Libatkan Akuntan Publik, BPK Jateng Didorong Lebih Kritis

SEMARANG - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jateng akan melibatkan Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam memeriksa laporan keuangan seluruh entitas Pemerintah Kabupaten/ Kota. Uji coba pemeriksaan melibatkan KAP telah dilakukan tahun lalu di Banyumas, Jepara dan Boyolali.
Kepala BPK Jateng, Hery Subowo mengatakan, mulai April mendatang, KAP resmi dilibatkan audit. Namun dari 36 entitas tidak semua diperiksa KAP. KAP baru akan memeriksa Pemkab Purworejo. Lainnya masih diperiksa BPK.
"Itu didasarkan UU No.12 / 2004, bahwa BPK dapat mengunakan pemeriksa di luar BPK untuk dan atasnama BPK. Salah satunya KAP. Di Jateng. Kami baru pemeriksaan pendahuluan. Terincinya di Purworejo akan diperiksa KAP. Mulai awal April. BPK tetap masuk dalam struktur dalam tim sebagai ketua da  penanggungjawab. BPK tetap masuk dalam kombinasi," kata Hery Subowo usai audiensi dengan Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di kantornya, Jumat (24/2).
Lembaga pemeriksa publik, KAP rencananya akan mengaudit keuangan pemerintah. Dengan demikian tidak semua auditor BPK diterjunkan untuk melakukan pemeriksaan keuangan rutin. Tak dijelasjan kriteria, jumlah KAP yang akan dilibatkan.
Sementara dalam audiensi BAP dengan BPK turut mendampingi Kepala Inspektorat Jateng, Kunto Nugroho. Ketua BAP, Abdul Gafar Usman mengatakan, salah satu kewenangnnya, menindaklanjuti hasil temuan BPK yang terindikasi kerugian negara. Pialhaknya berharap, adanya komunikasi BPK dengan dengan DPD selaku wakil daerah di pusat.
"Jika ada persoalan yang perlu dikonsultasikan, akan ditindaklanjuti. Kelemahan kita kurang komunikasi. Harusnya sesuai aturan, kebijakan dan kebijaksanaan," kata anggota DPD dari Kepulauan Riau itu didampingi delapan anggota BAP.
Bambang Sadono, anggota DPD dari Jateng mengaku khawatir pemeriksaan BPK hanya formalitas. Pihaknya berharap BPK lebih kritis dalam pemeriksaan.
"Hanya mengurus formal adminitrasi sementara subtansi tidak dilakukan. Apakah BPK tidak bisa mengkoreksi alokasi Pemda yang dinilai berlebihan. Dulu (penganggaran entitas) ada supervisi BPK dengan KPK. Artinya sebelum terjadi kesalahan dan dalam pembagian alokasi," kata mantan anggota DPRD Jateng itu.
Menanggapi itu, Hery yang menjabat sejak Februari 2015 itu mengakui, pihaknya hanya bertugas secara adminitratif terkait pembelian, bukti kas dan pertanggungjawaban. " Tapi mulai 2016 sampai 2020 BPK punya renstra, diantaranya RPJM dan RPJMP,"  katanya.
Kedepan, kata Hery, pihaknya akan mengarah subtansi masalah dan meninggalkan adminitratif. Akan berangsur-angsur meninggalkan pemeriksaan keuangan.
"Kedepan akan beralih ke KAP. Daerah kecil akan dimulai. Sementara BPK ke pemeriksaan kinerja," ungkapnya.
Saat ini, imbuh Hery, pihaknya terus menggalang sinwrgi dengan berbagai pihak. Menurutnya, atas hasil auditnya dan belum direview Aparat Pemeriksa Internal Pemerintag (APIP).
"Fungsi review APIP (inspektorat) belum maksimal. Makanya kami undang dan beri pengetahuan. Bulan depan kami juga akan undang APH. Menyamakan persepesi terkait kerugian negara," ujar dia.
Dijelaskannya, saat ini pihaknya memiliki 130 pemeriksa dengan 36 entitas. Menurutnya, idealnya jumlah pemeriksa 154 orang. BPK Jateng terdiri empat  Sub Auditorat membidangi 36 entitas dan terbagi dalam Jateng satu sampai empat.rdi

19 Tahun Nyabu, Gubernur LIRA Jateng Divonis 10 Bulan Penjara. Pengacara Semarang Terlibat Narkoba

SEMARANG - Pengadilan Negeri (PN) Semarang menjatuhkan putusan 10 bulan penjara terhadap Budi Kiatno, Gubernur LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA). Vonis itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya yang menuntut pengacara di Semarang agar dipidana 15 bulan penjara.
"Rabu (22/2) lalu vonisnya dijatuhkan. Dari tuntutan satuy tahun tiga bulan, majelis memvonisnya 10 bulan penjara," kata M Reza Kurniawan, salah satu pengacara Budi Kiatno kepada wartawan mengungkapkan, Jumat (24/20.
Majelis hakim tertdiri Noer Ali selaku ketua didampingi Andi Tisa Jaya dan Muhamad Sainal selaku anggota menyatakan, Budi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Secara tanpa hak atau melawan hukum melakukan penyalahgunaan narkotika golongan I bukan tanaman jenis sabu-sabu untuk diri sendiri. "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Budi Kiatno dengan pidana penjara selama sepuluh bulan. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan," kata majelis dalam putusannya.
Atas putusan itu, baik terdakwa dan jaksa langsung menyatakan menerima. "Kami dan terdakwa menerima," imbuh Reza.
Kasus narkoba menyeret Budi Kiatno bersama tiga terdakwa lain. Terungkap pada sidang sebelumya, bahwa terdakwa Budi Kiatno telah 19 tahun memakai narkoba jenis sabu. Budi sempat mengajukan penangguhan penahanan dan minta direhabilitasi, namun ditolak majelis hakim.
Selain Budi, putusan juga dijatuhkan terhadap Tedy Buadiawan Abdullah. Majelis hakim pemeriksanya menyatakannya, ia terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagai pecandu. "Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Tedy Budiawan Abdullah berupa menjalankan rehabilitasi medis selama lima bulan di RSJ Dr. Amoni Gondohutomo Jl. Brigjend. Sudiarto No.347 Gemah Pedurungan Kota Semarang. Menetapkan masa rehabilitasi yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," kata hakim.
Sebelumnya vonis telah dijatuhkan terhadap Dhika Rakawira, oknum Resmob Polrestabes Semarang dengan rehabilitasi selama lima bulan. Putusan itu lebih rendah satu bulan dari tuntutan jaksa. Vonis sama dijatuhkan terhadap terdakwa Welly Hernanto.
Kasus penyalahgunaan narkoba terungkap pada Sabtu (15/10) sekitar 16.40 dan terjadi di kantor IPW Jateng Ruko Peterongan Blom C Jl Mt Jaryono Semarang.
Terdakwa Budi mengirim sms ke Darpo alias Depexl (buron), pemasok sabu dan ingin membeli sabu. Pukul 21.30 Budi mentransfer Rp 1,1 jufa ke rekening atasnama Indah Riya Utami dengan pesan untuk Darpo.
"Pukul 21.05 terdakwa mendapatkan sms dari Daepo alias Depexl berisi Jalan Woltermonginsidi, masuk jln ganesa bhn plastik hitam dibawah portal sebelah knn. Dan terdakwa menjawab 30 menit tak geseri  1OO neh (Rp 100 ribu), kok bkn smg brt po? Wolter adohmen...matrial apik gak? (saya transfer seratus ribu lagi kok jauh bukan Semaramg Barat, sabu bagus ndak) dijawab itu tertanam tertindih batu bang, ya bang," unghkap jaksa dalam dakwaan sebelumnya.
Pukul 21.05 Wely yang dihubungi lalu menuju Jl Wolter Mongisidi. "Wel tolong aku ambilkan KTP (sabu di alamat) di Ganesa” dijawab Wely katanya tadi ndak akan ambil sabu lagi, koq ndak konsisten“. Terdakwa jawab “terakhir ini Wel”. Dijawab “jauh sekali  daerah Ganesa” terdakwa jawab “ini dikantor ada Tedy dan Dika”. Dijawab “Ya om”,"kata JPU.
Sambil menunggu Wely terdakwa membuaat alat bong. Pukul 22.00 Wely tiba dan menyerahka  satu paket sabu bungkus plastik.
"Sabu dipisah menjadi dua paket," lanjutnya. Selanjutnya Minggu tanggal 16 Oktober 2016 sekira pukul 00.15 WIB pada saat terdakwa mencari berkas ada petugas dari Dit Resnarkoba Polda Jateng saksi Muh Muanam dan saksi Joko Priyono beserta tim datang dan melakukan penangkapan.  Usai digeledah ditemukan dua paket sabu, satu di meja dan satu di laci serta sejumlah barang bukti lain.rdi

KPK Segera Sidangkan Ketua Komisi A Kebumen

SEMARANG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas perkara kasus dugaan suap dengan tersangka Yudhi Tri Hartanto, Ketua Komisi A DPRD Kebumen nonaktif, Kamis (23/2). Pelimpahan dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke Pengadilan Tipikor Semarang.
Selain dia, turut dilimpahkan tersangka Sigit Widodo, Kabid Pemasaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kebumen nonaktif. Keduanya juga telah dialihkan penahanannya dari Jakarta ke LP Kedungpane Semarang. Pemindahan untuk memudahkan pemeriksaan perkaranya.
Sementara, tersangka lain, Andi Pandoyo, Sekda Kebumen nonaktif dan Basikun alias Petruk, belum dilimpahkan. Andi masih ditahan di Jakarta sementara Basikun telah dipindah ke Kedungpane.
Atas pelimpahan itu, Yudhi dan Sigit segera didudukkan di kursi pesakitan sebagai terdakwa unyuk disidang.
"Hari ini (kemarin) pelimpahan berkas perkara Kebumen oleh KPK. Dua orang yang dilimpahkan, yakni Yudhi Tri Hartanto dan Sigit Widodo," kata Panitera Muda Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tipikot Semarang, Heru Sungkowo, kemarin.
Atas pelimpahan itu, Heru menyatakan telah mencatatnya sesuai nomor perkara. Berikutnya, akan diajukan ke Ketua PN Semarang untuk dikeluarkam penetapan majalis haiim pemeriksa dan jadwla sidangnya.
Terpisah dikonfirmasi, Joko Hermawan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK mengakuinya. "Baru dua itu. Dua lainnya masih proses penyidikan lebih lanjut," terangnya saat ditemui usai mengirimkan berkas, kemarin.
Dalam perkara itu, tersangka Yudhi dan Sigit dijerat  Pasal12 a, pasal 12 b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU nomo 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 Kesatu KUHP.
Selain keempatnya, dugaan suap juga menyeret Hartoyo, Komisaris Utama PT Otoda Sukses Mandiri Abadi (OSMA). Perkaranya telah lebih dulu disidang lkan.
Suap diberikan Hartoyo ke sejumlah pejabat terkait proyek di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kebumen APBD Perubahan 2016 senilai Rp 4,8 miliar. Proyek tersebut dianggarkan dalam APBD Perubahan 2016. Suap diberikan agar mendapatkan proyek yang tercantum dalam APBD Perubahan 2016 untuk pengadaan buku dan alat peraga.
KPK menyebut total uang yang dijanjikan atau commitment fee mencapai 20 persen dari total nilai proyek. Rinnciannya, 10 persen untuk pejabat eksekutif dan 10 persen untuk pejabat legislatif. Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK menyita uang Rp70 juta, uang itu diduga sebagian dari komitmen fee sebesar Rp750 juta yang dijanjikan oleh Hartoyo.rdi

Walikota dan DPRD Kota Semarang Menyimpang. Korupsi Kebijakan Tunjangan Perumahan Bagi DPRD Tak Wajar

SEMARANG - Kebijakan pemberian tunjangan perumahan Wakil Ketua Dewan dan anggota DPRD Kota Semarang oleh Walikota tahun 2015 dinilai menyimpang. Atas pemberian tunjangan meliputi listrik, air dan telepon senilai Rp 2,9 miliar harus dikembalikan ke negara.
Hal itu diungkapkan pakar Hukum Adminitrasi Negara Universitas Semarang, Dr Muhamad Junaedi. "Secara adminitrasi jika sudah diamanatkan Permendagri tiga unsur tunjangan itu dikecuali sebagai hak dewan. Secara subtansi harus dikembalikan. Jika tidak  masuk penyalahgunaan. Ini bentuk penyimpangan," kata Junaedi, Kamis (23/2).
Dikatakannya, kesalahan itu menjadi tanggung jawab Walikota Semarang selaku pihak yang menyetujui. "Walikota yang paling bertanggungjawab. Serta anggota dewan karena menyetujui," kata dia.
Atas keputusan itu, menurut dia, masuk kategori penyimpangan peraturan karena bertentangan dengan aturan di atasnya. "Karena itu bukan diskresi atu kebijakan dalam keadaan tertentu," lanjutnya.
Terkait belajja tak wajar dan menyimpang itu, Junaedi menyatakan, selurih anggota dewan yang menerima harus mengembalikan. "Saran saya. Konsultasikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bagaimana mekanisme pengembalian dan keabalsahannya," jelasnya.
Ditambahkannya, penyimpangan itu akan masuk ranah pidana korupsi jika uang negara Rp 2,9 miliar itu tidak dilembalikan. "Itu masuk penyalahgunaan wewenang atau korupsi karena negara dirugikan. Konteksnya saya lihat lebik baik bukan korupsi. Tapi apa yang diterima harus dikembalikan," kata dia.
Terpisah, Rektor Undip Semarang, Prof Yos Johan Utama yang juga dimintai pendapat terkait hal itu mengakuinya. Yos tak secara tegas menjelaskan konsekuensi hukum atas dugaan penyimpangan itu. Namun menurutnya, masalah itu harus dikembalikan sesuai rekomendasi BPK.
"Sebaiknya okuti saja rekomendasi BPK yang biasanya ada dalam LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan). Tergantung apa isi rekomendasi BPK," kata dia.
Sementara, pihak Kejati Jateng yang menyelidiki dugaan korupsi itu tidak memberikan jawaban ketika dikonfirmasi. Heru Chaerudin, Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jateng tidak menjawab.
Dugaa  korupsi terjadi atas belanja tunjangan perumahan untuk 49 anggota dewan terdiri wakil ketua dan anggota. Ditemukan realiasasi belanja tidak efisian sebesar Rp 2.970.258.240.
Sebelumnya Pemerintah Kota Semarang pada TA 2015 menganggarkan belanja pegawai diantaranya Rp7,942 miliar untuk tunjangan perumahan dewan karena belum disediakan rumah dinas.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Walikota Nomor 30 Tahun 20l4 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Walikota Semarang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 18 tahun 2004 tentang Kedudukan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Semarang.  Ditetapkan, nilai tunjangan Rp 14 juta perbulan untuk pimpinan dan sebesar Rp 13,5 juta perbulan untuk anggota. Nilai itu berdasarkan hasil kajian tim independen yang ditunjuk Sekretaris DPRD.
Di dalamnya terdapat unsur tunjangan listrik, air dan telepon. Tunjangan listrik untuk Wakil Ketua Rp 2,6 juta sampai Rp 3 juta. Anggota Rp 2,5 juta - Rp 2,8 juta. Tunjangan telepon Wakil Ketua Rp 1,3 juta-Rp 1,5 juta, anggota Rp 1,2 juta - Rp 1,4 juta.
Tunjangan air PDAM Wakil Ketua Rp 1,3 - Rp 1,5 juta anggota Rp 1,2 juta - Rp 1,4 juta. Tunjangan sewa ruma Wakil Ketua Rp 7,3 juta - Rp 8,4 juta. Anggota Rp 6,9 miliar - Rp 7,9 juta. Jumlah Wakil Ketua Rp 12,7 juta - Rp 14,5 juta. Anggota Rp 11,9 juta - Rp 13,7 juta.
Dari pemeriksaan diketahui ketiga unsur itu seharusnya tidak termasuk. Untuk Wakil Ketua sebesar Rp5,3 juta dan anggota Rp 5 juta per bulan dengan estimasi Rp2,970 miliar dinilai tak wajar.
Kondisi itu tidak sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 188.31/006/PAKD tanggal 4 Januari 2006 tentang Tambahan Penjelasan Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2005 tentang Perubahan atas PP Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Anggota DPRD. Angka 3 huruf c yang menyatakan bahwa besaran tunjangan pertanahan yang dibayarkan adalah sesuai dengan standar satuan harga sewa rumah yang berlaku umum yaitu tidak termasuk meubelair, biaya listrik, air, gas dan telepon.
Permasalahan tersebut mengakibatkan membebani keuangan daerah sebesar Rp2.970.258.240.  Atas masalah tersebut Sekretariat DPRD menanggapi bahwa pemberian tunjangan perumahan tersebut dibayarkan dengan alasan perkembangan ekonomi Kota Semarang. Sehingga ditunjuk pihak independen untuk melakukan kajian tentang tunjangan perumahan. Aturan yang digunakan pihak independen merujuk kepada aturan terkait kedudukan protokoler dan keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. Dalam pemeriksaannya, BPK hanya  merekomendasikan kepada Walikota Semarang agar penetapan nilai tunjangan perumahan sesuai dengan komponen yang diamr dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 188.31/006/PAKD.
Kasus dugaan korupsi itu telah dilaporkan masyarakat ke Kejati Jateng. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah didorong agar mengawasi penanganannya.rdi

Hakim Tolak Eksepsi Ong Budiono. Ketua RT di Semarang Disidang Pengancaman dan Pemerasan

SEMARANG -  Pengadilan Negeri (PN) Semarang menolak eksepsi atau keberatan Ong Budiono (48), Ketua RT 2 RW 2 di Karanganyu Semarang Barat, terdakwa perkara dugaan pemerasan dan pengancaman, Kamis (23/2). Menurut majelis hakim diketuai Bakri, eksepsi tidak beralasan dan telah memasuki pokok perkara. Hakim menilai, hal itu harus dibuktikan dalam pemeriksaan perkaranya.
Ong sebelumnya didakwa memeras dan pengancam Setiadi Hadinata, Direktur PT Synergy Niagatam Indonesia (SNI). Motifnya, penarikan iuran terhadap warga.
"Majelis hakim sependapat, eksepsi telah masuk pokok perkara. Diperintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkaranya," kata Bakri dalam putusannya di hadapan terdakwa Ong didampingi pengacaranya dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Eksepsi peruhal eror in persona, menurut hakim tidak terbukti karena dakwaan jaks telah memenuhi syarat formil. Terkait eksepsi yang menyatakan sanksi sosial yang dikontruksi jaksa sebagai pengancaman, hakim menilai telah masuk pokok perkara.
"Sehingga harus dibuktikan dan eksepsi haruslah ditolak," kata Bakri didampingi Andi Astara dan M Sainal selaku hakim anggota.
Dalam putusannya, hakim menyatakan menolak eksepsi dan memerintahkan jaksa melanjutkan pemeriksaan terdakwa. Menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir.
"Jika terdakwa tidak puas, bisa banding bersama pokok perkara," kata Bakri pada sidang yang ditunda Kamis (2/3) mendatang.
Menanggapi itu, Osward Feby Lawalata, pengacara Ong mengaku kecewa dan menyesal. "Kami kecewa. Harusnya hakim bisa progresif dan membuat terobosan hukum sebagaimana hakim Sarpin. Bahwa perkara ini bukan masuk ranah pidana," kata dia didampingi Ong.
Osward menilai, Ong hanya sasaran tembak. "Kami akan bujtikan terdakwa tidak bersalah. Kami akan hadirkan saksi meringankan dan bukti. Seluruh warga jug siap menjadi saksi karena tahu ini hanya rekayas," kata Osward didampingi Mashudi dan Isakh Rons.
Ong didakwa memeras dan mengancam Setiadi atas iuran warga yang tak dibayar. Atas dasar menagih iuran warga, Ong yang ditahan penyidik Mabes Polri 1 Januari lalu dan dialihkan menjadi tahanan kota saat tahap II pada 19 Februari hingga sekarang dinilai bersalah.
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum mengancam agar korban memberikan uang. Kasus terjadi pada Agustus 2012-Februari 2013. Bermula Juli 2012 saat Setiadi membeli ruko di Jalan Anjasmoro Raya No 1-A/1-2 RT 1 RW 2 untuk kantornya. Pada 28 Agustus Ong selaku ketua RT datang dan dengan nada mengancam Setiadi harus wajib membayar iuran warga, uang cctv, perbaikan taman. Jika tidak maka pintu belakang akan dibongkar paksa seperti halnya pemilik lama.
Terdakwa menegaskan, sebagaimana ke pemilik lama, pihaknya pernah menutup pintu belakang dengan pohon. Padahal nyatanya, ruko masuk wilayah RT 1.
Atas hal itu, 30 Agustus, kali pertama Setiadi mentransfer Rp 1,5 juta. Kedua pada 1 Februari 2013 sebesar Rp 600 ribu lewat bendahara RT, Kang Po Liong.
Merasa takut dan terpaksa, korban mencari informasi datang ke Kelurahan Karangayu mengenai status domisilnya. Sesuai Surat Keterangan Domisili tanggal 18 Juni 2014 yang menyatakan rukonya masuk wilayah RT 1RW 2. Hal itu dikuatkan SPPT PBB Tahun 2014.
Pada 16 Mei 2013 sebelumnya korban menerima surat lagi perihal tunggakan tagihan pembayaran iuran sebsar Rp 6.450.000 dari terdakwa. Dengan ancaman, disebut jika tidak dibayar pihak terdakwa akan bertindak tegas menutup pintu belakang ruko.
Menjawab itu, korban mengirim surat ke terdakwa berisi tidak lagi mengurusi uruaan adminitrasi dan iuran watga RT 2. Atas surat itu, Ong tanggal 1 September 2014 mengirim surat balasan. Isinya menerangkan, ruko masuk di RT 2, warga akan menutup pintu dan saluran air serta meminta Setiadi membangun kembali tempat sampah warga terhitung 15 hari kemudian.
Lewat kuasa hukumnya, pada 11 September Setiadi mensomasi terdakwa dan warga agar mencabut ancamannya serta minta maaf namun tidak ditanggapi. 
Pada 15 September terdakwa bersama sekelompok orang (warga) dengan ancaman pencemaran nama baik berteriak-teriak mendatangi ruko dan berkata kasar.
Merasa nama baiknya tercemar serta dirugikan Rp 2,1 juta, Setiadi melapor terdakwa ke Mabes Polri.rdi

Hakim Tolak Eksepsi Bos PT Indonesia Antique

SEMARANG - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang menolak eksepsi atau keberatan Wahyu Hanggono, terdakwa perkara dugaan korupsi atas kredit pada BRI dan Mandiri Solo tahun 2012. Hakim menyatakan pemeriksaan perkara Direktur PT Indonesia Antique (IA), terpidana korupsi kredit fiktif Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Semarang 2012 itu dilanjutkan. Menurut hakim, ekpsepsi terdakwa tidak beralasan.
"Menyatakan eksepsi tidak dapat diterima seluruhnya. Menyatakan Pengadilan Tipikor Sematang berwenang memeriksa dan nengadili. Menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah memenuhi ketentuan. Menyatajan pemeriksaan perkara terdakwa Wahyu Hanggono dilanjutkan hingga putusan akhir," kata Antonius Widijantono ketua majelis hakim membacakan putusan selanyq, Rabu (23/2).
Eksepsi sebelumnya diajukan yang intinya menilai Pengadilan Tipikor Semarang tidak berwenang. Dakwaan jaksa tidak cermat, tidak jelas dan lengkap. Dakwaan juga tidak mengurai jelas tentang perbuatan terdakwa. Serta tidak menguraikan jelas soal unsur kerugian negara.
Hakim dalam pertimbangannya menilai, terdakwa selaku debitur terpailit yang dalam pengajuan kreditnya tidak sesuai proses dinilai sebagai perbuatan melawan hukum. Atas perbuatannya menimbulkan kerugian negara dan masuk ranah korupsi.
"Meski dalam keadaan pailit, hal itu menghapus pidana," kata Antonius didampingi Sininta Y Sibarani dan Hadrianus selaku hakim anggota.
Wahyu Hanggono, pengusaha eksportir mebel itu menilai munculnya masalah kredit macet karena pailit yang dijatuhkan terhadapnya dan PT IA. Atas kredit pada BRI Cabang Kartosuro Solo Rp 3 miliar, PT Mandiri (Persero) Tbk Busines Bangking Center (BBC) Solo Rp 7,5 miliar yang dinilai muncul kerugian negara senilai jumlah kredit itu tidaklah benar.
Korupsi diduga terjadi pada BRI dan Mandiri Solo. Memakai 21 nama anak buahnya, calon plasma Wahyu menjadi avalis atau penjamin mengajukan kredit program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Atas kredit beragunan sejumlah aset sertifikat tanah, mesin, deposito dan jaminan asuransi kredit itu cair Rp 10,5 miliar dengan jangka waktu selama 12 bulan.
Usai disetujui bank, dana diterima kreditur, lalu dikelola terdakwa. Pada perjalanannya, kredit tak dibayar karena terdakwa jatuh pailit. Akibatnya, ia dinilai merugikan negara sebesar Rp 10,5 miliar dan dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan  UU No 20/2001.
Wahyu mengajukan kredit di Mandiri dan BRI dan cair Mei dan Juni 2011. Pada 7 Mei 2012, Wahyu dan PT IA digugat ke PN Semarang, dua kreditur atas hutang Rp 140 juta tahun 2010 silam. Pada 8 Juni 2012 perkara diputus dan dinyatakan pailit.
Efek pailit, hutang di BRI dan Mandiri tak terbayar. Seluruh asetnya disita kurator dan dilelang.  Aset senilai lebih dari pinjaman bank dijual. Namun hasilnya tak cukup melunasi hutangnya di bank.rdi

Curi 127 Bungkus Rokok, Bobrok Dihukum 2 Tahun

SEMARANG - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang menjatuhkan hukuma ln terhadap Dedi Supriadi alias Bobrok selama 2 tahun penjara. Warga Jalan Layur Kampung Kranjangan Besar Kecamatan Semarang Utara dinilai bersalah membobol toko dan mencuri 127 bungkus rokok.
Majelis hakim dipimpin Dewa Ketut Kartana, menyatakan Bobrok terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan. "Bersalah sesuai Pasal 363 ayat 1 Ke 4 dan 5 KUHP. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama dua tahun," kata Dewa membacakan amar putusannya, Rabu (23/2).
Vonis dipertimbangkan hal memberatkan, perbuatan terdakwa meresahkan warga. Hal meringankan terdakwa sopan dan mengakui perbuatannya.
Vonis lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya jaksa menuntut agar Bobrok dipidana tiga tahun.
Atas putusan itu, terdakwa melalui pengacaranya Putro Satuhu menyatakan menerima. Sementara jaksa belum mengambil sikap dan masih pikir-pikir.
"Kami pikir-pikir dulu yang mulia," kata JPU Aulia Hafidz.
Bobrok dan Muhammad Kalvin alias Genjer (berkas terpisah) membobol toko Abdulah di Jalan Petek Raya nomor 79 Kelurahan Dadapsari Semarang Utara. Mereka masuk toko dengan cara memanjat tembok pagar dan naik ke atap toko.
Setelah masuk toko, Bobrok dan Genjer mengambil 21 slop rokok berbagai merek dengan total 127 bungkus. Selain itu, kedua terdakwa juga mengambil uang tunai dari dalam toko.
Rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke dalam karung dan dibawa ke kos terdakwa untuk disimpan. Selang beberapa saat, keduanya diciduk anggota Polsek semarang Utara dan ditahan di sel Polsek.
Saat ditahan itu, kedua terdakwa sempat kabur melarikan diri ke Jakarta selama empat bulan. Kemudian keduanya ditangkap dan disidangkan.rdi