terangnya. Pendapat hakim tersebut menurut Budi bertentangan dengan fakta dan bukti. Sesuai bukti dan fakta sisang, PT KAI tahu proses pelepasan, peralihan hak dan penerbitan 50 SHM tersebut. Atas putusan itu, Budi mengaku langsung menyatakan banding. Dalam gugatannnya, PT KAI menuntut pembatalan sejumlah SHM dan mewajibkan kepada Tergugat Kepala Kantor Pertanahan Kota Semarang mencabut dan mencoretnya. Diketahui, atas rencana reaktifasi rel Semarang Tawang-Tanjung Emas, PT KAI menggusur sebagian pemukiman warga Kebonharjo. Dasar kepemilikan PT KAI adalah empat Sertifikat Hak Pakai (SHP) dan Grondkraart tahun 1962, bekas eigendom Verponding No 69 tahun 1864. Atas proyek itu, dari 3.360 SHM yang diterbitkan Kantor Pertanahan, KAI mempersoalkan, menggugat kepemilikan 56 SHM yang masuk jalur rel. Gugatan terbagi dua perkara, yaitu atas 50 SHM dan 6 SHM. PT KAI tidak berhak lagi atas SHM warga karena, telah terjadi pelepasan hak dari Kadaop IV Semarang, Diding Sukaryati kepada Walikota Semarang, Sukawi Sutatip tahun 2000. Sesuai Surat Departemen Keuangan RI tahun 2000 diterangkan, aset KAI yang dilepas itu merupakan aset negara yang dipisahkan dan dikelola KAI serta tidak lagi masuk aset Departemen Perhubungan. Bahwa atas pelepasan itu, pada Januari 2001, Kantor Pertanahan mengajukan pensertifikatan dan telah diterbitkan 3.360 SHM. Bahwa atas 3.360 SHM itu, hingga kini Kantor Pertanahan tetap mengakui keabsahannya. Terkait empat SHP yang menjadi dasar PT KAI, Kantor Pertanahan mengakui adanya. Namun berdasar pelepasan aset tahun 2000, PT KAI mendasarkan sebagai aset negara. PT KAI dinilai baru mengetahui dan mendasarkan adanya SHP saat penertiban aset-asetnya beberapa waktu lalu. Sementara dasar groundkaart sendiri tidak jelas.rdi
Mantan Guru SD Terpidana 12 Tahun, Dituntut 3,6 Tahun Bui * Kasus Penipuan Investasi Bodong Seragam Sekolah Kota Semarang
SEMARANG - Arista Kurniasari, mantan PNS, guru SDN Ngemplak Simongan, Semarang Barat, terdakwa perkara dugaan penipuan investasi, dituntut pidana penjara tiga tahum enam bulan penjara. Adiana Windawati, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang yang menuntut menyatakan, terpidana 12 tahun kasus penipuan itu terbukti melakukan penipuan. Bersalah sesuai pasal 378 KUHP. "Menuntut majelis hakim yang menangani perkara menjatuhkan pidana selama tiga tahun dan enam bulan," kata jaksa pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, kemarin. Tuntutan dipertimbangkan, hal memberatkan, terdakwa pernah dihukum, tidak menyesali perbuatannya, dan berbelit-belit. Hal meringankan, terdakwa memiliki tanggungan keluarga. Atas tuntutan itu, terdakwa dan pengacaranya akan mengajukan pembelaan atau pledoi. Penipuan terjadi antara Maret 2012 sampai Februati 2014. Kepada seorang koordinator, Dwi Hndayani, Arista mengaku memiliki CV Cahaya Mulia dan bergerak atas pengadaan batik, akat tulis kantor dan peralatan olahraga di lingkungan Dinas Pendidikan Semarang. Atas proyek itu, ia mengaku butuh modal. Dia meminta dicarikan investor yang mau menanamkan uangnya dan menjanjikan keuntungan besar. Meyakinkan korban, Arista menunjukkan sejumlah copi Surat Perjanjian Kerja (Kontrak Kerja) pekerjaan pengadaan ATK dan copy Surat Perjanjian Kerja (kontrak kerja) pekerjaan pengadaan batik untuk guru di lingkungan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) di Kota Semarang. Padahal Diknas Semarang dan KKKS tidak pernah mengadakan pekerjaan itu. Ratusan orang yang tertarik investasi itu bersedia menanamkan investasinya. Salah satunya, Aning Wida Priyantini yang menyerahkan modal Rp 100 juta. Penanaman modal dicatatkan dalam perjanjian di depan notaris. Sejak periode Februari 2012 berturut-turut hingga sampai Februari 2014, penyerahan modal yang dilakukan secara bertahap tersebut mencapai kurang lebih sebesar Rp 2,2 miliar. Atas investasi itu, korban Aning Wida Priyantini telah merasakan bagi hasil sebesar Rp 600 juta. Arista sebelumnya disidang atas kasus penipuan dan pencucian uang bersama suaminya Yohanes Onang Supitoyo Budi. Pada Desember 2015 lalu keduanya divonis 12 tahun di tingkat kasasi. Sebelumnya, di tingkat pertama dan banding, Arista dijatuhi pidana 12 tahun penjara. Sementara Yohanes dipidana 10 tahun.rdi
Edarkan Sabu 1,7 Ons, Ari Rusmanto Diganjar 12 Tahun
SEMARANG - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang menjatuhkan pidana penjara 12 tahun terhadap Ari Rusmanto. Ari dinyatakan terbukti mengedarkan narkotika jenis sabu-sabu seberat 1,7 ons atau sekitar 176,258 gram serta ekstasi. Selain pidana badan, terdakwa dipidana denda Rp 1 miliar subsidair dua bulan kurungan. Vonis majelis lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang meminta Ari dipidana 18 tahun dan denda Rp1 miliar subsuder dua bulan penjara. Atas putusan itu, terdakwa melalui penasihat hukumnya, Andi Dwi Octavian mengaku menerima. "Kami menerima putusan itu," kata Andi kepada wartawan mengungkapkan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (7/6). Dikatakan Andi, vonis dijatuhkan majelis hakim diketuai Suparno pada 30 Mei lalu. Dalam putusannya, warga Perum Puri Gedawang Indah, Gedawang, Banyumanik itu dinilai sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I yang beratnya melebihi 5 gram. Bersalah melanggar Pasal 114 ayat 2 Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika. "Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan pidana penjara 12 tahun, dan pidana denda sebesar Rp. 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama dua bulan," kata Suparno didampingi Bayu Isdiyatmoko dan Dewa Ketut Kartana selaku hakim anggota dalam amar putusannya. Majelis mengaku tidak nenemukan adanya alasan pembenar dan pemaaf pada terdakwa. Vonis dipertimbangkan hal memberatkan, kejahatan narkotika masuk ekstra ordinary crime. Hal meringankan, terdakwa sopan menyesali perbuatannya. Majelis menyatakan uang tunai Rp 1,8 juta hasil penjualan sabu dirampas untuk negara. Membebankan terdakwa membayar biaya perkara Rp 2.000. Ari ditangkap Selasa 7 Februari 2017dini hari lalu di pinggir jalan Perum Puri Gedawang Indah RT. 01 RW. 06 Gedawang Banyumanik Kota Semarang. Sebelumnya petugas memperoleh informasi jual beli sabu di Jl. Mpu Sendok Gedawang oleh terdakwa. Usai dicari, dan digeledah, ditemukan sebuah tas berisi enam paket berisi sabu-sabu, handphone dan uang hasil penjualan Rp 1,8 juta. Dari penggeledahan di rumahnya, ditemukan barang bukti beberapa bungkus plastik klip berisi sabu total 1,7 ons serta ratusan butir pil ekstasi. "Terdakwa mendapatkan sabu dan ekstasi dari Tony (DPO) pada Kamis 2 Februari 2017 di Jl. Pondok Kacang Cileduk Tangerang. Sebanyak dua ons dan ekstasi sebanyak 500 butir," kata Ahyar Sugeng ×, jaksa pada Kejari Semarang dalam dakwannya. Terdakwa Ari merupakan kurir yang diperintah Tony membuat paket, menaruhnya di tempat yang ditentukan. Ia juga menjual paket sabu sendiri. Keuntungan menjualkan sabu Rp 150 ribu per gram, sedangkan ekstasi Rp 20 ribu per butir.rdi
Timses dapat Ploating Jatah Proyek Bupati * Sidang Sekda Kebumen Terkait Suap Proyek
SEMARANG - Tim Sukses (Timses) Bupati Kebumen, M Yahya Fuad mengakui adanya ploating jatah proyek dari bupati atas sejumlah rencana pengadaan di Disdikpora Kebumen. Atas anggaran APBD Perubahan tahun 2016, mereka mendapat jatah proyek pengadaan Alat Peraga, TIK dan buku. Proyek-proyek itu, lantas dijual ke sejumlah pengusaha dengan sistem Ijon komitmen fee 20 persen. Sebesar 10 persen untuk Timses dan 10 persen untuk dewan di Komisi A. Hal itu terungkap pada sidang lanjutan pemeriksaan perkara dugaan suap dan gratifikasi dengan terdakwa Adi Pandoyo, Sekretaris Daerah (Sekda) Kebumen nonaktif di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (6/6). Tiga orang Timses diperiksa sebagai saksi, Kasran (pengacara), Arif Budiman (pengusaha genteng dan minimarket), serta Agus Hasan hidayat (dosen). Sidang juga memeriksa Hartoyo, Komisaris PT OSMA dan Qolbin Salim, stafnya. Saksi Arif Budiman mengakui, mengetahui ploating bagi Timses saat kumpul bersama. "Saya, Barli, Agus Hasan, Kasran. Rencananya ambil Alper. Tapi tidak punya barang. Tapi saya sudah komunikasi dengan Hartoyo (rekanan)," kata dia di hadapan majelis dipimpim Siyoto. Atas jatah proyek Alper yang dijual, Arif mengakui pernah menerima dari Sigit Widido (terpidana perkara terkait), Rp 60 juta. Uang diketahui pemberian dari Qolbin Salim atas perintah Hartoyo. Dari Rp 60 juta, Rp 10 juta diberikan ke Heri Kusworo, teman saksi Arif. Namun atas penyidikan KPK, Arif mengaku telah mengembalikan uang lewat KPK. Tidak hanya dirinya, Timses lain, Zaini Miftah disebutbya juga menerima jatah atas proyek TIK. "Dapat dari Hartoyo sekitar Rp 15 juta," katanya. Saksi Kasran mengaku, jatah proyek Timses dianggarkan dalam APBDP dengan backupan Komisi A. Bersama Dian Pertiwi Subekti, Kasran intens berkomunikasi. Atas ploating proyek, diakuinya, diperoleh dari bupati. "Itu ploatingan dijatah Yahya Fuad. Saya dapat jatah buku," kata dia. Saksi Hartoyo, terpidana dua tahun lebih mengakui, dikenalkan Sigit ke Timses terkait proyek di Disdikpora. Diakuinya, bersama Timses, saksi sepakat memberi komitmen fee 20 persen. "Sebesar 10 persen mereka dan 10 persen untuk dewan (Komisi A). Intinya saya produsen, beli proyek untuk jual alat peraga," kata Hartoyo. Pria asal Sragen itu mengakui kenal terdakwa Adi Pandoyo sebrlumnya dan sering mengerjakan proyek di Disdik. Namun sejak Kebumen dipimpin M Yahya Fuad, Hartoyo tidak dapat proyek. "Saya pernah bilang ke Sekda siapapun yang ditunjuk, tidak masalah. Yang penting beli barang ke saya. Awalnya ingin Alper. Tapi Zaini bilang dapat TIK. Arif Alper. Petruk Pokir (Alper dan buku). Saya sanggupi 20 pesen, dengan 10 persen awal dan 10 akhir," ujarnya. Atas proyek yang dibelinya, Hartoyo mengaku awalnya memberikan sejumlah ke ke Timses dan dewan lewat Sigit Widodo. "Awalnya beri Rp 40 juta ke Arif Budiman. Tapi Arif minta tambah karena mau menghadap Ramane atay bupati. Lalu diambilkan dari Rp 75 juta sebesar Rp 20 juta. Dari Rp 65 juta sisa Rp 75 juta, diminta dilengkapi lagi. Akhirnya saya tambah Rp 10 juta pribadi dan Rp 10 juta pinjam isteri, Siti Solekhah," jelasnya. Atas total Rp 75 yang dilengkapinya, Hartoyo menyuruh Qolbin menyerahkan ke Sigit. "Sigit lalu lapor. Uang akan diterima langsung Pak Yudi (Yudi Tri Hartanto, mantan Komisi A)," jelasnya. Terungkap dalam sidang, jika Hartoyo beberapa kali memberikan fasilitas ke Sekda saat di Jakarta. "Kalau hotel jarang. Saya sering dipinjami mobil, sopir dan bensin. Tidak saya hitung karena kenal Sekda sudah lama sejak jadi Kasubag Protokeler," katanya. Hartoyo mengaku pernah diminta membelikan mobil Avanza pada 2016 awal. Pemilik showroom Otoda sukes mobilindo di Bekasi itu diberi uang Rp 140 juta. "Padahal harga Rp 65 juta. Beri awalnya Rp 100 juta lalu ditambah Rp 40 juta," katanya. Sekda didakwa menerima suap total Rp 3,750 miliar. Penerimaan itu dilakukan bersama Bupati Kebumen, Muhamad Yahya Fuad. Suap diduga berasal daru pengelolaan uang fee proyek bersumber APBN,APBD dan Bantuan Provinsi. Realisasi kesepakatan itu Februari 2016, bupati M Yahya Fuad disebut menerima uang Rp 2.330.000.000 melalui Agus Marwanto, karyawan PT Tradha Group miliknya. Sekda sendiri beberapa kali menerima uang pengumpulan fee. Maret dari Hojin lewat Teguh Kristanto Rp 250 juta, Juli dari Barli Rp 350 juta, Agustus dari Hojin Rp 450 juta. Suap diterima salah satunya dari Khayub Muhamad Lutfi, pengusaha sekaligus rival Pilkada M Yahya. Khayub yang diberi jatah proyek senilai Rp 36 miliar diwajibkan memberi fee 7 persen. Pada Agustus 2016, Sekda menerima dari Khayub Rp 1 miliar dan Rp 1,5 miliar. September ia kembali menerima Rp 150 juta. Uang diberikan Khayub, mantan dewan Kebumen itu di rumahnya. Atas perintah Sekda, Rp 130 juta diberikan ke Nita Yunita dan Rp 20 juta ke Teguh Kristiyanto. Pada Oktober Sekda kembali menerima dari politikus Partai Nasdem itu Rp 50 juta. Dari seluruh uang itu, atas perintah bupati M Yahya diberikan ke seseorang di Hotel Gumaya Semarang Rp 2 miliar. Diberikan ke Probo Indartono Rp 150 juta, Makrifun Rp 40 juta, Imam Satibi Rp 20 juta, dan digunakan operasional penanganan bencana Rp 110 juta.rdi