Modus Korupsi Pupuk Perhutani Jateng

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan pupuk urea tablet di Perum Perhutani unit 1 Jawa Tengah periode 2010-2011 dan 2012-2013.
Untuk pengadaan pupuk urea tablet di Perum Perhutani unit 1 Jawa Tengah periode 2010-2011, KPK menetapkan 3 (tiga) tersangka, yakni mantan Kepala Perum Perhutani HSW (Heru Siswanto), mantan Dirut PT Berdikari ASS (Asep Sudrajat Sanusi), dan mantan Kepala Biro Pembinaan Sumber Daya Hutan PerumPerhutani Unit 1 Jawa Tengah atas nama BW (Bambang Wuryanto).
Sedangkan untuk pengadaan periode 2012-2013, penyidik KPK menetapkan 2 (dua) tersangka, yakni Kepala Perum PerhutaniUnit 1 Jawa Tengah atas nama THS (Teguh Hadi Siswanto) dan Dirut PT Berdikari Persero atas nama LEA (Librato El Arif).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, tersangka diduga sengaja menggelembungkan harga demi mendapatkan keuntungan.
"Modus pengadaan yang didalami, adanya indikasi mark up harga pupuk dan ada indikasi kerugian negara ke sejumlah pihak, orang per orang dan korporasi," kata Febri kepada wartawan di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2017).
Menurutnya, pengusutan kasus ini lantaranKPK memiliki roadmap untuk memantau salah satu sektor yang berkaitan dengan ketahanan pangan.
"Masih akan berkoordinasi dengan BPK untuk perhitungan kerugian keuangan negara. Kami concern penindakan dan pencegahan terkait ketahanan pangan termasuk suap dalam kasus pupuk atau pengadaannya," kata Febri.
Atas perbuatan tersebut, kelima tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Berdasarkan penghitungan sementara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan kerugian keuangan negara akibat kasus itu mencapai Rp 10 miliar. Namun KPK masih terus berkoordinasi dengan BPK untuk melakukan penghitungan secara pasti.
"Secara umum kami bisa sampaikan modus dalam pengadaan ini yang didalami adalah adanya indikasi markup harga pupuk dan juga ada indikasi sejumlah kerugian keuangan negara mengalir pada sejumlah pihak orang per orang. Jadi ada orang per orang yang diperkaya disini dan korporasi," katanya.
Penetapan tersangka itu merupakan pengembangan dari kasus serupa yang menjerat Direktur Keuangan PT Berdikari, Siti Marwah. Siti telah divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Siti terbukti menerima fee Rp 2,2 miliar terkait jual-beli pupuk dengan sejumlah rekanan bisnis PT Berdikari. Jual-beli pupuk tersebut terjadi dalam kurun waktu 2010-2012 di PT Berdikari. Siti menerima fee Rp 350-450 untuk setiap kilogram pupuk.
Selain sebagai Direktur Keuangan, Siti bertindak sebagai vice president di PT Berdikari. Pupuk yang dikirim ke PerumPerhutani kemudian dibayar biaya produksinya oleh PT Berdikari. Komisinya ditransfer ke rekening Siti, yang totalnya mencapai Rp 2,2 miliar.

Sumber : tribunjateng.com

2 Kepala Perhutani Jateng Tersangka Korupsi

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua Kepala Perusahaan Umum (Perum) Perhutani Unit 1 Jawa Tengah yang menjabat dalam dua periode berbeda sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan pupuk urea tablet. Heru Siswanto, Kepala Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah periode 2010-2011, dan Teguh Hadi Siswanto, Kepala Perum Perhutani Unit I Jateng periode 2012-2013 diduga melakukan markup harga pupuk saat mereka memimpin.
Tak hanya Heru dan Teguh, KPK juga menetapkan Asep Sudrajat Sanusi (Dirut PT Berdikari periode 2010-2011), Librato el Arif (Dirut PT Berdikari periode 2012-2013), dan Bambang Wuryanto (Kabiro Pembinaan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah periode 2010-2011). sebagai tersangka.
Jubir KPK, Febri Diansyah menjelaskan, Heru Siswanto, Asep Sudrajat Sanusi, dan Bambang sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan pupuk urea tablet di Perum Perhutani Unit I Jateng tahun 2010-2011. Sementara Teguh, dan Librato menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan pupuk urea tablet di Perum Perhutani Unit I Jateng tahun 2012-2013.
"Untuk pengadaan periode 2010-2011, penyidik KPK menetapkan tiga tersangka, yakni HSW (Heru Siswanto), ASS (Asep Sudrajat Sanusi), dan BW (Bambang Wuryanto). Sedangkan, untuk pengadaan periode 2012-2013, penyidik KPK menetapkan dua tersangka, yakni LEA (Librato el Arif), dan THS (Teguh Hadi Siswanto)," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/1) malam.
Para petinggi dua perusahaan berplat merah ini diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dalam kegiatan pengadaan pupuk urea tablet di Perum. Kelima tersangka ini diduga kongkalikong untuk menggelembungkan harga pupuk. Akibatnya, keuangan negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 10 miliar.
"Ada indikasi kerugian negara untuk saat ini sebesar Rp 10 miliar. Kami masih koordinasi dengan BPK untuk perhitungan kerugian negara," kata Febri.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dikatakan Febri, kasus yang menjerat para petinggi PT Berdikari dan Perum Perhutani Unit I Jateng ini merupakan pengembangan atas kasus dugaan suap pengadaan pupuk yang dilakukan PT Berdikari. Dalam kasus ini, penyidik KPK telah menjerat mantan Direktur Keuangan PT Berdikari, Siti Marwa; Dirut CV Jaya Mekanotama, Aris Hadiyanto, Komisaris CV Timur Alam Raya, Sri Astuti, dan seorang swasta bernama Budianto Halim Widjaja.
"Perkara ini pengembangan dari perkara sebelumnya yang sudah diproses. Siti Marwa tersangka sejak Maret 2016. Budianto dan Sri Astuti ditetapkan tersangka pada April 2016, dan Aris Hadiyanto ditetapkan tersangka pada Juni 2016. Ada yang sudah divonis dengan empat tahun dan tiga tahun hukuman. Sementara Sri Astuti masih tahap penuntutan," kata Febri.

Sumber : beritasatu.com

Vonis Banding Korupsi Kasda Semarang Menguatkan. DAK Tetap Dihukum 9 Tahun Penjara

SEMARANG - Upaya banding yang ditempuh Diyah Ayu Kusumaningrum (DAK), terdakwa perkara dugaan korupsi dana kas daerah Pemkot Semarang tahun 2007-2014 tak membuahkan hasil. Harapan menempuh banding, merubah putusan sebelumnya kandas. Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Tengah, pemeriksa perkara banding mantan pegawai BTPN Semarang Cabang Pandanaran itu tetap menyatakan DAK korupsi. PT menguatkan putusan 9 tahun penjara terhadap DAK sebelumnya.
Putusan banding dijatuhkan PT Jateng 9 Januari lalu dalam perkara nomor 24 / Pid Sus TPK / 2016 / PT SMG. Panitera Muda Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tipikor Semarang, Heru Sungkowo mengatakan, pemberitahuan putusan telah disampaikan ke para pihak. "Isinya tentang putusan PT Semarang atasnama terdakwa Diyah Ayu Kusumaningrum binti I Made Suela," kata Heru kepada wartawan, Kamis (19/1) di kantornya.
Dalam putusannya, kata Heru, PT menerima permintaan banding Jaksa Penunut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Semarang dan penasihat hukum terdakwa. "Menguatkan Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Semarang nomor 75/Pid.Sus-TPK/20 16/PN Smg tanggal 21 Oktober 2016 yang dimintakan banding tersebut," kata Heru.
Dalam putusannya, PT juga membebankan biaya perkara kepada terdakwa dalam kedua tingkat peradilan sebesar Rp 5.000. "Relas pemberitahuan sudah kami sampaikan. Kepadanya diberikan hak untuk mengajukan kasasi dalam tenggang waktu yang telah ditentukan," kata dia.
Zahri Aeniwati, JPU yang menangani perkara DAK mengakui turunnya putusan banding itu. "Kami sudah dapat pemberitahuannya. Salinan putusannya belum. Kami akan berkoordinasi dengan pimpinan untuk menentukan sikap," kata dia dikonfirmasi.
Senada diakui Ahmad Hadi Prayitno, pengacara DAK. "Baru pemberitahuan, salinan putusan belum dapat. Kami akan menunggu salinan putusan, mempelajari dan baru menentukan sikap," kata Prayitno berharap segera menerima salinan putusan PT Jateng.
Pada 21 Oktober 2016, majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang diketuai Antonius Widijantono menjatuhkan putusan 9 tahun penjara, pidana denda Rp 100 juta, subsidair 2 bulan kurungan terhadap DAK.  DAK juga dipidana agar mengembalikan Uang Pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp 21,5 miliar subsidair pidana 3 tahun penjara.
Vonis hakim lebih rendah dari tuntutan JPU yang meminta DAK dipidana 13,5 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsidair 3 bulan kurungan. Serta membayar UP Rp 21.733.930.336 subsidair 6 tahun 9 bulan.
DAK dinilai bersalah menyimpangan uang Kasda dan merugikan negara. Mantan Personal Bangking Manajer (PBM) BTPN Semarang itu dinilai terbukti bersalah korupsi bersama-sama dan berlanjut, merugikan negara Rp 21,7 miliar. DAK juga dinilai bersalah menyuap Suhantoro, mantan Kepala UPTD Kasda Semarang Rp 152 juta.
Berdasarkan pemeriksaan 20 lebih saksi, ahli disesuaikan barang bukti, DAK terbukti melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU pemberantasan  Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.  Serta Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kedua. DAK dibebaskan dari dakwaan primair pasal 2.
DAK dinilai menguntungkan  diri sendiri atau  orang lain, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana karena jabatan sebagai PBM atau karena kedudukannya atas pengelolaan dana kasda. Sejak 16 Januari 2008-Januari 2014 DAK telah menerima dana tunai dari R Doddy Kristiyanto (mantan Kepala UPTD Kasda) dan Suhantoro sejak 4 Februari -6 Mei 2014 sebanyak 311 kali sebesar Rp 38.931.299.200. Dari seluruhnya hanya disetorkan sebanyak Rp 12.213.950.700. Sedangkan Rp 26.717.348.500 tidak disetor.
Meski pada Juni 2010 dimutasi ke Jakarta dan 2012 pindah ke bank lain, DAK tetap menghandle, mengambil setoran Pemkot meski sudah tidak berwenang, karena diganti Putri Septi Bugianto.
DAK membuat catatan dokumen fiktif, menyerahkan ke UPTD Kasda, membuat rekening koran giro dan deposito fiktif sejak 2008-2014. Membuat sendiri bilyet giro bank Rp 22,7 miliar. Membayar bunga deposito memakai uang pribadi. Membuat slip setoran tanpa validasi.
Berdasar audit kerugian negara BPK Jateng dalam LHP tertanggal 2 Oktober 2015, DAK dinilai hakim merrugikan secara nyata dan dapat dihitung sebesar Rp 26,7 miliar.
Dari jumlah itu, masuk sebagai pengembalian Rp 4.983.418.164 ke rekening giro Pemkot atau deposito. Sehingga kerugian sebesar Rp 21.733.930.336.
Terkait unsur penyertaan, hakim menyatakan, atas setoran UPTD Kasda oleh R Doddy K dan Suhantoro ke terdakwa yang disetor sebagian. Suhantoro dan Doddy dinilai hakim tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian dan cermat.
Pasalnya keduanya menyerahkan setoran tanpa memperhatikan beberapa halil. Yaitu, DAK tidak pernah membawa surat tugas, tidak dikawal, UPTD Kasda merima slip tanpa validasi. Tidak berkoordinasi dan komunikasi ke bank untuk memastikan uangnya masuk dan hanya mendasarkan pada rekening koran dari terdakwa. Atas hal itu unsur korupsi bersama-sama terpenuhi.
Atas kerugian Rp 21.733.930.336, DAK yang dinilai bersalah menyuap Suhantoro sebesar sekitar Rp 152 juta dikurangkan. Sehingga kerugian yang ditanggung DAK sebesar Rp 21.581.630.336. Enam kali DAK terbukti memberikan uang ke Suhantoro agar tidak dilakukan penarikan dana kasda.
Dalam putusannya, hakim juga menyatakan barang bukti nomor 1-169 dikembalikan penyidik Polrestabes Semarang untuk perkara lain. Vonis dipertimbangkan, hal memberatkan, korupsi kejahatan luar biasa. Hal meringankan, DAK bersikap sopan dan belum pernah dihukum.
Selain Suhantoro yang telah dipidana 2,5 tahun atas kasus gratifikasi. Polrestabes Semarang yang menyidik, akhir 2016 lalu telah menetapkan Doddy, Kabid pada DPKAD Semarang sebagai tersangka atas korupsi itu. Perkaranya masih disidik dan belum dilimpahkan ke penuntut umum. Sementara, Suhantoro dalam perkara itu ( di luar gratifikasi) belum diproses. Ia diketahui juga berstatus terpidana korupsi KONI Semarang 2012 dan 2013.
Doddy dan Suhantoro, dua mmantan Kepala UPTD Kasda pada DPKAD itu terlibat atas rekayasa penempatan uang Kasda. Selain mereka, Ardana Afianto mantan suami DAK juga diduga terlibat. Termasuk pihak-pihak lain yang disebut terlibat dan menerima keuntungan.rdi

Joko Edan Dihukum 18 Bulan Penjara. Dalang Kondang Semarang Terjerat Narkoba

SEMARANG - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang menjatuhkan pidana selama 1,5 tahun penjara terhadap Djoko Hadi Widjojo alias Ki Joko Edan, Kamis (19/1).  Hakim menyatakan dalang kondang asal Kota Semarang itu  terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 127 ayat 1 Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Djoko Hadi Widjojo terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri. Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa selama satu tahun dan enam bulan kurungan," kata Pudjo Hunggul ketua majelis hakim, membacakan amar putusannya, kemarin.
Hakim menyatakan pidana penjara tersebut dikurangkan dengan rehabilitasi medis maupun sosial yang dijatuhkan. Joko diwajibkan melakukan rehab medis selama empat bulan dan rehab sosial selama empat bulan.
"Mengurangkan lamanya proses rehabilitasi medis dan sosial itu terhadap lamanya pidana penjara yang dijalani terdakwa," imbuh hakim.
Alasan yang menjadi pertimbangan hakim, hal yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan narkotika. Sementara hal yang meringankan, terdakwa sopan, menyesali perbuatannya dan masih memiliki tanggungan keluarga.
"Selain sudah tua dan terdakwa merupakan seniman dalang yang telah berjasa pada kesenian," terang hakim.
Atas putusan itu, terdakwaJoko Edan langsung menerima. Ia mengaku tobat dan tidak akan mengulangi perbuatannya.
"Saya menyesal, saya menerima hukuman, saya tobat," kata dia.
Kepada terdakwa Joko Edan, Pudjo Hunggul mengingatkan pentingnya pran suci seorang dalang. Seorang dalang tidak boleh memberikan contoh yang tidak baik. "Wayang merupakan tradisi adiluhung yang mengajarkan nilai serta norma dalam kehidupan. Apalagi saudara adalah dalang yang selalu menyampaikan kebaikan-kebaikan dalam lakon wayang. Seharusnya memberi contoh yang baik, seorang dalang itu dituntut suci dan bersih sehingga ajarannya dapat ditaati masyarakat. Jadikan ini pembelajaran hidup untuk lebih baik," pungkas hakim Pujo Unggul.
Vonis 1,5 tahun penjara Joko Edan diketahui lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umim ( JPU) yaitu agar dipidana 2 tahun.  Joko Edan ditangkap Polda Jateng di rumahnya atas kasus penyalahgunaan narkoba di rumahnya. Ia ditahan dan disidang. 
Terdakwa mendapatkan sabu-sabu dari seorang bernama Rustam. Joko disebut sering menggunakan sabu di rumahnya, khususnya sebelum ia mendalang.
Terakhir sebelum memakai, terdakwa memesan sabu-sabu sebanyak 0,5 gram sekitar September 2016 lalu. Sabu diketahui sudah dipakai sebagian, sebelum berangkat pentas manggung di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Usai memakai, terdakwa ditangkap petugas Direktorat Reserse Narkotika Polda Jawa Tengah di rumahnya. Darinya diamankan barang bukti sabu-sabu sebanyak 0,4 gram. Selain itu, petugas juga mengamankan alat hisap bong sabu dan handphone.
Tuntutan pidana Jpko diketahui cukup tingi. Diketahui kasus narkoba belakangan paling banyak terjadi dan menyeret sejumlah tokoh penting. Sejak akhir tahun 2016 hingga awal 2017, beberapa pihak diketahui disidang atas kasus obat terlarang itu.
Diantaranya, dosen Fakultas Hukum Undop Yuli Adi Prasetyo, anggota DPRD Kudus Agus Imakudin. Meski telah lama memakai narkoba keduanya dituntut dan divonis rehabilitasi. Kasus narkoba juga menyeret seorang oknum polisi Polrestabes Semarang, Dhika R dan advokat Budi Kiatno. Keduanya masih proses sidang.rdi

Superman Divonis 1,5 Tahun Penjara. Korupsi Dana Desa Rp 1,6 Juta di Banjarnegara

SEMARANG - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang menjatuhkan putusan pidana penjara selama 1,5 tahun terhadap Superman. Bendahara Desa Sigeblog Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara, terdakwa korupsi dana desa tahun 2015 itu dinyatakan bersalah korupsi. Superman dinilai korupsi, memperkaya diri sebesar Rp 1,6 juta.
"Terdakwa dipidana 1 tahun 6 bulan penjara," kata Nugroho Budiantoro, pengacara Superman kepada wartawan di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (19/1).
Selain Superman turut dipidana Bidin, Kepala Desa Sigeblog. Putusan sama juga dijatuhkan terhadap Bidin.
Dari pemeriksaan sidang, majelis hakim dipimpin Ari Widido menyatakan, keduanya terbukti menyalahgunakan wewenang, korupsi dan merugikan negara.
"Melanggar Pasal 3 jo Pasal 18  UU RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan subsidair penuntut umum," kata Ari Widodo dalam putusannya.
Dugaan korupsi menyeret Bidin dan Superman, atas korupsi penggunaan Dana Desa (DD) di desanya tahun 2015 untuk proyek pengaspalan jalan. Keduanya dinilai menyimpangkan dan merugikan negara sekitar Rp 150 juta lebih. Dari jumlah itu Bidin dinilai mendapat keuntungan Rp 143.446.760. Sedangkan Superman sebesar Rp 1,6 juta. 
"Atas vonis itu, terdakwa menyatakan menerima," kata Nugroho  Budiantoro menambahkan.
Vonis terdakwa Bidin diketahui lebih tendah dari tuntutan pidana 2 tahun. Sementara Superman sebelumnya dituntut 18 bulan penjara.
Selain selain pidana 18 bulan penjara, kedua terdakwa juga dipidana denda masing-masing sebesar  Rp 50 juta. Bidin dibebani membayar uang pengganti sebesar  Rp 143.446.760. Superman membayar uang pengganti sebesar Rp 1,6 juta.
Penyelewengan terjadi atas dua kegiatan yakni pengaspalan jalan dan pembangunan gedung TPQ yang bersumber dari DD 2015. Pada tahun 2015, di Sigeblog ada empat kegiatan. Dua didanai DD, satu didanai ADD dan satu kegiatan didanai Bantuan Provinsi. Keduanya diduga menyelewengkan dana untuk keperluan pribadinya. Modusnya dengan memotong dan menggunakan anggran kegiatan serta merekayasa laporan realisasi kegiatan.rdi

Tuntutan Terdakwa Korupsi DKP Semarang Ditunda

SEMARANG - Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum siap menyampaikan tuntutan pidana perkara dugaan korupsi dana pengadaan, pengelolaan taman dan ruang terbuka hijau (RTH) pada Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Semarang tahun 2012. Zahri Aeniwati, JPU mengaku masih menyusun tuntutan pidana untuk Mustakim, mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu DKP itu.
"Surat tuntutan belum sempurna. Ini masih proses penyusunan. Kami minta waktu seminggu lagi," kata Aeniwati dalam sidang dipimpin hakim Antonius Widijantono, Rabu (18/1).
Atas penundaan itu, majelis hakim memberi kesempatan seminggu depan terhadap JPU mengajukan tuntutan. "Karena jaksanya belum siap. Oleh karena itu ditunda seminggu lagi," kata Antonius di dampingi Sininta Y Sibarani dan Hadrianus, hakim anggota.
Mustakim dinilai korupsi bersama Sudjadi, atas dugaan penyalahgunaan wewenangnya. Selaku Kuasa Pengguna Anggaran, Sudjadi menggunakan dana kegiatan tak sesuai ketentuan. Beberapa kegiatan dikerjakan sendiri dan dibuatkan Lpj fiktif dengan mencatut perusahaan.
Mereka dipinjam bendera company profilnya meski nyatanya tidak melakukan pekerjaan. Sebagian dipalsu tandatangan dan stempelnya.
Atas peminjaman itu, pemilik perusahaan mengetahui dan mendapat fee berkisar Rp 500 ribu sampai 3 juta. Perusahaan menerima pencairan kegiatan lewat rekening.  Uang dicairkan lalu diserahkan kembali ke DKP lewat Mustakim selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu.
Diketahui dari 35 rekanan, sekitar 32 diantaranya diduga dicatut sebagai rekanan dan dijadikan bahan laporan kegiatan. Adminitrasi pengurusan itu dilakukan Mustakim.
Korupsi terjadi atas tujuh kegiatan pada dinas terkait. Yaitu pemeliharaan sarana prasana taman kota Rp 744,4 juta, rehab Simpanglima Rp 60 juta, pemeliharaan RTH Rp 350 juta, rehab taman Rp 900 juta, pemeliharaan dekorasi kota Rp 1,2 miliar, pemeliharaan pohon pelindung turus jalan Rp 100 juta. Total anggaran kegiatan Rp 3,784 miliar.
Penyimpangan dilakukan atas pemeliharaan sarpras Rp 667,7 juta, rehab Simpanglima Rp 60 juta, pemeliharaan RTH Rp 99,9 juta, pemeliharaan dekorasi kota Rp 149,5 juta. Pemeliharaan pohon pelindung turus jalan Rp 99,4 juta, studi kelayakan dan DED penghijauan eks Pasar Rejomulyo Rp 6,6 juta.
Selain itu juga atas dana yang dicairkan berdasarkan SP2D-LS. Kegiatannya tidak dilaksanakan tetapi dibuatkan Lpj fiktif. Pemeliharaan sarpras taman kota Rp 74,9 juta, pemeliharaan RTH Rp 124 juta.rdi

Wahyu Hanggono, Bos PT Indonesia Antique Sebut Korban Kriminalisasi

SEMARANG -  Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Wahyu Hanggono, Direktur PT Indonesia Antique (IA) korupsi atas pemembobolan kredit BRI Rp 3 miliar dan Bank Mandiri Rp 7,5 miliar atau total Rp 10,5 miliar tahun 2011. Narapidana 6,5 tahun korupsi Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Semarang itu dinilai bersalah, mengajukan kredit tak sesuai prosedur.
"Korupsi terjadi pada BRI Cabang Kartosuro Solo dan PT Mandiri (Persero) Tbk Busines Bangking Center (BBC) Solo," kata Ari Praptono, JPU Kejati Jateng membacakan dakwaannya pada sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (18/1).
Memakai 21 nama anak buahnya, calon plasma perusahaan mebelnya, Wahyu menjadi avalis atau penjamin mengajukan kredit program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Atas kredit beragunan sejumlah aset sertifikat tanah, mesin, deposito dan jaminan asuransi kredit itu cair Rp 10,5 miliar.
"Jangka waktu kredit selama 12 bulan," kata Ari didampingi Sri Heryono membacakan dakwaannya yang disusun secara komularif itu di hadapan majelis hakim dipimpin Antonius Widijantono.
Usai disetujui bank, dana diterima kreditur, lalh dana diterima dan dikelola terdakwa. Pada perjalanannya, kredit tak dibayar. Akibatnya, ia dinilai merugikan negara sebesar Rp 10,5 miliar.
"Terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang- undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan  Undang- undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," imbuh JPU yang merenvoi dakwaan dan menghapus adanya Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana itu.
Atas dakwaan itu, terdakwa didampingi dua pengacaranya, Hono Sejati dan Dedi  A Cahyono menyatakan keberatan dan menilai dakwaan kabur. Wahyu menilai hanya korban kriminalisasi."Kami akan eksepsi minggu depan," kata Wahyu.
Menurut Hono, perkaranya Wahyu seharusnya masuh ranah perdata, bukan pidana. "Itu ranah perdata. Karena ada pinjam meminjam terdakwa dengan bank. Ada perjanjian, jaminan dan agunan kredit. Sehingga tidak pas tentang kompetensi absolut pengadilan tipikor memeriksa perkaranya," kata Hono kepada wartawan di luar sidang.
Wahyu didakwa sebagai avalis atau penjamin plasma atas kredit di BRI dan Mandiri. Di tengah perjalanan kredit, ia dipailitkan dan tak mampu membayar. "Ada kekurangan bayar dan itu bukan wanprestasi. Soal kerugian negara Rp 3 miliar dan 7.5 miliar, hitungan itu tidak jelas. Karena angsuran kredit pernah beberapa kali dibayar dan kekurangannya, telah dibayar asuransi. Dakwaan jaksa prematur karena ini murni KUHPerdata. Masuk pidana jika ada pegawai bank lakukan korupsi atau suap. Ada perbuatan melawan hukum saat kredit. Tapi ini murni pinjaman,  disetujui, dicairkan dan pihak asuransi juga membayar. Artinya tidak ada masalah pidana," kata Hono dan Dedi menilai terdakwa telah dikriminalisasi.
Wahyu mengajukan kredit di Mandiri dan BRI dan cair Mei dan Juni 2011. Pada 7 Mei 2012, Wahyu dan PT IA digugat ke PN Semarang, dua kreditur atas hutang Rp 140 juta tahun 2010 silam. Pada 8 Juni 2012 perkara diputus dan dinyatakan pailit.
Efek pailit, hutang di BRI dan Mandiri tak terbayar. Seluruh asetnya disita kurator dan dilelang.  Aset senilai lebih dari pinjaman bank dijual. Namun hasilnya tak cukup melunasi hutangnya.rdi