Kadaluwarsa, Gugatan PT KAI Diminta Ditolak

SEMARANG - Kantor Pertanahan Kota Semarang dan warga Kebonharjo Semarang Utara, pemilik 50 Sertifikat Hak Milik (SHM) yang digugat PT KAI menilai, gugatan terhadapnya telah kadaluwarsa. Menurut mereka, keputusan pelepasan aset PT KAI dan pembuatan SHM oleh Kantor Pertanahan untuk warga terjadi 2001 silam. Penerbitannya telah sesuai prosedur. Atas hal itu,PT KAI yang menuntut pembatalan 50 dari 3.360 SHM yang diterbitkan Kantor Pertanahan itu dinilai telah lewat waktu. Hal itu diungkapkan tergugat Kantor Pertanahan Semarang dan warga lewat kuasa hukumnya pada sidang penyampaian kesimpulannya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Selasa (23/5). "Gugatan PT KAI telah kasaluwarsa," kata Aris W, kuasa hukum Kantor Pertanahan kepada wartawan usai sidang. Diketahui, atas rencana reaktifasi rel Semarang Tawang-Tanjung Emas, PT KAI menggusur sebagian pemukiman warga Kebonharjo. Dasar kepemilikan PT KAI adalah empat Sertifikat Hak Pakai (SHP) dan Grondkraart tahun 1962, bekas eigendom Verponding No 69 tahun 1864. Atas proyek itu, dari 3.360 SHM yang diterbitkan Kantor Pertanahan, KAI mempersoalkan, menggugat kepemilikan 56 SHM yang masuk jalur rel. Gugatan terbagi dua perkara, yaitu atas 50 SHM dan 6 SHM. Budi Sekoriyanto, kuasa hukum warga nenambahkan, PT KAI tidak berhak lagi atas SHM warga. Menurutnya, telah terjadi pelepasan hak dari Kadaop IV Semarang, Diding Sukaryati kepada Walikota Semarang, Sukawi Sutatip tahun 2000. Sesuai Surat Departemen Keuangan RI tahun 2000 diterangkan, aset KAI yang dilepas itu merupakan aset negara yang dipisahkan dan dikelola KAI serta tidak lagi masuk aset Departemen Perhubungan. "Bahwa atas pelepasan itu, pada Januari 2001, Kantor Pertanahan mengajukan pensertifikatan dan telah diterbitkan 3.360 SHM," kata Budi di luar sidang. Bahwa atas 3.360 SHM itu, hingga kini Kantor Pertanahan tetap mengakui keabsahannya. Menurut warga, dalil kepemilikan PT KAI atas SHM dan Groundkaart juga tidak berdasar. Atas pelepasan, pensertifikatan, pernyataan Kantor Pertanahan Semarang yang mengakui SHM, PT KAI dinilai telah mengetahui. "Sepantasnya gugatannya ditolak karena telah kadaluwarsa," kata Budi. Aris W sendiri menambahkan, tenggang waktu gugatan PT KAI terlambat. Diakuinya, terdapat pemberian kuasa PT KAI ke Kejati Jateng tahun 2001 terkait masalah terbitnya 3.360 SHM. "Kejati diberi kuasa, memproses pembatalan 3.360 SHM. Kejaksaan meminta penangguhan SHM dan sampai kini 3.360 SHM itu ditangguhkan. Tidak bisa dijual atau dijaminkan," kata Aris yang juga pegawai Kantor Pertanahan itu. Aris menambahkan, hingga kini pihaknya mengakui SHM tersebut sebagai produk sah. "SHM keluar tahun 2001. Sampai kini masih ada dua kepemilikan, yaitu menurut PT KAI dan warga. Meski secara fisik warga yang menguasai," ujar dia. Disinggung terkait empat SHP yang menjadi dasar PT KAI, Kantor Pertanahan mengakui adanya. Namun berdasar pelepasan aset tahun 2000, PT KAI mendasarkan sebagai aset negara. "Ada Sertifikat Hak Pakai. Tapi saat pelepasan awal, PT KAI melepaskannya sebagai aset negara tanpa mendasarkan SHP. Jika pelepasan tahun 2000 mendasarkan SHP, mungkin jelas," lanjutnya. Aris menilai, PT KAI baru mengetahui dan mendasarkan adanya SHP saat penertiban aset-asetnya beberapa waktu lalu. "Sementara dasar groundkaart sendiri tidak jelas. Berapa luasannya," imbuhnya. Sidang kedua gugatan kemarin digelar. Atas perkara nomor 002 terkait 50 SHM beragenda penyampaian kesimpulan. Sidang ditunda dua pekan lagi untuk kemudian dijatuhkan putusan. Sementara atas perkara nomor 019 terkait kepemilikan 6 SHM, masih beragenda pembuktian. Sidang ditunda minggu depan. Pemeriksaan kedua perkara dilakukan majelis hakim, Ketua Herry Wibawa selaku kwtua, Eri Erli Ritonga dan Indah Mayasari selaku anggota.rdi

0 comments:

Posting Komentar