Terlibat Aksi Pecah Kaca, Abek dan Eman Disidang

SEMARANG - Aksi tindak pecah kaca mobil melibatkan Muhamad Rosidi alias Abek dan Rico Abdul Rahman alias Eman. Bersama Nopi Saleh Indra Praja (berkas terpisah) dan Ucok (belum tertangkap), mereka ditangkap, ditahan dan disidang. "Perkaranya sudah dilimpahkan dan terdaftar nomor 404/Pid.B/2017/PN Smg," kata Panitera Muda Pidana pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Noerma Soejatiningsih mengaku segera menetapka majelis hakim dan jadwal sidangnya, kemarin. Sementara, Darwin Situmeang, Jaksa Penuntut Umum Kejari Semarang dalam berkasnya menyebut, aksi pecah kacah dilakukan, menggunakan pecahan kaca busi. Kasus terjadi Sabtu 4 Maret 2017 di halaman Bank Tabungan Negara (BTN) Jl. Prof Soedarto Tembalang. Awalnya keempat prlaku yang menginap di Hotel Arowana Kab.Batang sepakat mengambil barang di mobil. "Modusnya memecah kaca menggunakan pecahan busi," kata Darwin. Abek bertugas sebagai eksekutor, memecah kaca dan mengambil barang. Eman sebagai pengendara atau joki. Nopi Saleh dan Ucok berperan joki dan pengawas lapangan. Eman mengendarai motor Jupiter B 3092 TSU menboncengkan Abek. Sedangkan Nopi naik Xeon AB 5474 TI memboncengkan Ucok. Bersama-sama mereka pergi Semarang. Tib di TKP, mereka melihat Innova H 715 TQ milik saksi Anang Muhamad Legowo diparkir. Menghampiri mobil, Abek lalu mengeluarkan pecahan busi dan memasukkan ke dalam mulut agar pecahan busi basah. Setelah basah, pecahan busi dikeluarkan, digenggam dan dilemparkan ke kaca mobil. Usai retak-retak dan pecah, Abek mendorong dan masuk mengambil dua tas di dalamnya lalu pergi ke arah Ungaran. Akibat kejadian itu, korban menderita kerugian sekitar Rp 11 juta. "Dijerat Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan 5 KUHP. Atau kedua dijerat Pasal 480 ke-1KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata jaksa.rdi

Ahli Perbankan Sebut Terjadi Konflik Norma Perdata dan Pidana

SEMARANG - Prof Sulistyowati Irianto, Guru Besar Hukum Perbankan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta menilai terjadi konflik norma dan ketentuan antara hukum perdata dengan pidana. Khususnya terkait penerapan penyelesaian perkara kredit macet perbankan BUMN. Beda arti juga terjadi atas sifat kekayaan bank BUMN, yaitu sebagai uang negara atau tidak. Hal itu diungkapkan Prof Sulistyowati saat dimintai pendapat keahliannya pada sidang dugaan korupsi penyimpangan kredit pada BRI dan Bank Mandiri di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (24/5). "UU Tipikor menyebut kekayaan BUMN sebagai keuangan negara. Tapi jika dikaitkan UU Perseroan Terbatas dan UU BUMN, keduanya menyebut bukan. Kami menyebut ini konflik norma. Antara aturan hukum publik dan perdata," kata dia. Dijelaskannya, bank sebagai intern kredit harus hati hati memproses pengajuan kredit. Menerapkan prinsip 5 C, agar kredit benar sesuai tujuan UU Perbankan. "Caracter atau latar belakang kreditur. Capital, modal cukup. Capacity, kemampuan mengelola usaha dan membayar. Colateral, sebagai jaminan pelunasan. Condition of ekonomi, kondisi saat kredit," kata dia. Menurutnya, fungsi bank hanya memfasilitasi tanpa terlibat penyipan dokumen persyaratan. "Namun jika sifatnya memperlancar proses, bisa," ujar Prof Sulistyowati Irianto menjawab pertanyaan majelis hakim dipimpin Antonius Widijantono. Keputusan persetujuan kredit, bersifat berjenjang. Atas analisis kredit, bank menilai, berwenang dan bertanggungjawab menyetujui serta mencairkan kredit. Prof Sulis menyebut, 60 persen lebih modal bank BUMN berasal dari pihak ketiga, bukan negara. Sesuai UU PT dan UU BUMN, kata dia mengutip, BUMN merupakan badan usaha yang sebagian besar atau seluruhnya merupakan penyertaan modal dari negara. "Sebagai kekayaan yang dipisahkan dari APBN, secara hukum (60 persen lebih modal-red) itu bukan kekayaan negara, tapi kekayaan badan hukum. Itu terjadi sejak pengesahan badan hukum bank BUMN," imbuhnya. Mengacu hukim bisnis, penyelesaian kredit macet bank, harusnya lewat jalur perdata. Atas kredit yang dijaminkan dan diasuransikan sebagai pengalihan resiko, yang keduanya telah diklaim serta dicairkan. Menurutnya, pokok kredit dinilai lunas. "Tapi atas denda keterlambatan belum dianggap lunas. Tanggungjawab pelunasan itu tidak bisa dituntut pidana. Masuk pidana jika pengajuan didasari pidana seperti pemalsuan," jelas dia. Sementara, Dr Sigit Riyanto, ahli hukim pidana UGM menambahkan, pemidanaan tak lepas dari kesalahan. Perbuatan pidana dirumuskan secara materiil atau formil. "Keduanya disesuikan motif yang menjadi dasar sanksi," kata dia. Menurutnya, kredit macet, muncul dari penjanjian. Kredit macet masuk pidana, jika dilandasi suatu perbuatan pidana. "Tapi jika sepanjang dipenuhi unsur perdata. Maka masuk perdata," katanya. Sementara, atas penerapan pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor sebagai delik pidana umum dan khusus dalam dakwaan, Anton Widijantono, ketua majelis hakim mengakui adanya kesummiran. Diakuinya, perdebatan atas implementasi hukum kedua pasal sejak lama terjadi dalam teori dan praktik. "Pembuatan UU, terkait penerapan pasal 2 dan 3 Tipikor apakah summir atau tidak. Itu sudah diskusi lama. Itu nemang jadi nasalah. Tapi dalam praktiknya, pasal 2 dan 3 dipakai dalam subsidiritas dalam pokok sejenis. Dalam praktinya ini diterima. Jika kita bahas lagi, kita akan mundur. Akhirnya itu diserahkan ke praktik peradilan. Dugaan penyimpangan kredit fiktif menyeret terdakwa Wahyu Hanggono, Direktur Indonesia Antique (IA). Kredit terjadi di BRI dan Mandiri Solo total Rp 10,5 miliar diajukan Wahyu atasnama beberapa karyawan sebagai calon plasma. Dana cair dikelola PT IA sebagaimana kesepakatan kreditur diketahui bank. Terpidana 6,5 tahun korupsi Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Semarang itu duketahui pailit dan tak mengangsur.rdi

Curi Burung di Sampangan, Sepasang Kekasih Diganjar Setahun Penjara

SEMARANG - Anton Prabowo dan Herlin Tri Anggraeni, sepasang kekasih, terpaksa harus meringkuk di sela penjara selama setahun penjara karena terbukti bersalah mencuri burung. Anton dan Herlin beraksi bersama seorang temannya, Dika Arnanta mencuri burung di Sampangan, Gajahmungkur Semarang. Dalam perkara itu, hanya Anton dan Herlin yang dipidana, sementara Dika tidak karena tewas. Dalam putusannya, majelis hakim terdiri Moh Sutarwadi selaku ketua, Eddy Parylian Siregar dan Bakri selaku anggota, menyatakan Anton dan Herlin terbukti bersalah. Meirina Nur Faridiah Nasution, Panitera Pengganti yang menangani perkaranya mengungkapkan, putusan perkara Anton dijatuhkan Rabu (17/5) lalu. Terdakwa bersalah sesuai Pasal 363 ayat (1) dan ke-3, ke-4 dan ke-5 KUHP. "Menyatakan kedua terdakwa bersalah melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anton Prabowo dan Herlin Tri Anggraeni dengan pidana masing-masing setahun penjara," sebut Meirina kepada wartawan membacakan isi putusan perkara, Selasa (23/5). Vonis hakim diketahui lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejari Semarang. Sebelumnya jaksa meminta terdakwa dipidana setahun dan enam bulan penjara. Atas putusan itu, terdakwa dan jaksa, Nofiati Djamiah menerimanya. Anton dan Herlin serta Dika (meninggal berdasarkan Surat Kematian Nomor : 213/TKF-ML/12/03/2017 tanggal 12 Maret 2017 yang dikeluarkan oleh RSUD Tugurejo dengan keterangan bahwa yang bersangkutan telah meninggal dunia sehingga gugur penuntutannya) mencuri Februari 2017 lalu. Pencurian terjadi di Jl.Menoreh Utara IV A No.40 A Rt.03 Rw.01 Kel.Sampangan Kec.Gajahmungkur Kota Semarang dan Jl.Menoreh Tengah III No.24 Kel.Sampangan Kec.Gajahmungkur Kota Semarang. Awalnya Jumat 10 Februari 2017 sekira pukul 23.30 wib Anton dan Dika berputar-putar mengendarai motor Honda Supra X, H 2680 VP milik Dika mencari sasaran pencurian. Ditengah itu, Herlin menghubungi dan mengatakan, tahu sasaran baru. Bertiga, mereka lalu berboncengan dan sampai depan Balai RW.01 Kel.Sampangan. Dengan berjalan kaki, Anton dan Dika menuju rumah korban Nur Achmad. Keduanya mengambil dua sangkar berisi seekor burung love bird paskun dan seekor burung kacer serta seekor burung kenari AF Bon kuning. Di tempat lain, rumah korban H.Pardjuki yak jauh dari lokasi, mereka mencuri seekor burung love bird paskun. Mereka lalu menuju Balai RW tempat Herlin menunggu. Saat melintasi Gang Menoreh Selatan aksi mereka kepergok warga. Warga yang geram memassanya sebelum akhirnya diamankan petugas Polsek Gajahmungkur.rdi

PTUN Tolak Gugatan Anggota Dewan Tegal Selingkuh

SEMARANG - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang menolak gugatan Supriyanto, anggota DPRD Kota Tegal yang dicopot dari anggota kelengkapan oleh Badan Kehormatan (BK) karena selingkuh. Majelis hakim pemeriksa perkaranya menyatakan Surat Keputusan BK DPRD Kota Tegal Nomor: 02/BK.XII/2016, tanggal 3 Januari 2016 tentang penjatuhan sanksi melepaskan kedudukannya sebagai anggota alat kelengkapan DPRD Kota Tegal, telah sesuai prosedur. Putusan dijatuhkan pada sidang, Senin (23/5) oleh majelis hakim M Sofyan Iskandar selaku ketua, Eri Erli Ritonga dan Indah Mayasari anggota. Sidang tanpa dihadiri penggugat atau kuasa hukumnya. "Mengadili. Dalam permohonan penundaan. Menolak permohonan atas obyek sengketa. Dalam eksepsi, menyatakan eksepsi para pihak tidak diterima. Dalam pokok perkara, menolak gugatan penggugat seluruhnya. Menghukum penggugat membayar biaya perkara yang timbul Rp 304.000," kata Sofyan membacakan putusannya, kemarin. Dalam pertimbangannya, mejelis menyatakan, atas tindakan pelanggaran asusila penggugat, BK telah meprosesnya sesuai ketentuan. Memanggil Supriyanto, memberikan teguran tertulis, mengklarifikasi dan mengeluarkan SK pencopotan. Menurut hakim, pencopotan BK telah sesuai karena perbuatan penggugat dikategorikan kesalahan yang merusak citra DPRD. Perbuatannya melanggar norma dan adat istiadat. Majelis menyimpulkan obyek sengketa yang dikeluarkan BK sesuai peraturan dewan nomor 1 tahun 2014 tentang tata tertib dewan. "Disebut dari verifikasi dan klarifikasi penggugat dinyatakan bersalah. BK menjatuhkan telah sesuai kesalahan dan tidak bertentangan dengan ketentuan," ujar hakim. RM Djoko Hardiono dan Cahyo Cisyantono, dua kuasa hukum tergugat mengatakan, Supriyanto dipecat dari alat kelengkapan dewan karena selingkuh. Ia diduga juga menjadi makelar kasus penerimaan CPNS. "Kasus selingkuh telah diproses pidana. Untuk penipuan CPNS, sejumlah saksi korban pada pemeriksaan PTUN sebelumnya juga diperiksa. Selaku amggota dewan, Supriyanto sudah dinonaktifkan," kata keduanya usai sidang. Supriyanto, anggota DPRD dari PPP itu dicopot atas setelah BK menyatakannya bersalah melakukan tindak asusila. Ia dikeluarkan dari keanggotaan Alat Kelengkapan DPRD. Gugatan diajukan pada 10 Januari 2017 lalu. Supriyanto menilai keputusan BK DPRD salah dan cacat hukum karena tidak berdasarkan Undang-Undang (UU) 23 Tahun 2014 terutama pasal 189. Supriyanto yang berangkat dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan terhimpun di dalam Fraksi Partai Golkar. Ia tercatat sebagai anggota Alat Kelengkapan DPRD, sebagai anggota dalam Komisi ll dan anggota Badan Anggaran DPRD Kota Tegal.rdi

Kadaluwarsa, Gugatan PT KAI Diminta Ditolak

SEMARANG - Kantor Pertanahan Kota Semarang dan warga Kebonharjo Semarang Utara, pemilik 50 Sertifikat Hak Milik (SHM) yang digugat PT KAI menilai, gugatan terhadapnya telah kadaluwarsa. Menurut mereka, keputusan pelepasan aset PT KAI dan pembuatan SHM oleh Kantor Pertanahan untuk warga terjadi 2001 silam. Penerbitannya telah sesuai prosedur. Atas hal itu,PT KAI yang menuntut pembatalan 50 dari 3.360 SHM yang diterbitkan Kantor Pertanahan itu dinilai telah lewat waktu. Hal itu diungkapkan tergugat Kantor Pertanahan Semarang dan warga lewat kuasa hukumnya pada sidang penyampaian kesimpulannya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Selasa (23/5). "Gugatan PT KAI telah kasaluwarsa," kata Aris W, kuasa hukum Kantor Pertanahan kepada wartawan usai sidang. Diketahui, atas rencana reaktifasi rel Semarang Tawang-Tanjung Emas, PT KAI menggusur sebagian pemukiman warga Kebonharjo. Dasar kepemilikan PT KAI adalah empat Sertifikat Hak Pakai (SHP) dan Grondkraart tahun 1962, bekas eigendom Verponding No 69 tahun 1864. Atas proyek itu, dari 3.360 SHM yang diterbitkan Kantor Pertanahan, KAI mempersoalkan, menggugat kepemilikan 56 SHM yang masuk jalur rel. Gugatan terbagi dua perkara, yaitu atas 50 SHM dan 6 SHM. Budi Sekoriyanto, kuasa hukum warga nenambahkan, PT KAI tidak berhak lagi atas SHM warga. Menurutnya, telah terjadi pelepasan hak dari Kadaop IV Semarang, Diding Sukaryati kepada Walikota Semarang, Sukawi Sutatip tahun 2000. Sesuai Surat Departemen Keuangan RI tahun 2000 diterangkan, aset KAI yang dilepas itu merupakan aset negara yang dipisahkan dan dikelola KAI serta tidak lagi masuk aset Departemen Perhubungan. "Bahwa atas pelepasan itu, pada Januari 2001, Kantor Pertanahan mengajukan pensertifikatan dan telah diterbitkan 3.360 SHM," kata Budi di luar sidang. Bahwa atas 3.360 SHM itu, hingga kini Kantor Pertanahan tetap mengakui keabsahannya. Menurut warga, dalil kepemilikan PT KAI atas SHM dan Groundkaart juga tidak berdasar. Atas pelepasan, pensertifikatan, pernyataan Kantor Pertanahan Semarang yang mengakui SHM, PT KAI dinilai telah mengetahui. "Sepantasnya gugatannya ditolak karena telah kadaluwarsa," kata Budi. Aris W sendiri menambahkan, tenggang waktu gugatan PT KAI terlambat. Diakuinya, terdapat pemberian kuasa PT KAI ke Kejati Jateng tahun 2001 terkait masalah terbitnya 3.360 SHM. "Kejati diberi kuasa, memproses pembatalan 3.360 SHM. Kejaksaan meminta penangguhan SHM dan sampai kini 3.360 SHM itu ditangguhkan. Tidak bisa dijual atau dijaminkan," kata Aris yang juga pegawai Kantor Pertanahan itu. Aris menambahkan, hingga kini pihaknya mengakui SHM tersebut sebagai produk sah. "SHM keluar tahun 2001. Sampai kini masih ada dua kepemilikan, yaitu menurut PT KAI dan warga. Meski secara fisik warga yang menguasai," ujar dia. Disinggung terkait empat SHP yang menjadi dasar PT KAI, Kantor Pertanahan mengakui adanya. Namun berdasar pelepasan aset tahun 2000, PT KAI mendasarkan sebagai aset negara. "Ada Sertifikat Hak Pakai. Tapi saat pelepasan awal, PT KAI melepaskannya sebagai aset negara tanpa mendasarkan SHP. Jika pelepasan tahun 2000 mendasarkan SHP, mungkin jelas," lanjutnya. Aris menilai, PT KAI baru mengetahui dan mendasarkan adanya SHP saat penertiban aset-asetnya beberapa waktu lalu. "Sementara dasar groundkaart sendiri tidak jelas. Berapa luasannya," imbuhnya. Sidang kedua gugatan kemarin digelar. Atas perkara nomor 002 terkait 50 SHM beragenda penyampaian kesimpulan. Sidang ditunda dua pekan lagi untuk kemudian dijatuhkan putusan. Sementara atas perkara nomor 019 terkait kepemilikan 6 SHM, masih beragenda pembuktian. Sidang ditunda minggu depan. Pemeriksaan kedua perkara dilakukan majelis hakim, Ketua Herry Wibawa selaku kwtua, Eri Erli Ritonga dan Indah Mayasari selaku anggota.rdi

Bebas, Sudibyo Anggap Kasus KONI Semarang Belum Tuntas

SEMARANG - Salah satu terpidana korupsi dana hibah KONI Semarang tahun 2012 dan 2013, Drs Sudibyo bebas. Mantan Wakil Sekretaris I dan Wakil Ketua Umum III KONI Semarang tahun 2011-2012 yang dipidana setahun penjara karena korupsi itu telah menghirup udara bebas. Sebelumnya ia menjalani pidana di Lapas Kedungpane Semarang. "Kamis (18/5) lalu saya bebas. Saya bebas karena Cuti Bersyarat (CB)," kata Sudibyo ditemui di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (23/5). Tepat sembilan bulan, Sudibyo mengakui menjalani hukuman. Bersama Suhantoro, Mochtar Hidayat dan Djody Aryo Setiawan (sudah bebas), ia dipidana. Kepada Wawasan, Sudibyo mantan guru olahraga yang pensiun dini karena terjerat korupsi itu mengaku ikhlas. Usai bebas, ia ingin kembali ke lingkungan masyarakat sebagai warga biasa. "Tetap ingin kembali ke aktifitas di olahraga. Karena itu adalah hobi. Tapi saya tidak mau ke KONI lagi. Gabung sama teman-teman di SSB ( Sekolah Sepak Bola-red)," kata dia yang datang ke pengadilan menemui sejumlah terdakwa korupsi yang dikenal dan senasib dengannya. Belum Tuntas Sementara, atas kasus korupsi KONI Semarang yang menyeretnya bersama sejumlah teman-temannya, ia menilai belum tuntas. Menurutnya, penanganan itu terkesan diskriminatif dan tidak menyeluruh menyeret pelaku lain yang terlibat. Dia berharap, penegak hukum bisa fair memprosesnya. "Kalau saya menilai belum tuntas (penanganan kasusnya)," kata Sudibyo yang selain dipidana setahun penjara, juga dipidana denda Rp 50 juta subsidair 1 bulan kurungan serta dibebani membayar Uang Pengganti (UP) kerugian negara Rp 48,9 juta. Kasus KONI Semarang tahun 2012 dan 2013 menyeret Sudibyo, Mochtar, Suhantoro dan Djodi. Dari keempatnya, hanya Mochtar yang menempuh upaya hukum dan masih diproses di Mahkamah Agung. Dalam perkara itu sejumlah pihak disebut-sebut terlibat, salah satunya Ketua Umum KONI Semarang, Ikhwan Ubaidilah. Ia disebut mengetahui adanya pemotongan dana Cabor, penyimpangan belanja KONI. Ia juga diketahui menerima aliran pemotongan. Ikhwan hingva kini belum diproses hukum. Tidak hanya korupsi atas pengelolaan dana hibah tahun 2012 Rp 7 miliar dan tahun 2013 Rp 12 miliar, dugaan korupsi diduga juga terjadi atas hibah tahun 2011. Kasus terjadi pada 2012 dan 2013 terjadi pemotongan dana untuk sejumlah Cabor, tahun 2012 Rp 350 juta dan 2013 Rp 50 juta. Meski keberatan, Cabor menyetujui dan menandatangani penerimaan fiktif. Penggunaan dana hibah diketahui juga menyimpang yaitu atas belanja paket seragam olahraga, alat tulis dan alat kesekretariatan. Dalam perkara itu, Suhantoro dinilai merugikan negara sekitar Rp 197 juta. Djody Aryo Rp 55 juta, Mochtar Rp 525 juta dan Sudibyo Rp 48 juta dan Rp 302 juta (pengadan ATK dan seragam). Total kerugian negara atas dana hibah 2012 dan 2013 sendiri mencapai Rp 1,575 miliar. Terdiri 2012 potongan Cabor Rp 350 juta, markup pengadaan Rp 48,6 juta, penggunaan langsung bunga bank Rp 13,8 juta atau total Rp 412,4 juta. Tahun 2013, potongan Cabor Rp 50 juta, belanja fiktif seragam olahraga dari Rp 736 juta sisa Fp 302 juta, markup sewa mobil Rp 148 juta, markup hotel Rp 196,8 juta, penggunaan langsung bunga bank Rp 33,4 juta atau total Rp 1,163 miliar. Setelah menghentikan penyidikan perkara Teguh Widodo salah satu pengurus KONI terkait sewa mobil, kasus KONI masih menyisakan PR atas keterlibatan pelaku lain. Yaitu kerugian negara yang belum jelas pertanggungjawabannya.rdi

Bupati Klaten Didakwa Terima Suap Rp 13 Miliar. Kasus Jual Beli Jabatan dan Pemotongan Anggaran

SEMARANG - Bupati Klaten nonaktif, Sri Hartini didakwa menerima suap terkait jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Klaten sebesar Rp 13 miliar. Suap juga diterimanya terkait pemotongan dana aspirasi atau bantuan keuangan untuk desa. Penerimaan itu terjadi dalam kurun Februari sampai Desember 2016 dari ratusan orang. Hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam dakwaannya pada sidang perdana di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (22/5). Suap terjadi atas 131 mutasi promosi PNS di Desember 2016 Rp 3,276 miliar. Pengukuhan dan promosi 49 Kepsek SMP se Klaten Rp 1,320 miliar. Pengukuhan dan promosi 21 Kepsek SMA/SMK se Klaten Rp 1,410 miliar. Penerimaan 23 calon pegawai BUMD Klaten dan PT Aqua Klaten Rp 2,089 miliar. Pemotongan dan dana aspirasi atau bantuan keuangan APBD/P 2016 dan APBD 2017, Rp 4,264 miliar. Fee proyek di Dinas Pendidikan Klaten Rp 750 juta. "Bahwa total uang yang diterima terdakwa Sri Hartini yang diberikan beberapa orang dekat selaku perantara sebesar Rp 13.003.000.000,"kata Afni Carolina, jaksa KPK membacakan dakwaannya di hadapan majelis hakim terdiri Antonius Widijantono ketua, Agoes Prijadi dan Handrianus sebagi hakim anggota. Suap terkait promosi jabatan PNS Tahun Anggaran ('TA) 2016 terjadi atas perubahan Struktur Organisasi Tata Kerja (STOK) . Bersama Kepala Inspektorat Syahruna, Bappeda Bambang Sigit, Kepala dan Kabid Mutasi serta Kasu bid Mutasi BKD Sartiyasto, Slamet dan Triwiyanto, bupati merancang STOK. Sekitar 800 formasi jabatan Pemkab akan dikukuhkan akhir 2016 meliputi eselon II,III dan IV. Mereka yang menginginkan jabatan diwajibkan menyetor uang syukuran. Nilainya beragam antara Rp 15 juta sampai Rp 200 juta. Beberapa pihak yang terlibat pengurusan promosi, Syahruna, Sartiyasto, Bambang Sigit,Juwito,Slamet,I Nyoman Gunadika, Bambang Teguh Setia, Joko Wiyono, Nina Puspitasari, Widya Sutrisna, Sunarna, Wahyu Prasetyo, Tri Wiyanta. Adapula lewat orang dekat bupati, Andi Purnomo (anaknya), Arif Djodi Purnomo, Soekarno, Soegiyanto alias Gendro, Edy Dwi Hananto alias Hana, Kartan Saputro, Winarno, Subardi, Sunarso alias Po. "Atas promosi dan mutasi serta pengukuhan 131 PNS Klaten periode Desember 2016, terdakwa Sri Hartini menerima uang syukuran Rp 3,276 miliar," kata Mohamad Nur Azis dan Hendra Eka Saputra, jaksa lain. Penerimaan lain yaitu atas pengukuhan dan promosi Kepala Sekolah SMP tanggal 23 September 2016. Suap dikoordinir Bambang Teguh Setia (Kabid Dikdas) dibantu Sugiyanto (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) SMP se Klaten. Atas promosi dan mutasi Kepsek SMP, bupati meminta uang syukuran antara Rp 15 juta sampai Rp 20 juta. Uang syukuran terkait promosi dan mutasi atau supaya tetap menjabat. Penerimaan dikoordinir Bambang Teguh Setia dan Sugiyanto. "Atas promosi itu, bupati telah menerima Rp 1,320 miliar dari 49 Kepsek SMP se Klaten yang akhirnya dilantik 23 September," lanjutnya. Berikutnya, suap terkait pengukuhan dan promosi Kepsek SMK/SMA. Lewat Sugiyanto dan Aryo Nugroho, bupati meminta uang syukuran berkisar Rp 50 juta kepada Kepsek yang ingin tetap mejabat dan Rp 150 juta kepada guru yang ingin mejadi Kepsek. Penerimaan itu diterima lewat Budi Sasanka, Aryo Nugroho, Soekarno alias Mbekur. "Atas promosi itu, bupati menerima Rp 1,410 miliar dari 21 Kepsek SMK/SMA se Klaten yang dilantik 23 September 2016," imbuhnya. Selain menerima dari PNS yang dipromosikan, bupati menerima dari pihak lain. Pada Desember 2016, bupati menerima suap atas penerimaan pegawai BUMD Klaten. Yaitu penerimaan pegawai pada Bank Klaten, PDAM dan RSUD Bagas Waras) serta perusahaan Aqua. Selaku Komisaris BUMD, Sri Hartini meminta Mbekur, Nina Puspitasari, I Nyoman Gunadika, Sugiyanto dan Sunarso menjaring mereka yang berminat menjadi pegawai. "Syaratnya memberi uang syukuran Rp 50 juta sampai Rp 150 juta. Atas penerimaan 23 orang yang diusulkannya menjadi pegawai BUMD, Sri Hartini menerima Rp 2,089 miliar. Uang diserahkan Juli sampai Oktober 2016," beber jaksa pada sidang yang digelar hampir tiga jam. Penerimaan juga terjadi atas pemotongan dana aspirasi atau bantuan keuangan. Kepada seluruh Kepala Desa (Kades) Klaten, saat kampanye Pilkada Desember 2015, Sri Hartini menjanjikan akan memberi bantuan dana aspirasi. Syaratnya, mereka harus menggalang massa dan memenangkannya. Usai menang dan dilantik, Sri Hartini dibantu anaknya, Andi Purnomo yang ditagih, lalu memberikan. "Tapi syaratnya, atas dana bantuan dari pos APBD-P 2016, akan dipotong 15 persen dari yang diterima desa. Sebesar 10 persen diminta di awal dan 5 persen usai pencairan," ungkapnya. Andi Purnomo yang ditugasi mengelola dana aspirasi Rp 30 miliar membagikan dana bantuan ke Kades, teman dekat serta anggota dewan. Diantaranya, Achmad Haryadi Setyabudi, Hamenang, Eko Loket, Sugiyanto alias Mbah Giyanto dan pengurus PAC PDIP Klaten. Sama seperti Kades, bupati juga mensyaratkan agar bantuan dipotong 15 persen. Pembagian bantuan keuangan desa dikoordinasi Andi, Subardi dengan Kepala Bappeda, Bambang Sigit. Total atas penerimaan uang komitmen fee dari pemberian aspirasi atau bantuan keuangan oleh Kades lewat beberapa perantara. "Dari anggaran APBD murni 2016, APBDP 2016 dan untuk mendapatkan bantuan APBD murni 2017, Sri Hartini menerima uang Rp 4,273 miliar," kata dia. Penerimaan lain, yaitu fee 10 persen dari proyek Dinas Pendidikan APBD P TA 2016. Pembahasan fee 10 persen digelar di rumah bupati dengan sejumlah Kepala Dinas (Kadis). Pantoro Kadis Pendidikan, Sudirno Sekdis Pendidikan, Wahyu Prasetyo Kadis Pertanian, Mursyid Kadis PU, Bambang Gianto Kadis Perhubungan, Limawan Kepala RS Bagas Waras Klaten. Cahyono Plt Kadis Kesehatan. Syahruna Kepala Inspektorat, Sunarna Kepala DPPKAD, Joko Wiyono Kadis Pariwisata dan Tajudin Akbar Kadis Lingkungan Hidup. Kepada mereka, bupati bersama anaknya Andi Purnomo berjanji akan memberi anggaran perubahan TA 2016 dengan syarat memberi 10 persen sebagai uang pengembalian. "Seluruh SKPD menyanggupi. Atas permintaan itu Kepala SKPD memerintahkan PPTK berkoordinasi dengan para pengusaha, rekanan proyek Penunjukkan Langsung (PL)," lanjut dia. Namun karena Sri Hartini lebih dulu ditangkap 30 Desember 2016, tidak semua memberi. Khusus di Dinas Pendidikan, Sri Hartini sempat menerima fee dari sejumlah pengusaha, rekanan proyek PL Disdik. Pengumpulan itu dikoordinir Sudirno, Rahardjo alias Jojon dan Dandy Ivan Chory. Rekanan proyek rehabilitasi dan pengadaan buku itu berhasil menghimpun Rp 400 juta dan Rp 350 juta. Uang diberikan Sudirno ke bupati. Dari pemungutan itu, Sudirno diketahui menggunakan Rp 75 juta untuk pernikahan anaknya. Rp 70 juta untuk 17 PN di Sarpras Dikdas Dinas Pendidikan. Sri Hartini yang ditahan sejak 31 Desember 2016 lalu dijerat, pertama melanggar Pasal 12 huruf a UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang pemberantasa tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Kedua, pasal 12 huruf b UU yang sama Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Atas dakwaan itu, Sri Hartini mengaku tidak mengajukan eksepsi atau keberatan. Di hadapan majelis hakim, ia mengungkapkan, agar pemeriksaan perkaranya digelar maksimal. "Saya berharap fakta ini terungkap dan saya mendapat keadilan," kata Sri Hartini yang mengenakan baju putih, celana hitam berkerundung merah. Di luar sidang, pengacara Sri Hartini, Deddy Suwadi SR mengungkapkan, akan melakukan pembelaan semaksimal mungkin. "Kami tidak eksepsi. Tapi dari materi dakwaan, banyak yang tidak diungkap," kata Deddy yang mendampingi bersama lima pengacara lainnya. Sri Hartini, Bupati periode 2016-2021 itu kini mendekam di sel Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wanita Semarang Bulu. Mantan Wakil Bupati Klaten periode 2010-2015 ditangkap 30 Desember 2016 lalu olek KPK. Isteri mantan Bupati Klaten periode 2005-2010 (alm) Haryanto Wibowo itu ditetapkan tersangka bersama Suramlan, Kepala Seksi (Kasi) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Klaten (terdakwa lain). Sri Hartini dituduh menerima suap dari sejumlah pegawai di lingkungan Pemkab Klaten dan pihak-pihak lain. Sejak dilantik Februari 2016, ia berhasil menghimpun Rp 13 miliar lebih. Suap jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Klaten disebut-sebut sudah tradisi sejak beberapa bupati sebelumnya.rdi

TABEL PENERIMAAN SUAP BUPATI KLATEN
--------------------------------------------------
* Mutasi promosi 131 PNS di Desember 2016 sebesar Rp 3,276 miliar
* Pengukuhan dan promosi 49 Kepsek SMP se Klaten sebesar Rp 1,320 miliar
* Pengukuhan dan promosi 21 Kepsek SMA/SMK se Klaten Rp 1,410 miliar
* Pengusulan 23 calon pegawai BUMD Klaten dan PT Aqua Klaten Rp 2,089 miliar * Pemotongan dana aspirasi atau bantuan keuangan APBD/P 2016 dan APBD 2017 Rp 4,264 miliar
* Fee proyek di Dinas Pendidikan Klaten Rp 750 juta
* Total penerimaan seluruhnya Rp 13.003.000.000.
----------------------------------
Sumber : Dakwaan JPU KPK. rdi