Kerugian Negara Kasus Korupsi Harus Jelas. Dampak MK Hapus Frase 'dapat' Pada UU Tipikor

SEMARANG - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jateng, Sugeng Pudjianto menegaskan penanganan korupsi berbeda dengan sebelumnya. Kerugian negara atas korupsi yang ditangani harus pasti dan jelas. Hal itu berbeda dengan penanganan sebelumnya, bahwa soal kerugian negara bisa ditentukan belakangan.
"Terkait putusan MK (Mahkamah Konstitusi), kasus korupsi harus ada kerugian negara dulu. Baru sifat melawan hukumnya. Kalau dulu sifat lnya dulu baru dicari kerugian negara," kata Sugeng dalam sambutannya saat pengambilan sumpah pelantikan dan serah terima jabatan pejabat eselon III di lingkungan Kejati Jateng, Jumat (17/2).
Menurutnya, perbedaan itu akan menjadikan adanya kepastian hukum. "Supaya ada kepastian. Kata "dapat" (merugikan keuangan negara-red) dihilangkan pada Pasal 2 dan Pasal 3 (UU Tipikor). Tolong ini dicermati," katanya.
MK pada putusannya nomor 25/PUU-XIV/2016 yang dijatuhkan pada 25 Januari 2017 lalu oleh sembilan hakim konstitusi, salah satunya Patrialis Akbar. MK menghapus frase kata ' dapat' dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah UU nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
MK menilai kata 'dapat' tidak sesuai perkembangan politik hukum pemberantasan korupsi. Hal itu dikaitkan UU nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan (UU AP) yang mengutamakan dari pendekatan pidana menjadi pendekatan hukum administrasi.
MK juga menilai frasa “atau orang lain atau suatu korporasi” mengandung makna yang
ambigu dan tidak pasti. Karena akan menjaring seluruh perbuatan yang
disengaja, tidak disengaja atau bahkan perbuatan yang diawali dengan
maksud baik. Seseorang mungkin bisa dikenai tindak pidana korupsi walaupun seorang aparatur sipil negara
mengeluarkan suatu kebijakan dengan itikad baik dan menguntungkan negara
atau rakyat dan pada saat yang lain menguntungkan orang lain atau korporasi. Meski kebijakan tersebut sama sekali bukan merupakan perbuatan jahat.
Putusan MK diwarnai adanya pendapat berbeda oleh hakim atau dissenting opinions (DO). Dari sembilan, empat hakim I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, Aswanto, dan Maria Farida Indrati menilai penghapusan itu akan berkonsekuensi mengubah delik korupsi dari formil ke materiil.
Mutasi Kajari
Sementara mutasi kemarin dilakukan terhadap sejumlah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) di Jateng serta Asisten Pembinaan Kejati Jateng. Mereka yang menduduki jabatan, Sungarpin Asisten Pembinaan, Nur Mulat Setiawan Kajari Purbalingga, Erry Pudyanto Marwantoro Kajari Kebumen, Eko Hening Wardoyo Kajari Kabupaten Magelang. Bambang Marwoto Kajari Sukoharjo, Eko Prayitno Kajari Kabupaten Tegal, Yudi Herdarto Kajari Kendal, Bambang Setyadi Kajari Salatiga, Dwianto Prihartono Kajari Jepara dan F Juwariyah Kajari Temanggung.
"Pergantian pimpinan merupakan hal wajar. Ada yang promosi. Alhamdulilah di Jateng promosi semua. Berarti kinerja di Jateng baik. Kami berpesan ke Kajari baru, jangan  kalah dengan Kajari sebelumnya. Apa yang bisa dikerjakan, kerjakan dan segera  menyesuaikan diri. Mayoritas mereka yang di sini stok lama. Jadi bukan mengajari lagi tapi berlari. Segera lari jangan bikin gaduh. Kalau menangani korupsi jika alat bukti cukup jangan takut," kata Kajati.rdi.

0 comments:

Posting Komentar