Gagal Mediasi, Bank Jateng Digugat Rp 22 Miliar

SEMARANG - Upaya mediasi yang dilakukan para pihak terkait sengketa hilangnya uang Satya Laksana, nasabah PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jateng sebesar Rp 6 miliar gagal. Tiga kali mediasi dibawah pengawasan hakim mediator Abdul Wahib tidak berhasil. Gugatan diajukan Satya melawan Bank Jateng dan Teguh Wahyu Pramono (mantan Kepala Kantor Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta, terpidana korupsi dan mendekam di LP Kedungpane).
"Mediasi gagal, dilanjutkan pemeriksa perkaranya. Gugatan akan dibacakan, Rabu (25/1) besok," kata Muhamad Dasuki, kuasa hukum Teguh kepada wartawan mengakui, Senin (23/1).
Upaya menuntut keadilan terus dilakukan, dengan menuntut pertanggungjawaban bank mengembalikan uang tabungannya yang hilang. Setelah kalah di tingjat kasasi Mahkamah Agung (MA) karena kurang pihak, ia kembali menggugat.
Warga Jalan Taman Muara Mas Semarang itu menuntut ganti rugi Rp 22 miliar. Perkaranya tercatat 407/Pdt.G/2016/PN Smg.
Dalam gugatannya, Satya meminta pengadilan menyatakan Teguh Wahyu yang memindah bukukan rekening tabungan miliknya tanpa ijin adalah perbuatan melawan hukum. Menyatakan Bank Jateng yang tidak mau mengganti kerugiannya adalah perbuatan melawan hukum.
"Menghukum para tergugat membayar ganti rugi secara tanggung renteng kepada penggugat sebesar Rp 22 miliar secara tunai dan seketika dalam waktu selambat-lambatnya tujuh hari setelah perkara ini berkekuatan hukum tetap," kata Satya dalam gugatannya.
Satya juga menuntut hakim menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 50 juta setiap harinya jika tergugat lalai dalam melaksanakan isi putusan. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada bantahan, banding atau kasasi.
Satya Laksana merupakan nasabah Bank Jateng Unit Usaha Syariah Surakarta dengan jenis tabungan Wadiah. Atas penempatan dananya, diberikan bunga 1 persen setiap bulannya oleh bank.
Pada Desember 2010 tabungan penggugat diketahui hilang sebesar Rp 6 miliar tanpa diketahui penyebabnya. Hasil printout diketahui adanya pengambilan dana tanpa sepengatahuannya secara over book dalam beberapa kali. Pada 6, 9, 16, 22 Desember 2010. Diketahui pembobolan rekening terjadi dilakukan pimpinan cabang BJ UMS Surakarta dengan cara membuat surat kuasa seolah dibuat dan ditantangani penggugat. Atas pembobolan itu, Satya telah menuntut pertanggungjawaban bank.
Pada 31 Mei 2011, Dirut Bank Jateng, Haryono dan Dirum Bambang Widiyantoo menjanjikan akan mengganti uang itu pada 6 Juni 2011, namun hal itu tak terealisasi sampai kini. Menurutnya, keduanya justeru menuduhnya berkomplot membobol bank.
Atas pembobolan itu, Satya mengaku dirugikan sebesar Rp 22 miliar. Rinciannya, kerugian materiil atas uang pokok Rp 6 miliar yang hilang, bunga 1 persen perbulan sejak Desember 2010 sampai November 2011 (12 bulan) Rp 720 juta. Keuntungan yang diperoleh jika dana dipakai usaha Rp 3 miliar. Biaya advokat Rp 400 juta atau total Rp 10,1 miliar. Serta kerugian immateriiil seperti perasaan malu, cemas, rusaknya kredibilitas di masyarakat.
Sebelumnya, PT Semarang memutuskan PN Semarang Semarang tidak berwenang mengadili perkaranya. Sebelumnya, PN Semarang memutuskan bahwa gugatannya kurang pihak. Upaya kasasi ditempuh.
Dalam putusannya, MA mengabulkan kasasi Satya Laksana. Membatalkan putusan PT Semarang nomor 330/Pdt/2012/PT.Smg tanggal 4 Januari 2013. Membatalkan putusan PN Semarang nomor 376/Pdt.G/2011/PN.Smg tanggal 7 Mei 2012.
Dalam konvensi. Dalam eksepsi, absolut, menolak eksepsi atau kompetensi absolut dari tergugat. Relatif, mengabulkan eksepsi atau kompetensi relatif khususnya gugatan kurang pihak. Dalam pokok perkara, menyatakan gugatan tidak dapat diterima. Dalam rekovenso, menyatakan gugatan tidak dapat diterima.
Menghukum pemohon kasasi atau penggugat membayar biaya perkara di semua tingkat peradilan sebesar Rp 500 ribu.
Putusan dijatuhkan Jumat (28/11/2014) oleh Djafni Djamal selaku ketua, Nurul Elmiyah dan Yakup Ginting sebagai anggota.
Sukarman, salah satu tim kuasa hukum Satya mengatakan, pihaknya berharap kasus ini segera tuntas. "Secara prinsip jika putusan MA mengabulkan semua tuntutannya, maka kita juga berharap Bank Jateng untuk menghormati proses hukum yaitu mengganti uang 6 milyar beserta kerugian materiil lainya," kata dia, sebelumnya.rdi

Perjuangan Panjang Satya Laksana Tuntut Keadilan
------------------------------------------
* Desember 2010 tabungan Satya hilang Rp 6 miliar
* Beberapa kali pada 6, 9, 16, 22 Desember 2010 tabungannya dibobol. Diketahui modusnya, pimpinan cabang Bank Jateng UMS Surakarta membuat surat kuasa fiktif
* Satya menuntut pertanggungjawaban bank.
Pada 31 Mei 2011, Dirut Bank Jateng, Haryono dan Dirum Bambang Widiyantoo menjanjikan akan mengganti uang itu pada 6 Juni 2011, namun tak terealisasi
* Satya dituduh berkomplot membobol bank
* Satya 2011 menggugat ke PN Semarang. Pada perkara nomor 376/Pdt.G/2011/PN.Smg tanggal 7 Mei 2012 dinyatakan tidak diterima karena kurang pihak
* Banding ditempuh Satya. PT Semarang pada perkara nomor 330/Pdt/2012/PT.Smg tanggal 4 Januari 2013 menyatakan PN Semarang tidak berwenang
* MA pada November 2014 mengabulkan eksepsi atau kompetensi relatif khususnya gugatan kurang pihak. Gugatan Satya tidak dapat diterima
* Senin, 17 Oktober 2016 Satya kembali menggugat ke PN Semarang. Perkaranya tercatat 407/Pdt.G/2016/PN Smg
* Bank Jateng dan Teguh Wahyu Pramono digugat dan dituntut tanggung renteng membayar Rp 22 miliar
--------------------------------
Sumber : Keterangan yang dihimpun.rdi

Proyek GLA Karanganyar Digugat. Hakim Menangkan Perumnas V Cabang Semarang

SEMARANG - Sengketa gugatan proyek perumahan Griya Lawu Asri (GLA) Kabupaten Karangnyar tahun 2006-2008 telah diputus. Gugatan atas kompensasi pembayaran proyek Gerakan Nasional Perumahan Pembangunan Sejuta Rumah (GNPSR) senilai Rp 35 miliar yang diajukan Koperasi Serba Usaha Karanganyar Bersatu (KSUKB) itu ditolak. Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang memeriksa dan mengadili menyatakan tidak menerima gugatan terhadap Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) Regional V selaku pemilik proyek itu. Sebagaimana diketahui, kasus GLA menyeret sejumlah pihak, diantaranya mantan Kepala Perumnas V Sunardi, mantan Bupati Karanganyar Rina Iriani.
Putusan telah dijatuhkan 5 Januari lalu.
"Perkaranya sudah diputus majelis awal Januari lalu,"kata Panitera Muda Perdata pada PN Semarang, Meilyna Dwiyanti, kemarin.
Ketua majelis hakim Surya Yuli dalam putusannya mengabulkan eksepsi tergugat Perumnas.
"Mengabulkan eksepsi tergugat. Dalam pokok perkara. Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima.
Menghukum penggugat membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp 291 ribu," kata Surya Yuli didampingi Siyoto dan Bakri, hakim anggota.
Pemeriksaan gugatan dilakukan setelah upaya mediasi para pihak gagal. Di bawah pengawasan hakim mediator Ahmad Dimyati Rahmad Sulur, tiga kali mediasi tak berhasil.
Gugatan sebelumnya diajukan KSUKB diwakili kuasa hukumnya, Lestari Wirya. Dalam gugatannya, mereka meminta pengadilan menyatakan pemutusan Perjanjian Kerja Sama Usaha secara sepihak tanggal 7 November 2009 yang dilakukan Tergugat pada Penggugat tidak sah. Menyatakan nilai ivestasi yang merupakan kewajiban Tergugat kepada Penggugat yang seharusnya diterima Penggugat adalah sebesar Rp. 4.710.654.711. Perumnas dinilai cidera janji kepada Penggugat.
KSUKB menuntut Perumnas membayar sebesar Rp 4.710 miliar. Serta  membayar bunga 6 persen atau sebesar Rp. 1. 917.499.028,052.
Tuntutan lain, menyatakan batal Perjanjian Kerja Sama Usaha tanggal 06 Desember 2006, Nomor Pihak Pertama: Reg.V/3483/12/2006, Nomor Pihak Kedua: 057/KB/XII/ 2006. Amandemen pertama Perjanjian Kerja Sama Usaha tanggal 06 Desember 2006, Nomor Pihak Pertama: Reg.V/0987/04/ 2007, Nomor Pihak Kedua: 069/KB/IV/2007 tanggal 05 April 2007.
"Serta membatalkan amandemen kedua Perjanjian Kerja Sama Usaha tanggal 06 Desember 2006, Nomor Pihak Pertama: Reg.V/1780/XII/2008, Nomor Pihak Kedua: 045/KB/XII/2008 tanggal 5 Desember 2008.
Dalam tuntutannya, KSUKB menuntut, pengadilan meletakan sita jaminan atas atas harta milik Tergugat berupa tanah beserta bangunan yang terdapat diatasnya, terletak di Jln. Wilis Nomor 23, Kota Semarang-Propinsi Jawa Tengah, serta barang bergerak dan tidak bergerak lainnya sebagai aset.
Kasus GLA menyeret Rina Iriani, mantan suaminya Toni Iwan Haryono, mantan GM Regional V Semarang Sunardi, ketua dan bendahara KSUKB Handoko Mulyono serta Fransiska Rianasari. Serta dua mantan anggota DPRD Karanganyar, Romdloni dan Bambang Hermawan. Semuanya telah dipidana sebagian telah bebas.
Vonis tertinggi dijatuhkan terhadap Rina, Bupati Karangnyar periode 2003-2013 dengan pidana 12 tahun penjara, dedan Rp 1 miliar serta membayar Uang Pengganti (UP) Rp 11,8 miliar di tingkat kasasi MA.rdi

Simpan Upal di Semarang, Supoyo Dituntut 2,5 Tahun Penjara

SEMARANG - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Semarang nenuntut pidana penjara selama 2,5 tahun penjara terhadap Supoyo, seorang pengesar uang palsu (Upal) di Semarang. Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Semarang, Anton Rudianto mengatakan, dari pemeriksaan sidang, terdakwa bersalah. Secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, menyimpan rupiah yang diketahuinya merupakan palsu.
"Melanggar Pasal 36 Ayat (2) UU No. 7 Tahun 2011 tentang mata uang sebagaimana dalam dakwaan kesatu penuntut umum. Menyimpan dan membelanjakan rupiah palsu sebagaimana Pasal 36 Ayat (3) UU yang sama," kata dia, kemarin mengungkapkan.
Selain pidana 2 tahun 6 bulan dikurangi masa penahanan yang telah dijalaninya, Supoyo juga dituntut agar dipidan denda. Rp 3 juta subsidair 3 bulan kurungan. Serta dibebani membayar biaya perkara Rp 5.000.
Tuntutan terhadap terdakwa dijatuhkan pada Rabu (18/1) lalu pada sidanc di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Atas tuntutan itu, terdakwa langsung mengajukan pembelaan lisan. Majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkaranya, selanjutkan akan memutuskan pada Rabu, 25 Januari nanti.
Dalam perkara itu, disita dari tangan Supoyo 65 lembar uang palsu pecahan Rp 100 ribu senilai Rp 6,5 juta. Uang itu diketahui akan diedarkan terdakwa.
Kasus upal sebelumnya berhasil diungkap di Semarang oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Jaringan pembuat dan pengedar uang palsu dibongkar dan berhasil  diamankan empat pelaku di Semarang pada Kamis (6/10) lalu.
Pengungkapan ini berawal dari hasil penyelidikan tentang adanya pengedaran uang palsu di Ungaran, Semarang, yang dikendalikan oleh seorang narapidana dari dalam Lapas Krobokan Bali.
Keempat pelaku ditangkap di lokasi berbeda di Semarang dan sekitarnya. Keempatnya memiliki peran yang berbeda mulai dari pembuat, kurir, penjual uang palsu hingga pengendali peredaran upal.
Polisi menyatakan, mereka mengedarkan upal di wilayah Jawa dan Bali sejak empat tahun yang lalu. Kempatnya diproses hukum dan disidang terpisah.rdi

Korupsi Dana Desa Rp 67 Juta, Kades Karangrejo Wonosobo akan Diadili

SEMARANG - Berkas perkara dugaan korupsi yang menyeret Kades Karangrejo, Untung Tukiyo (47), memasuki pengadilan. Untung yang telah ditahan sejak penyidikan Polres Wonosobo atas dugaan korupsi dana desa senilai Rp 67 juta segera disidang dan diadili. Yaitu atas penggunaan dana program pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Uang itu dikorupsi dan digunakan untuk pembuatan kandang dan bisnis ayam petelur.
"Perkaranya telah dilimpahkan Rabu (18/1) lalu dan kami catat dalam nomor perkara 5/Pid.Sus-TPK/2017/PN Smg," kata Heru Sungkowo, Panitera Muda Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tipikor Semarang kepada wartawan dikonfirmasi, kemarin.
Dalam berkas perkaranya, Untung Tukiyo akan disidangkan dengan penuntut umum M Aria Rosyid. Ia dijerat primair melanggaf Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang no 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU no 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Subsidair dijerat Pasal 3 juncto UU yang sama juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dan lebih subsidair dijerat Pasal 8 juncto Pasal 18 UU yang sama juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP," kata Heru.
Kasus dugaan korupsi terjadi  pada 2015, saat Desa Karangrejo Kecamatan Selomerto mendapat alokasi Dana Transfer Desa dari Pemkab Wonosobo sebesar Rp 633.181 juta. Dari jumlah tersebut, terdapat alokasi sebesar Rp 50.000.000 untuk Penyertaan Modal BUMDes dan Rp 17.000.000 untuk Fasilitas Kegiatan Pemuda dan Olahraga. Namun realisasinya, anggaran tersebut tidak digunakan untuk kegiatan dimaksud, namun malah dipakai untuk kepentingan pribadi Kades.
Untung ditetapkan sebagai tersangka, pada 21 Mei 2016. Selain bukti transfer, polisi juga menyita beberapa kuitansi dan buku rekening bank atas nama Desa Karangrejo. Polisi juga menyita uang tunai Rp 53 juta.rdi

Terdakwa Semarang Meninggal, Pengadilan Gugurkan Perkara

SEMARANG - Pengadilan Negeri (PN) Semarang mengembalikan seluruh barang bukti perkara Muhammad Reza Firmansyah alias Bob (30), ke kejaksaan. Hal itu setelah terdakwa perkara narkoba jenis ganja kering seberat 2 kilogram itu meninggal dunia. Pengadilan menyatakan, perkara Reza gugur.
Putusan itu dijatuhkan Senin (16/1) lalu bersamaan dengan hari tewasnya Reza. "Menyatakan perkara pidana nomor 792/Pid.Sus/2016/PN.Smg. atas nama terdakwa Muhamad Reza Firmansyah Spd bin Edy Purnomo gugur," kata Panitera Muda Pidana Umum PN Semarang, Noerma Soejatiningsih RR kepada wartawan mengungkapkan, kemarin.
Hakim memerintahkan batang bukti sebuab kotak jam tangan berisi satu paket ganja kecil, sebuah bungkus rokok berisi 11 linting ganja. Sebuah bungkusan kertas putih berisi ganja, tas punggung berisi sembilan paket ganja, tiga paket ganja dan satu paket ganja 1 kg, handphone dan kartu ATM dikembalikan kepada penuntut umum .
"Terdakwa meninggal dunia pada tanggal 16 Januari 2017 berdasarkan surat keterangan kematian dokter RSU Daerah Tugurejo Semarang tanggal 16 Januari 2017 oleh dr. Anita Kes.TMS," imbuhnya.
Sebelumnya, pada 15 Desember lalu, penuntut umum Kejari Semarang menyatakan Reza bersalah tanpa hak atau melawan hukum mengedarkan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman beratnya melebihi satu kilogram atau melebihi lima batang pohon. Perbuatannya sebagaimana diatur pasal 114 ayat (2) Undang-undang RI No. 35 tahun 2009 tentang narkotika sebagaimana dakwaan pertama.
"Menuntut terdakwa agar dipidana penjara selama 10 tahun. Denda Rp 1 mikiar subsidair 4 bulan penjara," kata penuntut umum dalam tuntutannya.
Reza, tahanan bertato peti mati itu, 16 Januari lalu meninggal dunia di Lembaga Pemasyarakatan Klas IA Semarang atau Lapas Kedungpane. Ia meninggal karena sakit tuberkulosis (TBC) yang dideritanya.
Sekitar pukul 02.00 WIB usai dirawat di RSUD Tugurejo, Semarang, Reza yang disebut dalam kondisi sakit saat masuk tahanan itu meninggal. Reza, warga Brebes itu ditangkap sebelumnya Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Semarang akhir Juni 2016 di tempat kosnya di Sekaran, Gunungpati.
Sarjana seni musik itu kedapatan menyimpan ganja seberat 2 kg yang diperoleh melalui pengiriman jasa ekspedisi. Reza mengedarkan ganja untuk mencari keuntungan, ia pun pernah terlibat kasus serupa.rdi

Penyelundup Sabu 158 Gram Divonis 8 Bulan

SEMARANG - John Sri Satrio Hantoro (22), terdakwa perkara penyelundupan sabu-sabu seberat 158 gram divonis pidana 8 bulan penjara. Warga Banyumanik itu dinyatakan terbukti bersalah menerima dan menyelundupkan sabu untuk seorang napi.
Ketua majelis hakim Pengadilan Negeri (PN)  Semarang Pudjo Hunggul menyatakan, Satrio bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam pasal 131 Undang-Undang Nomor 35/ 2009 tentang Narkotika.
"Terdakwa Satrio sudah divonis hakim selama delapan bulan penjara," jelas jaksa dari Kejati Jateng Danang Suro Kusumo, Jumat (20/1).
Vonis hakim itu lebih rendah empat bulan dibandingkan tuntutan Danang selaku Jaksa Penuntut Umum, yakni pidana satu tahun. Satrio ini merupakan pengambil paket sepatu wanita dari Bangkok, Thailand melalui Kantor Pos Semarang. Namun, ternyata didalam sepatu itu terdapat 158,33 gram.
Sebagaimana dakwaan, paket sepatu masuk Indonesia, Rabu Oktober 2016 sekitar jam 13.00 melalui jalur udara. Barang diselipkan dalam sol sepatu yang terbungkus kardus bercampur tas, pakaian, dan baju.
Kasus terungkap ketika kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Emas memeriksa paket berupa kardus dengan alat pemindai, X Ray. Hasil pemeriksaan, diketahui ada temuan mencurigakan.
Petugas Bea Cukai dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jateng lalu menyelidiki. Terdakwa ditangkap saat mengambil paket itu di Kantor Pos Erlangga di Jl Imam Bardjo, Pleburan, Semarang Tengah, Kamis, 13 Oktober 2016 sekitar jam 13.00.
Satrio mengambil paket itu atas permintaan kakaknya, Ari Aji Soka Bawono, terdakwa lain dalam berkas terpisah. Ari Aji merupakan kakak kandung Satrio. Ia merupakan narapidana kasus narkotika yang telah divonis 10 tahun dan kini menghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Klaten.
Atas vonis tersebut, terdakwa Satrio didampingi kuasa hukumnya, Murseto menyatakan, menerimanya. Begitu juga dengan jaksa Danang yang menerima putusan hakim. "Kami menerima juga,"kata Danang mengakui.rdi

Kasus Suap bupati Klaten: Ada kaitan dinasti politik dan korupsi?

Operasi tangkap tangan KPK terhadap Bupati Klaten Sri Hartini serta tujuh orang lainnya, menurut pengamat, membuktikan kaitan erat dan signifikan antara dinasti politik dan korupsi, namun hal ini dibantah oleh Gubernur Jawa Tengah dan kader PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo.Bupati Klaten Sri Hartini yang juga adalah kader PDI Perjuangan dituduh menerima suap terkait promosi jabatan dalam pengisian susunan organisasi dan tata kerja organisasi perangkat daerah seperti diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.Dari rumah dinas Sri Hartini, KPK mengamankan uang sekitar Rp2 miliar dan pecahan mata uang asing US$5.700 dan SGD2.035, selain juga catatan penerimaan uang.KPK juga mengamankan Suramlan alias SUL, Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten, yang diduga berperan sebagai pemberi suap.Mendiang suami Sri Hartini, Haryanto Wibowo, pernah menjabat bupati Klaten pada periode 2000-2005, dan Sri Hartini sebelumnya pernah menjabat sebagai wakil bupati Klaten, serta pernah menjadi ketua DPC PDIP Klaten periode 2006-2010 dan bendahara DPD PDIP Jawa Tengah periode 2010-2015.Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai bahwa dinasti politik di Indonesia adalah salah satu upaya untuk melanggengkan kekuasaan."Dinasti politik di Indonesia dan kaitannya dengan korupsi, agak signifikan, kalau tidak bisa dikatakan relatif signifikan, kaitannya dengan korupsi. Karena memang karakter dinasti politik di Indonesia, dia hadir dengan mengabaikan integritas, kompetensi, dan kapasitas, ketika mereka dinominasikan untuk merebut suatu kekuasaan atau sebuah posisi publik," kata Titi.Alhasil, mereka yang diajukan sebagai calon kepala daerah dari dinasti politik, menurut Titi, tak melalui proses kaderisasi, rekrutmen yang demokratis, atau proses penempaan aktivitas politik yang terencana, sehingga kandidat yang muncul pun sekadar 'untuk memperkokoh kekuasaan'.Bergantian menjabatMendiang suami Sri Hartini, Haryanto Wibowo, pernah menjabat bupati Klaten pada periode 2000-2005. Pada dua periode perikutnya, yaitu 2005-2010 dan 2010-2015, Sunarna yang menjabat bupati dengan Sri Hartini sebagai wakilnya.Kemudian setelah Sunarna selesai menjabat dua periode dan tak bisa maju lagi, 'giliran' Sri Hartini yang naik sebagai bupati dan posisi wakil bupati diisi oleh istri Sunarna, Sri Mulyani. Pasangan Sri Hartini-Sri Mulyani rencananya akan menjabat sebagai pasangan bupati dan wakil bupati dari 2016-2021 nanti.Ketika kompetensi Sri Hartini sebagai bupati ditanyakan kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dia menjawab, "Dia menang kok. Di Indonesia pasangan (kepala daerah-wakil kepala daerah) perempuan-perempuan sangat sedikit, dan dia menang. "Artinya apa? Dengan segala catatan yang dimiliki oleh publik, dia menang. Orang boleh suka, boleh tidak suka, boleh analisis macam-macam, dia menang. Jadi kalau dia menang, artinya dia terbaik atau tidak? Sebenarnya itu saja yang ingin kita sampaikan," jelas Ganjar.Ganjar, yang juga berasal dari partai yang sama dengan Sri Hartini, membantah bahwa dalam kasus bupati Klaten, dinasti politik pasti akan terkait dengan korupsi."Orang mau korupsi itu, menurut saya, tidak ada urusan sama itu keluarga, bahwa ada kecenderungan-kecenderungan, potensi-potensi, sangat mungkin semuanya terjadi. Adakah analisis yang sekarang bisa kita munculkan, apakah yang setelah suaminya, istrinya (menjabat) itu, kita berani menganalisis dia akan korupsi, atau dia tidak tidak akan korupsi? Fifty-fifty," kata Ganjar.Tetapi, menurut Titi, sering terpilihnya kandidat dari keluarga petahana tak bisa sepenuhnya 'disalahkan' pada pemilih.Alasannya, pemilih sekadar menerima calon yang disodorkan oleh partai politik. "Tidak ada kuasa si pemilih untuk mengintervensi proses pencalonan yang ada di partai politik".Selain itu, menurut Titi, calon yang menjadi kompetitor bagi anggota dinasti politik tersebut juga tidak lebih baik."Cenderung partai-partai menurunkan calon untuk melawan dinasti politik, lewat proses pencalonan instan dan tidak mengakar, sementara calon dari dinasti politik sudah sangat solid, sudah sangat mengakar, dan sudah mempersiapkan untuk melanggengkan kekuasaan sejak lama," ujar Titi."Di Klaten itu kan istrinya ya (yang menjadi bupati), yang selalu terlibat, berinteraksi dengan aktivitas-aktivitas suaminya, berelasi dengan PNS, di ruang-ruang publik, ini kemudian mereka memiliki keunggulan dari sisi popularitas, modal sosial, dan akses kekuasaan. Apalagi partai politik memang dikuasai juga oleh dinasti politik," tambah Titi.Sedangkan calon perseorangan juga tak bisa jadi alternatif bagi para pemilih, karena beratnya syarat untuk maju menjadi calon independen.Titi menyayangkan langkah Mahkamah Konstitusi yang pada 2015 lalu membatalkan aturan terkait kerabat petahana dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang awalnya bertujuan membatasi dinasti politik.Dalam pasal 7 huruf R UU itu, seseorang yang mempunyai hubungan darah atau ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu, tidak boleh maju menjadi calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota kecuali telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan.Namun, menurutnya, ada aturan lain yang bisa digunakan untuk membatasi 'mengguritanya dinasti politik', yaitu lewat mempermudah syarat bagi calon independen untuk maju atau dengan melibatkan anggota partai untuk terlibat dalam pemilihan internal terhadap calon kepala daerah, sedangkan sementara ini penentuan kandidat calon kepala daerah dari suatu partai politik seringnya hanya melibatkan elite.PDI Perjuangan sudah memecat Sri Hartini dari kader partai sebagai sanksi setelah tertangkap tangan oleh KPK.Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, tindakan Sri Hartini tersebut sangat tidak pantas dan PDI-P juga meminta maaf atas dugaan penyalahgunaan kekuasaan oleh Hartini.Lelang jabatanSementara itu, terkait penangkapan tangan Bupati Klaten Sri Hartini, juru bicara KPK Febri Diansyah meminta agar Kementerian Dalam Negeri mencermati proses pengisian jabatan bagi pejabat di tingkat daerah.Pasalnya, ini adalah untuk pertama kalinya suap terkait penempatan jabatan oleh kepala daerah yang terungkap dan ditangani oleh KPK."Dan ternyata nilainya cukup signifikan," kata Febri.Selama ini, menurut Febri, tindak korupsi yang banyak dilakukan oleh kepala daerah biasanya terkait dengan pengesahan APBD."Apakah misalnya nanti dibutuhkan sebuah aturan agar dalam pengisian jabatan tersebut harus ada proses yang transparan, akuntabel. Jadi lelang jabatan yang dilakukan itu dalam konsep kompetensinya diukur, indikatornya jelas, dan bahkan melibatkan pihak yang independen. Nah sekarang dalam kasus ini, indikasi yang kita dapatkan tidak demikian, dan aturannya tidak terlihat belum cukup jelas untuk bisa diterapkan lebih lanjut," kata Febri.Menurut Febri, jika pejabat yang dilantik sebelumnya sudah membayar uang, maka akan sangat kecil kemungkinan pejabat tersebut akan betul-betuk melayani masyarakat. "Dan justru relasi korupsi akan lebih solid di daerah tersebut," tambahnya.KPK, menurut Febri, juga sudah mendapat informasi adanya sejumlah pemberian uang suap dalam rentang waktu penyelidikan mereka, sehingga mereka akan mendalami lebih lanjut indikasi dugaan suap yang diberikan oleh pejabat-pejabat lain di Kabupaten Klaten kepada bupati.Selain itu, KPK juga mengkhawatirkan bahwa modus ini tidak hanya terjadi di Klaten, karena Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah dan pengisian susunan organisasi dan tata kerja organisasi perangkat daerah berlaku secara nasional."Kami imbau ke masyarakat untuk melapor ke KPK atau tim saber pungli kalau ada indikasi-indikasi jual beli jabatan," katanya.Menanggapi ini, juru bicara Kementerian Dalam Negeri Doddy Riatmaji mengatakan bahwa proses lelang jabatan 'pasti' sudah terjadi 'karena sudah undang-undangnya'."Artinya, pada saat untuk pengisian jabatan untuk eselon 1 dan 2 itu kan sudah memang harus dilakukan open bidding, lelang jabatan itu menjadi kewajiban baik bagi kepala daerah sebagai pembina kepegawaian daerah maupun kepala SKPD atau kepala lembaga-lembaga di pemerintah," katanya.
Sumber : bbc.com