SEMARANG INDAH - Korban kecelakaan lalu lintas akibat jalan rusak bisa menuntut ganti rugi terhadap penyelenggara jalan. Penyelenggara jalan atau pejabat pemerintah yang bertanggung jawab diberikan pilihan membayar denda atau pidana dalam proses di kepolisian.
"Hal itu disebut dalam Undang-Undang RI nomor 22/ 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan," kata Theodorus Yosep Parera, Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Semarang kepada wartawan di kantornya, Selasa (28/2).
Terkait kerusakan jalan di sejumlah ruas jalan di Jateng, Yosep dan Peradi mengaku prihatin. Masalah itu memiliki konsekuensi hukum. Pasal 24 ayat 1 dalam UU itu disebut, kata dia, penyelenggara jalan wajib memperbaiki jalan rusak yang mengakibatkan kecelakaan. Ayat 2, dalam hal belum dilakukan perbaikan, penyelenggara wajib memberi tanda atau rambu.
Pasal 273, imbuhnya, penyelenggara jalan yang tidak segera memperbaiki sehingga menimbulkan lakalantas dan korban luka, kerusakan dipidana paling lama enam bulan. Atau denda paling banyak Rp12 juta. Ayat 2 disebut, jika korban laka luka berat, dipidana maksimal satu tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta. Ayat 3, jika korban meninggal, maka dipidana maksimal lima tahun atau denda paling banyak Rp 120 juta. Ayat 4, diatur terhadap penyelenggara jalan yang tidak memberi tanda atau rambu jalan rusak, bisa dilaporkan dan dipidana maksimal enam bulan atau denda Rp 1,5 juta.
"Kecelakaan akibat jalan rusak, negara wajib memberi ganti rugi. Jika tidak, pejabat berkepentingan bisa dipidana penjara atau denda. Kami prihatin. Banyak pengaduan warga dari Rembang, Kendal, Grobogan, Klaten, Temanggung, Semarang dan lainnya lewat sms ke kami di 082320099002," kata Yosep.
Atas hal itu, kemarin, Peradi Semarang menyurati Gubernur Jateng dengan tembusan Menteri Pekerjaan Umum terkait ketentuan, aduan itu. "Jika dalam waktu 14 hari surat dikirim tidak ditindaklanjuti, kami akan mengambil langkah hukum terhadap aparatur pemerintah yang bertugas dan berkewajiban memperbaiki jalan rusak atau setidaknya memberikan rambu peringatan di seluruh jalan di Jateng," tegasnya.
Terkait tanda peringatan, pengecatan warna (pilok) jalan rusak, menurut Peradi hal itu tidak masuk standard bentuk peringatan. Dalam UU 22 sendiri dinilia tidak tegas bentuk tanda yang dimaksud.
"UU tidak mengatur bentuk tanda peringatan hanya menyebut tanda segitiga atau menaruh benda sebelum jalan. Ini yang perlu dikoreksi," kata dia.rdi
Hanya Dipinjam Nama, Kreditur Dijanjikan Calon Plasma. Dugaan Penyimpangan Kredit BRI dan Mandiri Solo Rp 10,5 Miliar
SEMARANG - Empat kreditur Bank Mandiri dan BRI Solo senilai Rp 10,5 miliar mengaku hanya dipinjam namanya oleh PT Indonesia Antique (IA), perusahaan eksportir mebel di Solo. Mereka, Harjo Nugroho, Mugiyono, Tria Rusdiana dan Rosyid. Saksi mengakui mau menjadi kreditur karena dijanjikan menjadi plasma PT IA milik Wahyu Hanggono yang menjadi penjamin kredit. Menurut mereka, kredit diajukan untuk pengembangan bisnis mebel PT IA di pabrik Kalijambe Sragen. Saksi, karyawan PT IA itu mengakui, sudah lebih dari lima tahun bekerja di perusahaan eksportir mebel itu.
"Saya ikhlas dipinjam nama karena untuk pengembangan usaha dan mendongkak bisnis. Kami tahu karena yang akan bayar PT IA," kata saksi Harjo yang diperiksa atas perkara dugaan penyimpangan kredit di BRI dan Mandiri Solo dengan terdakwa Wahyu Hanggono di hadapan majelis hakim dipimpin Antonius Widijantono di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (1/3).
Atas pengajuannya, bank mensurvei ke mereka. Survei dilakukan di tempat usaha bukan milik saksi, karyawan PT IA itu. Meski mengaku hanya dipinjam nama, tak mampu membayar angsuran, bank akhirnya menyetujui dan mencairkan dananya. Kepada seluruh kreditur, calon plasma, pencairan dilakukan di bank didampingi Wahyu Hanggono selaku penjamin kredit. Kredit dengan agunan aset tanah, pabrik, mesin senilai sekitar Rp 28 miliar, deposito dan asuransi itu dicairkan.
"Saat akad kredit. Bank mengarahkan, jika saya butuh uang agar ke PT IA. Dari bank mengatakan, atas pinjaman saudara masuk ke PT IA," kata Mugiono yang pernah mengikuti pelatihan calon plasma selama tiga minggu oleh PT IA.
Dana cair ke rekening kreditur yang dibuat saat itu dengan dana awal PT IA. Dana selanjutnya dikelola PT IA sebagaimana kesepakatan kreditur diketahui bank.
"Kami tidak terima uang dan hanya dapat uang bensin," kata saksi.
Saksi, kreditur mengaku tak membayar angsuran karena semua diurus PT IA. Mereka baru tahu atas gagal angsur setelah beberapa kali mendapat surat teguran bank. "Tapi kami tidak ditagih sampai sekarang. Tidak ada petugas bank yang datang," kata para saksi menjawab pertanyaan jaksa, Sri Heryono.
Menanggapi keterangan saksi, terdakwa mengakui gagal angsur karena dipailitkan pada Juni 2012. Dalam pengajuan kredit itu, selain terdapat deposito, asuransi, pihaknya mengagunkan aset senilai Rp 28 miliar.
"Saksi tahu adanya pabrik mebel di Kalijambe, factory plasma," kata terdakwa, narapidana 6,5 tahun kasus korupsi Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Semarang bersama Hadi Mulyawan (pidana 4 tahun).
Pengajuan kredit diajukan 2011 dan pada Juni 2012 Wahyu dinyatakan pailit. Pengusaha eksportir mebel di Solo Raya itu kembali disidang atas perkara keduanya, kemarin.
Dugaan korupsi terjadi pada BRI Cabang Kartosuro Solo senilai Rp 3 miliar dan PT Mandiri (Persero) Tbk Busines Bangking Center (BBC) Solo sebesar Rp 7,5 miliar. Atas persetujuan 20 lebih anak buahnya, calon plasma perusahaan mebelnya, Wahyu memakai dan mengajukan kredit program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Mereka bekerjasama usaha mebel itu menjadi kreditur, sementara tersangka sebagai penjamin.
Atas kredit dengan agunan aset sejumlah sertifikat tanah, mesin, deposito dan lainnya serta dijaminkan asuransi kredit itu cair Rp 10,5 miliar. Jangka waktu kredit 12 bulan.
Usai diterima kreditur, dana diterima dan dikelola tersangka untuk pengembangan bisnis bersama. Namun seiring waktu, ia dan PT IA dipailitkan. Seluruh asetnya disita dan dilelang kurator. Ia akhirnya tak mampu membayar kredit di BRI dan Mandiri. Sisa hutangnya diperkirakan sekitar Rp 600 juta lebih. Atas masalah itu, ia disangka korupsi.
Dalam perkara itu ia dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang- undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.rdi
Komisaris PT OSMA Akui Menyuap. Suap Proyek Pokir Disdikpora Kebumen 2016
SEMARANG - Komisaris PT Otoda Sukses Mandiri Abadi (OSMA), Hartoyo, mengakui memberikan suap untuk tim sukses Bupati Kebumen atas perolehan proyek pengadaan alat peraga Disdikpora Kebumen tahun 2016. Suap sebesar Rp 115 juta diberikan bertahap lewat Sigit Widodo, mantan Kabid Pemasaran Disparbud Kebumen (tersangka). Pengakuan itu diungkapkan Hartoyo saat diperiksa sebagai terdakwa perkara dugaan suap untuk pejabat Kebumen di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (28/2).
Diungkapkan pula, atas pembelian proyek itu, Hartoyo menyebut aman karena telah direstui bupati, M Yahya Fuad. Menurut Hartoyo, hal itu diungkapkan Arif Budiman, salah satu timses bupati.
"Arif Budiman mengatakan sudah mendapat restu bupati untuk proyek pengadaan alat peraga. Saya percaya karena dia (Arif) dekat bupati. Setahu saya, proyek pokir itu dipegang Petruk (Basikun Suwandhi Atmojo alias Ki Petruk, tersangka). Alat peraga dipegang Arif Budiman. TIK dipegang Zaeni Miftah (Ketua PKB Kebumen)," ungkap Hartoyo dalam sidang dipimpin ketua majelis hakim, Siyoto.
Sebelumnya, kata terdakwa, Arif juga mengungkapkan jika bupati, mantan pengusaha dan memahami situasi. "Dia tahu cara kerjanya. Makanya, Arif bilang dirinya disuruh mencari untung sebanyak-banyaknya," imbuh Hartoyo.
Hartoyo mengakui sudah memberikan Rp. 115 juta sebagai DP atas didapatnya proyek. Ia merinci, dari jumlah itu, Rp 40 juta untuk proyek DAK Alat Peraga, Rp 75 juta untuk proyek Pokir (Pokok Pikiran) anggota DPRD.
"Itu ketentuannya adalah 20 persen, yang mulia. Di awal saya beri dulu 10 persen. Nanti setelah proyek selesai, saya tambahi lagi 10 persen," kata dia pada sidang yang ditunda Kamis (9/3) mendatang dengan agenda pembacaan tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dugaan suap juga menyeret mantan Ketua Komisi A DPRD Kebumen, Yudi Tri Hartanto dan Sekretaris Daerah (Sekda) Kebumen, Adi Pandoyo. Berkas perkara Yudhi Tri Hartanto dan Sigit Widodo, telah dilimpahkan dan penahanannya juga dialihkan dari Jakarta ke LP Kedungpane Semarang. Pemindahan untuk memudahkan pemeriksaan perkaranya.
Suap diberikan Hartoyo ke sejumlah pejabat terkait proyek di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kebumen APBD Perubahan 2016 senilai Rp 4,8 miliar. Proyek tersebut dianggarkan dalam APBD Perubahan 2016. Suap diberikan agar mendapatkan proyek yang tercantum dalam APBD Perubahan 2016 untuk pengadaan buku dan alat peraga.
KPK menyebut total uang yang dijanjikan atau commitment fee mencapai 20 persen dari total nilai proyek. Rinnciannya, 10 persen untuk pejabat eksekutif dan 10 persen untuk pejabat legislatif. Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK menyita uang Rp70 juta, uang itu diduga sebagian dari komitmen fee sebesar Rp750 juta yang dijanjikan oleh Hartoyo.
Perkara suap disebut-sebut melibatkan bupati, M Yahya Fuad. Ia yang dilantik pertengahan februari 2016 disebut terlibat pembagian proyek ke sejumlah tim suksesnya saat Pilkada.
Bupati yang diperiksa bersama Arif Budiman, Zaini Miftah dan Kasran mantan timsesnya, Ujang Sugiono Kadisdikpora, Sigit Widido membantahnya, meski saksi lain mengakui adanya peran itu. rdi
Korupsi Dana Desa Tegalsumur Brati Grobogan. Masyudi Kena 1 Tahun Penjara
SEMARANG - Pengadilan Tipikor Semarang pemeriksa perkara dugaan korupsi dana desa di Tegalsumur, Brati menjatuhkan pidana satu tahun terhadap Masyudi.Selain pidana badan, majelis hakim diketuai Andi Astara juga menjatuhkan pidana denda Rp 50 juta subsidair dua bulan kurungan. Kepala Desa Tegalsumur, terdakwa korupsi tahun 2014 itu dinilai terbukti bersalah korupsi. Korupsi terjadi atas kegiatan Penataan Lingkungan Desa dan pemavingan. Dari kasus itu, kerugian negara ditaksir sekitar Rp 52 juta.
"Atas putusan itu sudah inkrach atau berkekuatan hukum tetap," kata Heru Sungkowo, Panitera Muda Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (27/2).
Dalam putusannya pekan lalu, hakim menilai Masyudi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana tersebut dalam dakwaan kedua. "Menjatuhkan pidana terhadap Masyudi selama satu tahun dan denda Rp 50 juta dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan," kata Andi didampingi Robert Pasaribu dan Wiji Pranajati, hakim anggota.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hakim memvonis Masyudi agar dipidana satu tahun tiga bulan penjara.
Secara menyalahgunakan wewenangnya dan merugikan negara terdakwa bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31/ 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah UU No 20/ 2001.
Kasus menyeretnya saat ia menjadi Kades dan mendapat bantuan dari APBD Grobogan Tahun 2014 sebesar Rp 200 juta. Realisasi atas dana bantuan itu diduga disimpangkan dan dikorupsi. Akibat itu negara dirugikan sekitar Rp 52 juta. Kerugian itu telah dikembalikan saat penyidikan.
Dana bantuan tersebut dialokasikan untuk dua kegiatan yakni Penataan Lingkungan Desa dan pemavingan. Dari hasil pemeriksaan, terdapat kekurangan volume pekerjaan pada dua kegiatan tersebut dengan nilai Rp 52 juta yang dijadikan dasar adanya kerugian negara. Kasus tersebut mencuat setelah ada laporan dari masyarakat pada tahun 2015.rdi
Kasasi BPK Vs PT Ampuh Sejahtera Dikabulkan MA
SEMARANG - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan yang diajukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jateng melawan PT Ampuh Sejahtera (AS), kontraktor pelaksana Pasar Sukoharjo. Dalam putusan kasasinya nomor 3200 K/PDT/2016, MA mengabulkan.
Kasasi masuk ke MA pada 25 Oktober dan mulai diperiksa MA 28 November 2016. Majelis hakim MA terdiri Sudrajad Dimyati, Panji Widagdo dan Hamdi dalam putusannya yang dilansir dalam website memenangkannya.
"Amar putusan. Kabul I dan II," sebut MA dalam putusannya pada 24 Januari lalu sebagaimana termuat dalam website penanganan perkaranya.
Terpisah dikonfirmasi atas putusan itu, Kepala BPK Perwakilan Jateng, Hery Subowo kepada Wawasan mengaku belum mengetahui. "Kami belum tahu soal putusan itu," kata Hery, kemarin.
Kasasi diajukan BPK Jateng setelah Pengadilan Tinggi (PT) Semarang membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima karena tidak berwenang. PT menyatakan, PN Semarang berwenang dan harus memeriksa perkaranya.
Pengacara PT AS, Farida Sulistyoni sebelumnya mengakui adanya pembatalan putusan sebelumnya. "Kasasi diajukan BPK karena PT menyatakan, Pengadilan Negeri Semarang berwenang. Putusan PN Semarang sebelumnya menyatakan tidak berwenang dan tidak menerima gugatan kami," kata Farida dikonfirmasi.
PT Semarang pada 8 Desember 2015 membatalkan putusan sebelumnya. "Membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Semarang nomor 187/Pdt.G/2014/PN.Smg tertanggal 21 Oktober 2014. Memerintahkan PN Semarang membuka sidang dan meneruskan pemeriksaan dan mengadili perkara tersebut," kata Syarifudin ketua majelis hakom PT dalam putusannya.
Gugatan sebelumnya diajukan PT AS melawan Ketua BPK RI cq Kepala BPK Perwakilan Jateng cq Bernadetta Arum Dati, penanggungjawab pemeriksaan BPK. Gugatan juga ditujukan terhadap Udy Bintara, PPKom proyek pada Disperindagkop Sukoharjo dan Agus Santoso, Sekretaris Daerah Sukoharjo.
Gugatan diajukan terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang dinilai cacat hukum karena menyalahi prosedur. Pemeriksaan itu tanpa konfirmasi atau klarifikasi pihak penggugat.
Dalam gugatannya, PT AS menuntut ketiga tergugat untuk membayar kerugian immateriil Rp 100 miliar secara tanggung renteng. Adapun, tergugat II diminta membayar kerugian materiil berupa kekurangan pembayaran proyek pembangunan Pasar Ir Soekarno Sukoharjo Rp 6,21 miliar. Tergugat III ditutut membayar keuntungan yang diharapkan dari pekerjaan pembangunan Pasar Sukoharjo Rp 2 miliar. Selain itu juga membayar bunga sebesar 4 persen dari kekurangan pembayaran trsebut, terhitung sejak Februari 2013.
Kasus itu disinyalir masuk ranah korupsi dan kini tengah diselidiki Polda Jateng. Dugaan korupsi terjadi atas kekurangan volume dan spesifikasi pekerjaan proyek.rdi.
Soetardjo Kembali Disidang Penipuan CPNS di Semaranv
SEMARANG - H Soetardjo AS bin Ahmad Mursan (65), seorang pensiunan PNS kembali sidang atas perkara dugaan penipuan CPNS dilingkungan Pemprov Jateng. Setelah dipidana delapan bulan penjara atas perkara penipuan tiga orang, korban penipuan dia akan disidang lagi dalam perkara sama.
"Ini merupakan perkara keduanya. Sebelumnya ia disidang perkara sama dan telah dipidana. Perkara itu belum inkracht karena masih ada upaya hukum," kata Anton Rudianto, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum pada Kejari Semarang, Senin (27/2).
Dugaan penipuan dilakukan Soetardjo pada 2015 silam. Kepada korban Rifqah AMd KG ia mengaku dapat membantu seseorang diangkat menjadi CPNS di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Semarang.
Korban yang tertarik menyerahkan sejumlah uang agar dapat dibantu untuk diangkat CPNS. Di rumah Soetardjo, di Jl. Tegalsari Barat V Tegalsari Candisari korban menyerahkan uang Rp 30 juta. Korban dijanjikan masuk CPNS di Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang.
Dengan alasan agar proses penerimaan dipercepat, Soetardjo kembali meminta uang ke korban. Kepadanya, ia juga meminta korban mencari orang lain lagi yang mau diangkat menjadi CPNS.
Secara bertahap korban memberikan tambahan uang Rp 25.5 juta. Korban Rifqah lalu mengajak dia temannya, Sukatno dan Muhamad Nurofik. Sukarno memberikan Rp 16,7 juta, M Nurofik sebesar Rp. 14,2 juta.
"Sampai kini ternyata tidak juga diangkat sebagai CPNS dan uang total Rp 59,9 juta milik korban Rifqah, Rp 16 juta milik Sukatno dan Rp 14 juta milkk M Nurofik yang diterima tidak dikembalikan," kata Anton.
Dari keterangan Joko Supomo, Kepala Sub Bidang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian pada Bidang Pengadaan dan Kepangkatan Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Semarang dikatakan. Pada 2015 dan 2016 tidak ada penerimaan CPNS di Lingkungan Pemkab Semarang. Hal itu diperkuat Surat Keterangan Nomor : 800/1165 tanggal 14 Nopember 2016 yang dibuat dan ditandatangani oleh Drs. Supramono selaku Kepala BKD Kabupaten Semarang.
" Tersangka dijerat pasal 378 KUHP jo. pasal 65 ayat (1) KUHP. Kamis (23/2) lalu perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Semarang dan tercatat nomor 144/Pid.B/2017/PN Smg," imbuhnya.
Sebelumnya pada 7 September 2016 lalu, Soetardjo divonis bersalah melakukan penipuan CPNS dengan sejumlah korban dan kerugian. Pada pemeriksaannya, PN Semarang memvonisnya delapan bulan penjara (dari tuntutan satu tahun tiga bulan penjara).
Akhir November 2016 Pengadilan Tinggi Jateng yang menerima banding jaksa menguatkan putusan itu. Tak terima, pada 17 Januari lalu jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan masih diproses.rdi
Kasus Bapak ajak Bunuh Diri Anak di Semarang ke Pengadilan
SEMARANG - Kasus tragis seorang bapak yang mengajak bunuh diri dua bocah anaknya selesai penyidikannya. Perkara itu dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Semarang oleh kejaksaan.
"Sudah kami limpahkan ke pengadilan. Kami masih menunggu jadwal sidangnya," kata Anton Rudianto, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum pada Kejari Semarang dikonfirmasi, Minggu (26/2).
Panitera Muda Pidum PN Semarang, Noerma S dikonfirmasi mengenai hal itu membenarkannya. "Senin (20/2) lalu dilimpahkan dan tercatat dalam nomor perkara 128/Pid.B/2017/PN Smg," kata dia.
Diungkapkan Anton, kasus dengan tersangka Davit Nugroho terjadi pada awal November 2016 lalu di rumahnya, Jomblang Perbalan 720, RT 7, RW 2, Candisari. Berawal dari Davit yang memiliki masalah keluarga bersana isterinya, Dian Kumara Dewi.
Dia yang berencana bunuh diri bersama anak-anaknya, Aura Safia Nugroho dan Ronal Junior membeli obat serangga cair dan menyimpannya di rumah. Malam sebelum kejadian, Davit memesan narkoba seharga Rp 350 ribu ke Brendy (DPO), teman isterinya. Sabu dikonsumsi dan habis.
Sebelum berusaha bunuh diri, Davit menulis pesan lewat sms di Hpnya. Isinya, "Jangan pernah datang ke pemakaman kami karena kelakuanmu dan keluargamu aku dan anak anak jadi mati sia sia karena hanya jijik melihatmu kelakuanmu yang cuma mikirin keluarga besarmu. Isteri ngak beradab dan mama yang biadab,".
Pagi sekitar pukul 03.00, ia mengambil obat serangga yang dibeli sebelumnya dan meminumnya. Korban Aura yang mengetahui berusaha menghalaunya. Tapi Davit yang gelap mata, justeru memaksa dan meminumkan cairan ke Aura dengan mencekiknya.
Sementara kepada korban Ronal yang masih tidur, Davit juga meminumkannya. Melihat Aura dan Ronal yang kejang-kejang, Davit lalu berusaha menghabiskan cairan obat serangga. Ketiganya tergeletak tak sadar diri dan baru ditemukan warga selang beberapa jam kemudian.
Dari pemeriksaan, korban Aura Safia N yang berusia 7 tahun itu tewas. Sementara Ronal Junior (2 tahun) mengalami keracunan.
Akibat perbuatannya, Davit dijerat pertama dengan Pasal 340 KUHP. "Kedua dengan Pasal 5 jo pasal 44 UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Atau ketiga dengan Pasal 80 ayat (3) UU No.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak," kata Anton.rdi