Ong Budiono Anggap Perkaranya Kabur

SEMARANG-  Ong Budiono (48), Ketua RT 2 RW 2 di Karanganyu Semarang Barat yang disidang atas tuduhan pemerasan dan pengancaman menilai perkaranya kabur. Lewat pengacaranya, Ong menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kabur. Ong sebelumnya didakwa memeras dan pengancam Setiadi Hadinata, Direktur PT Synergy Niagatam Indonesia (SNI).
Osward Feby Lawalata dan Isakh Rons pengacaranya menyatakan, perkara itu sangat dipaksakan, penuh rekayasa.
" Uang yang ditagih itu kewajiban saksi Setiadi sebagai warga. Dakwaan sangat penuh rekayasa, mengkonstruksikan iuran adalah uang ilegal dan pemerasan. Padahal berdasarkan Peta Wilayah Kota sejak 1995 yang tidak pernah berubah, ruko masuk dalam RT 02 dan bukan RT 01," kata Osward kepada wartawan usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kamis (9/2).
Dikatakannya, saksi sendiri pada bulan Januari 2012 datang ke terdkawa melaporkan sebagai warga baru. Ia minta dibuatkan surat pengantar domisli dan pernah ikut rapat warga. Setiadi juga membayar iuran.
"Dakwaan cacat hukum karena mendakwakan peristiwa yang bukan peristiwa pidana melainkan peristiwa sosial. Delik pemerasan adalah delik materil dan bertumpu pada akibat diserahkannya uang. Namun uang belum diserahkan dan baru diminta serta belum diberikan," kata Osward meminta majelis hakim menolak dakwaan jaksa.
Menurutnya, peristiwa itu biasa terjadi dan hidup di masyarakat. Sanksi warga kepada warganya adalah sanksi sosial bukan pidana.
"Ini sanksi terhadap warga yang arogan dan tidak menjunjung tinggi nilai-nilai masyaraakt yang hidup dan berlaku sejak dahulu. Hakim harus jeli dan menggali perkara ini," kata dia pada sidang yang ditunda 16 Februari mendatang beracara tanggapan jaksa.
Atas dasar menagih iuran warga, Ong yang ditahan penyidik Mabes Polri 1 Januari lalu dan dialihkan menjadi tahanan kota saat tahap II pada 19 Februari hingga sekarang dinilai bersalah.
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum mengancam agar korban memberikan uang. Kasus terjadi pada Agustus 2012-Februari 2013. Bermula Juli 2012 saat Setiadi membeli ruko di Jalan Anjasmoro Raya No 1-A/1-2 RT 1 RW 2 untuk kantornya. Pada 28 Agustus Ong selaku ketua RT datang dan dengan nada mengancam Setiadi harus wajib membayar iuran warga, uang cctv, perbaikan taman. Jika tidak maka pintu belakang akan dibongkar paksa seperti halnya pemilik lama.
Terdakwa menegaskan, sebagaimana ke pemilik lama, pihaknya pernah menutup pintu belakang dengan pohon. Padahal nyatanya, ruko masuk wilayah RT 1.
Atas hal itu, 30 Agustus, kali pertama Setiadi mentransfer Rp 1,5 juta. Kedua pada 1 Februari 2013 sebesar Rp 600 ribu lewat bendahara RT, Kang Po Liong.
Merasa takut dan terpaksa, korban mencari informasi datang ke Kelurahan Karangayu mengenai status domisilnya. Sesuai Surat Keterangan Domisili tanggal 18 Juni 2014 yang menyatakan rukonya masuk wilayah RT 1RW 2. Hal itu dikuatkan SPPT PBB Tahun 2014.
Pada 16 Mei 2013 sebelumnya korban menerima surat lagi perihal tunggakan tagihan pembayaran iuran sebsar Rp 6.450.000 dari terdakwa. Dengan ancaman, disebut jika tidak dibayar pihak terdakwa akan bertindak tegas menutup pintu belakang ruko.
Menjawab itu, korban mengirim surat ke terdakwa berisi tidak lagi mengurusi uruaan adminitrasi dan iuran watga RT 2. Atas surat itu, Ong tanggal 1 September 2014 mengirim surat balasan. Isinya menerangkan, ruko masuk di RT 2, warga akan menutup pintu dan saluran air serta meminta Setiadi membangun kembali tempat sampah warga terhitung 15 hari kemudian.
Lewat kuasa hukumnya, pada 11 September Setiadi mensomasi terdakwa dan warga agar mencabut ancamannya serta minta maaf namun tidak ditanggapi. 
Pada 15 September terdakwa bersama sekelompok orang (warga) dengan ancaman pencemaran nama baik berteriak-teriak mendatangi ruko dan berkata kasar.
Merasa nama baiknya tercemar serta dirugikan Rp 2,1 juta, Setiadi melapor terdakwa ke Mabes Polri.rdi

0 comments:

Posting Komentar