19 Saksi Diperiksa * Sidang Jual Beli Jabatan oleh Bupati Klaten

SEMARANG - Sidang lanjutan pemeriksaan perkara dugaan suap jual beli jabatan dengan terdakwa Sri Hartini, Bupati Klaten nonaktif digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (5/6). Sidang memeriksa 19 saksi fakta. Pemeriksaan digelar dua sesi untuk 12 saksi pertama dan tujuh saksi. Nina Puspitasari mantan ajudan bupati, Agung Widayat dan Sri Wardoyo, staf Setwan DPRD. Saksi Bambang Tri Purwanto, saksi Tomi Silahi Utama, Agus Panca Dwi Suparno. Saksi Jaka Prawata, Wiradi, Jima, Widi Nugroho, Harnadi, Teguh Budi Mulyanto alias Teguh Batavia. Berikutnya, saksi I Nyoman Gunadika, Damijan, Setyowati, Widya Sutrisna, Sri Hartanto, Suharta dan Aris Munandar. Saksi Nina mengaku, telah empat menjadi ajudan Sri Hartini sejak ia menjabat Wakil Bupati Klaten. Sejak saat itu, ia mengetahui adanya tradisi uang syukuran atas promosi jabatan. Ketika terdakwa menjadi bupati Februari 2016, Nina mengaku ditugasi, mengurus permohonan promosi jabatan dan uang syukuran. "Membantu terima berkas lalu diserahkan ke bupati. Ada beberapa orang yang ingin naik jabatan. Ibu (terdakwa-red) minta saya mengurusi," kata saksi di hadapan majelis hakim dipimpin Antonius Widijantono. Kepada mereka yang ingin naik jabatan dan masuk ke BUMD, kata saksi Nina, sudah memahami dan siap memberi uang syukuran. "Itu sudah kebiasaan. Mereka yang datang dan minta bantuan ke saya sudah tahu. Ibu juga bilang, lha biasanya berapa," ujar saksi mengakui adanya biaya standar. Dintaranya, dari staf ke eselon IV berkisar Rp 15 juta sampai Rp 30 juta. Eselon IV ke III antara Rp 50 juta sampai Rp 100 juta. "Paling mahal di Dinas PU dan perekonomian," lanjutnya. Atas penerimaan uang syukuran, saksi langsung berikan ke terdakwa. Sebagian atas perintah bupati disimpan saksi pribadi, total Rp 176 juta. Rp 15 juta diberikan ke Lusiana selaku seorang pencari pegawai yang dipromosikan. Sisanya, atas Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, disita. "Untuk apanya tidak tahu. Saya hanya simpan," katanya berdalih. Promosi dan ing syukuran juga diakui saksi terjadi pada sejumlah kepala dinas. Diantaranya Kepala Diadukcapil, Dinas Pertanian dan Dinas Pariwisata. "Soal uang syukuran mereka, tahu ada. Setahu saya semua harus pakai uang syukuran karena kebiasaan. Sejak jadi ajudan wakil bupati tahu adanya uang syukuran," ujarnya. Saksi Agung Widayat, mengakui lewat saksi Nina memberi uang syukuran ke bupati agar dipromosikan menjadi Kasubag Perundangan-undangan. "Kata Nina Rp 20 juta meski saya mampunya Rp 10 juta. Oleh Nina dipinjami Rp 10 juta," kata dia. Saksi I Nyoman Gunadika, Kasubag umum Kepegawaian, sebagai salah satu penghubung mengaku, diminta menghubungkan ke bupati. Kepada saksi Damijan, Setyowati dan pihak yang yang ingin dipromosikan dan masuk ke BUMD, diakuinya, bupati meminta uang syukuran. "Saya dekat dengan terdakwa, saat menjadi staf suaminya menjabat bupati," kata dia. Sri Hartini didakwa menerima suap terkait jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Klaten dan terkait pemotongan dana aspirasi atau bantuan keuangan untuk desa. Total penerimaan yang terjadi dalam kurun Februari sampai Desember 2016 dari ratusan orang sekitar Rp 13 miliar. Suap terjadi atas 131 mutasi promosi PNS di Desember 2016 Rp 3,276 miliar. Pengukuhan dan promosi 49 Kepsek SMP se Klaten Rp 1,320 miliar. Pengukuhan dan promosi 21 Kepsek SMA/SMK se Klaten Rp 1,410 miliar. Penerimaan 23 calon pegawai BUMD Klaten dan PT Aqua Klaten Rp 2,089 miliar. Pemotongan dan dana aspirasi atau bantuan keuangan APBD/P 2016 dan APBD 2017, Rp 4,264 miliar. Fee proyek di Dinas Pendidikan Klaten Rp 750 juta. Suap terkait promosi jabatan PNS Tahun Anggaran ('TA) 2016 terjadi atas perubahan Struktur Organisasi Tata Kerja (STOK) . Bersama Kepala Inspektorat Syahruna, Bappeda Bambang Sigit, Kepala dan Kabid Mutasi serta Kasu bid Mutasi BKD Sartiyasto, Slamet dan Triwiyanto, bupati merancang STOK. Sekitar 800 formasi jabatan Pemkab akan dikukuhkan akhir 2016 meliputi eselon II,III dan IV. Mereka yang menginginkan jabatan diwajibkan menyetor uang syukuran. Nilainya beragam antara Rp 15 juta sampai Rp 200 juta. Atas promosi dan mutasi serta pengukuhan 131 PNS Klaten periode Desember 2016, terdakwa Sri Hartini menerima uang syukuran Rp 3,276 miliar. Penerimaan uang syukuran atas pengukuhan dan promosi Kepala Sekolah SMP tanggal 23 September 2016. Suap dikoordinir Bambang Teguh Setia (Kabid Dikdas) dibantu Sugiyanto (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) SMP se Klaten. Atas promosi dan mutasi Kepsek SMP, bupati meminta uang syukuran antara Rp 15 juta sampai Rp 20 juta. Uang syukuran terkait promosi dan mutasi atau supaya tetap menjabat. Penerimaan dikoordinir Bambang Teguh Setia dan Sugiyanto. Bupati didakwa menerima Rp 1,320 miliar dari 49 Kepsek SMP se Klaten. Berikutnya, suap terkait pengukuhan dan promosi Kepsek SMK/SMA. Bupati meminta uang syukuran berkisar Rp 50 juta kepada Kepsek yang ingin tetap mejabat dan Rp 150 juta kepada guru yang ingin mejadi Kepsek. Atas promosi itu, bupati menerima Rp 1,410 miliar dari 21 Kepsek SMK/SMA se Klaten yang dilantik 23 September 2016. Pada Desember 2016, bupati juga menerima suap atas penerimaan pegawai BUMD Klaten. Yaitu penerimaan pegawai pada Bank Klaten, PDAM dan RSUD Bagas Waras) serta perusahaan Aqua. Selaku Komisaris BUMD, Sri Hartini meminta anak buahnya menjaring mereka yang berminat menjadi pegawai. Syaratnya memberi uang syukuran Rp 50 juta sampai Rp 150 juta. Atas penerimaan 23 orang yang diusulkannya menjadi pegawai BUMD, Sri Hartini menerima Rp 2,089 miliar. Penerimaan juga terjadi atas pemotongan dana aspirasi atau bantuan keuangan. Dibantu anaknya, Andi Purnomo atas dana bantuan dari pos APBD-P 2016, dipotong 15 persen dari yang diterima desa. Sebesar 10 persen diminta di awal dan 5 persen usai pencairan. Dari anggaran APBD murni 2016, APBDP 2016 dan untuk mendapatkan bantuan APBD murni 2017, Sri Hartini menerima uang Rp 4,273 miliar. Penerimaan lain, yaitu fee 10 persen dari proyek Dinas Pendidikan APBD P TA 2016. Bupati bersama anaknya Andi Purnomo berjanji akan memberi anggaran perubahan TA 2016 dengan syarat memberi 10 persen sebagai uang pengembalian. Sri Hartini yang ditahan sejak 31 Desember 2016 lalu dijerat, pertama melanggar Pasal 12 huruf a UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang pemberantasa tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Kedua, pasal 12 huruf b UU yang sama Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.rdi

0 comments:

Posting Komentar