SEMARANG - Tuntutan pidana terhadap Ong Budiono, Ketua RT 2 RW 2 Karanganyu Semarang Barat, terdakwa pemerasan dan pengancaman ditunda. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Semarang menyidangkannya menyatakan belum siap. Atas hak itu, M Bakri, ketua majelis hakim pemeriksa perkara Ong yang memimpin sidang menundanya.
"Jaksa Penuntut Umum belum siap tuntutan. Oleh karena itu sidang ditunda hari Rabu (24/5), " kata Bakri pada sidang di Pengadilan Negeri Semarang, Kamis (18/5).
Atas hal itu, Ong mengaku tidak keberatan. Sementara Penasehat hukum Ong, Ishak Rosumbre menilai terdakwa tidak terbukti melakukan pidana. " Bukti persidangan sudah jelas bahwa tidak ada sama sekali indikasi pelanggaran pidana yang dilakukan terdakwa," terangnya.
Pihaknya meminta negara memberikan perhatian khusus terhadap nasib seorang Ketua RT. Hal ini bertujuan agar pejabat RT yang ada di Semarang tidak mengalami nasib yang sama.
"Saya melihat pada kasus ini ada kebingungan dari jaksa dalam mengeluarkan tuntutan," pungkasnya.
Ong didakwa memeras dan mengancam Setiadi Hadinata SH MM MKn, Direktur PT Synergy Niagatama Indonesia (SNI). Alasannya menagih iuran warga. Ong sempat ditahan penyidik Mabes Polri 10 hari itu didakwa bersalah sesuai pasal 369 ayat (1) KUHP. Subaidair Pasal 368 KUHP.
Kasus terjadi pada Agustus 2012-Februari 2013. Bermula Juli 2012 saat Setiadi membeli ruko di Jalan Anjasmoro Raya No 1-A/1-2 RT 1 RW 2 untuk kantornya. Pada 28 Agustus Ong selaku ketua RT datang menagih iuran.
Awalnya Setiadi bersedia memberi iuran. Ia beberapa kali juga rapat warga dan meminta dibuatkan sejumlah surat keterangan. Belakangan ia menolak memberi iuran karena mengacu SPPT PBB, rukonya masuk wilayah RT 1. Ia lapor ke Polrestabes Semarang dan ditengah proses Setiadi mencabutnya. Belakangan Ong dan warga nenggugat Setiadi atas pemeriksaan itu. Tahu ia digugat, ia lapor ke Mabes Polri dan kasusnya diproses hingga ia disidang.
Atas gugatan Ong dan 25 warga RT 2 RW 2 Karanganyu Semarang Barat melawan Setiadi ditolak Mahkamah Agung (MA). Putusan itu sama seperti putusan pengadilan tingkat pertama dan banding. Atas putusan itu, warga yang diwakili Ketua RT, Ong Budiono dan dua pengurus lain mengaku akan menempuh Peninjauan Kembali (PK).rdi
Terdakwa Akui Bobol 11 Unit BRI Semarang * Palsukan Dokumen, jadi Pasutri Palsu
SEMARANG - Sidang perkara pembobolan kredit fiktif terjadi di 11 kantor Unit BRI Kota Semarang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kamis (18/5). Agendanya pemeriksaan saksi dan terdakwa. Mereka yang disidang, Iwan Prasetyawan Santoso S.Kom, Mundhi Mahardani, M Romadhon, Raden Tommy Miftakhurahman, Teguh Suryadi, Ragil Yudi Hermanto, Agus Tristanto alias Gepeng dan Eka Diana Rachmawati. Pembobolan dilakukan di 11 unit BRI yaitu, unit Tanjung Mas, unit Johar, unit Pengaron, unit Abdulrahman Saleh, unit Majapahit, unit Semarang Timur, unit Semarang Barat, BRI Ngaliyan, unit Bangetayu, unit Pedurungan dan BRI unit Mrican.
Tedakwa Iwan Prasetyawan, otak pembobolan mengaku, memalsukan seluruh dokumen pengajuan kredit dan jaminan. Sebagai pemohon kredit, diakuinya memakai sejumlah terdakwa lain dengan data palsu. Mereka dipasangkan sebagai pasangan suami isteri (Pasutri) palsu.
"Ide muncul saat pertama ajukan kredit dengan KTP palsu dengan jaminan BPKP motor asli saya. Saya berfikir kok bisa. Lalu kepikiran mengajukannya (fiktif)," kata katyawan PT Pelindo di Semarang itu di hadapan majelis hakim dipimpin Bayu Isdiyantoko, kemarin.
Terdakwa Ragil mengaku, diminta Iwan menjadi pemohom kredit fiktif di dua unit kantor BRI, salah satunya Abdurahman Saleh. "Saya disuruh Iwan databg ke bank tandatangan. Dana cair total Rp 60 juta saya berikan ke Iwan. Saya diberi Rp 3 juta," akunya.
Senada diakui terdakwa Agus yang menjadi pemohon fiktif di unit Pedurungan. "Syarat fotocopi KTP, KK, Surat Keterangan Usaha, surat nikah dan jaminan sertifikatnya palsu. Di permohonan saya menjadi suami Eka Diana. Saya disuruh Iwan. Dana cair Rp 50 juta. Dapat bagian Rp 3 juta. Diana Rp 2 juta. Sisanya dibawa Iwan. Itu ide dari Iwan," katanya.
Terdakwa Mundhi dan Eka Diana mengakui hal itu. "Kami menjadi isteri palsu Teguh dan Romadhon. Saya hanya dapat Rp 2 juta. Saya tahu itu bohongan," aku Eka Diana.
Terdakwa Raden Tommy menambahkan, dirinya berperan memalsu seluruh dokumen dan 10 sertifikat hak milik yang dijaminkan kredit. "10 sertifikat saya buat tiga kali. Saya disuruh Iwan. Semua palsu. Blanko sertifikat dari kertas putih biasa yang discan. Soal lokasi sertifikat ditentukan Iwan, kata Tommy mengaku mendapat fee Rp 9 juta.
Atas keterangan itu, ketua hakim menilai, BRI tidak hati-hati memberikan kredit. "BRI yang salah. Karena sistemnya longgar. Seharusnya saat terima jaminan dicek. Faktor kehati-hatiannya tidak ada. Sehingga uang negara amblas. Coba hati-hati. Ini negara menjadi rugi," kata hakim Bayu.
Atas pemeriksaan terdakwa, Yosy Budi Santoso, Jaksa Penuntut Umum Kejari Semarang meminta waktu penundaan sidang. Sidang ditunda 24 Mei mendatang dengan acara pembacaan tuntutan jaksa.
Di unit Tanjung Mas atas pengajuan kredit fiktif dicairkan Rp 25 juta, Johar dua kali Rp 25 juta dan Rp 10 juta, unit Pengaron Rp 50 juta, unit Abdul rahman Saleh dua kali Rp 50 juta, unit Majapahit Rp 50 juta, unit Semarang Timur Rp 35 juta, unit Semarang Barat Rp 40 juta, BRI Ngaliyan Rp 40 juta, unit Bangetayu Rp 50 juta, unit Pedurungan Rp 50 juta, unit Mrican Rp 50 juta.
Pembobolan terjadi pada Februari 2016 sampai Februari 2017. Kasus terungkap pada 22 Januari 2017 saat saksi Danang Prayoga Winonarko (mantri BRI Ngaliyan) menagih kreditur atasnama Denni Yusmana dan Kistina Arumsari.
Diketahui alamat rumah yang sesuai pengajuan palsu. Kasusnya lalu dilaporkan ke Polrestabes Kota Semarang.
Atas penyelidikannya, Kamis 16 Februari 2017 polisi menangkap M Romadhon yang mengaku bernama Denni Yusmana dan Mundhi Mahardini, mengaku Kistina Arumsari. Menyusul kemudian ditangkap Iwan Prastyawnan di Unit Ngesrep saat beraksi akan mencairkan kredit fiktifnya.
Iwan merupakan koordinator pembobolan. Tugasnya mengatur, mengkoordinasi dan memberi perintah. Mundhi sebagai aktor atau isteri yan gmengajukan kredit. M Romadhon sebagai suami.
Akibat perbuatan para tersangka Bank BRI mengalami kridit macet atau kerugian Rp 525 juta.
Terdakwa dijerat pidana Pasal 263 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Atau Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. rdi
Jaksa KPK : Kasus Korupsi Bokong Semar Tegal Belum Tuntas
SEMARANG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai perkara korupsi tukar atau ruislag tanah Bokong Semar Kota Tegal tahun 2012. Menurut KPK, kasus itu masih harus dikembangkan ke penyidikan baru dengan mengusut tuntas penanganannya.
KPK menyatakan, sesuai fakta sidang sebelumnya, sejumlah pihak disebut terlibat dan menerima aliran dana dalam kasus itu. Atas perkembangan penanganan kasus itu, KPK menyatakan telah melimpahkan penanganannya ke kepolisian.
Hal itu diungkapkan Fitroh Cahyanto, Jaksa KPK yang menyidangkan perkara korupsi ruislag tanah Bokong Semar Tegal kepada wartawan di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (18/5).
"Perkaranya oleh KPK telah dilimpahkan ke kepolisian untuk ditindaklanjuti. Kami beljm tahu perkembangannya," kata dia.
Dalam perkara itu, telh dipidana, mantan Walikota Tegal (dipidana 8 tahun penjara), Syaeful Jamil SSos, mantan Direktur CV Tri Daya Pratama ( divonis 7 tahun penjara). Serta Direktur PT Ciputra Optima Mitra (COM), Rudiyanto (pidana 2 tahun penjara dan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 11,7 miliar).
Dikatakan Fitroh, atas pelimpahan perkaranya ke kepolisian, selanjutnya menjadi kewenangan Koordinasi dan Supervisi Bidang Pencegahan dan Penindakan. Mereka yang berwenang mengawasi dan berkoordinasi dengan penyidik Polri.
"Atas pelimpahan itu, menjadu kewenanvan Koordinasi dan Supervisi. Mereka yang yang menindaklanjuti. Kebetulan saya tidak mengikuti perkembangannya," kata dia.
Menurut Fitrah, pengembangan kasus itu bisa dilakukan untuk penyidikan baru. "Karena sesuai fakta, mereka (nama-nama yang disebut dalam sidang) menerima uang. Cuma lagak tidaknya diangkat (proses hukum), pastinya ada pertinbangan. Tidak hanya dari sisi hukum. Barangkali ada sisi non hukum," kata dia.
Sebelumnya terungkap dalam sidang, adanya dugaan keterlibatan sejumlah pihak. Salah satunya pengusaha transportasi Kota Tegal, Hj Rukayah yang juga ibu Ikmal Jaya atas kasus itu.
Selain itu dalam berkas perkara Rudiyanto milik KPK terungkap adanya pemberian sejumlah uang kepada pihak berkepentingan dalam proses ruislag sebesar sekitar Rp 3,4 miliar. Menurut KPK uang itu mengaliran untuk Ikmal Jaya Rp 350 juta, Sekda Kota Tegal Edi Pranowo Rp 85 juta, Hartoto, Kabag Tata Pemerintah (ketua tim pengarah) Rp 290 juta, Teguh Kepala BPN Kota Tegal Rp 170 juta, Budianto Kasie Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Rp 1,3 miliar.
Selain itu, Heru Setiawan BPPT Kota Tegal Rp 11,5 juta, Harnoto staf BPPT Kota Tegal Rp 4 juta, Yulia Herawati Pitna (sekretaris tim pengarah) Rp 2 juta serta kekurangan bayar ruislag atas permintaan Ikmal dan disetor ke kasda Rp 342 juta.
Dugaan pemberian uang juga diketahui mengalir ke jaksa Kejati Jateng yang pernah menangani, yakni sebesar Rp 750 juta. Pemberian itu diduga terkait Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Kejati Jateng yang menyidik kasusnya sebelum akhirnya ditangani KPK dan disidangkan. Pemberian ke Kejati Jateng diduga dilakukan kepada Kasie Ekonomi Moneter pada Bidang Intelejen lewat Prof Gunarto (Dekan Fakultas Hukum Unissula Semarang).
Hal itu disinggung dalam putusan banding PT Semarang atas perkara Ikmal, SP3 Kejati Jateng dinilai janggal.
"Saksi Rudiyanto menyatakan pemberian uang untuk kejaksaan tinggi atas permintaan Prof Gunarto untuk all in (semua) pengurusan yaitu sebesar Rp 1.250.000.000," kata majelis hakim PT Semarang terdiri Djoko Sediono SH MH sebagai ketua, Dermawan S Djamian SH MH CN dan Timbul Priyadi SH MH sebagai anggota dalam putusan.
Dalam putusan juga disebutkan, dugaan suap diperkuat keterangan saksi Alfa, Project Manager PT COm mengakui adanya pengeluaran pemberian it atas permintaan Ikmal dengan alokasi. "Rp 250 juta pengurusan perkara diserahkan Edy Purwanto di Bank Panin yang menyerahkan saksi Vivien dan Riulida Sinaga. Rp 500 juta untuk pengurusan perkara di Kejati Jateng yang menyerahkan Pak Rufyanto. Menimbang bahwa aliran dana kepada Kejati Jateng diberikan sebelum dikeluarkan SP3 oleh Kejati Jateng," kata hakim dalam putusan banding Ikmal.
Menanggapi hal itu, aktifis Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng, Eko Haryanto menilai kasus Bokong Semar belum tuntas. Pihaknya sependapat dengan jaksa KPK dan mendukung penanganannya dituntaskan.
"Hukum harus ditegakkan. Siapapun di mata hukum sama. Jika penegakan hukum mempertimbangkan sisi non yuridis, ini tidak adil," kata Eko dikonfirmasi.
Kasus korupsi terjadi atas ruislag aset Pemkot Tegal berupa eks tanah bengkok di Kelurahan Keturen Tegal Selatan, Kelurahan Pekauman dan Kraton Tegal Barat dengan tanah milik Rokhayah dan Rudyanto di Kelurahan Kaligangsa (daerah Bokong Semarang), Marganda Kota Tegal untuk keperluan TPA. Ikmal diketahui mengubah proses pengadaan tanah dengan tukar menukar tanah dengan swasta. Ia juga memberi kesempatan kepada perusahaan keluarganya (Rokayah) membeli sejumlah tanah yang diatasnamakan beberapa pegawaianya.
Lewat CV Berkah Mandiri (BM) milik keluarganya, diajukan ruislag tanpa kelengkapan dokumen. Bersama PT COM, CV BM dan CV TDP ruislag diajukan dan akhirnya disetujui. Belakangan diketahui, terungkap adanya markup harga tanah.rdi
Ingin Kembali jadi Guru, Penyuap Bupati Minta Dihukum Ringan * Kasus Suap Jual Beli Jabatan di Klaten
SEMARANG - Suramlan, mantan Kepala Seksi (Kasi) Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada Dinas Pendidikan (Disdik) Klaten nonaktif yang dituntut pidana dua tahun penjara meminta keringanan hukuman. Hal itu diungkapkan, terdakwa suap jual beli jabatan terhadap Bupati Klaten nonaktif Sri Hartini Rp 200 juta itu dalam pledoi atau pembelaannya, Rabu (17/5).
"Ini curahan hati saya. Dengan sadar hati saya mengakui perbuatan yang saya lakukan salah. Akibatnya saya harus bertanggungjawab," kata Suramlan membacakan pledoi pribadinya di hadapan majelis hakim diketuai Antonius Widijantono.
Akibat kesalahan dan berbuntut proses hukumnya, Suramlan mengaku tidak bisa berdinas kembali. "Sampai 30 Desember 2016 saya melayani anak SMP sampai 20 tahun dan empat tahun terakhir sebagai Kasie SMP di Disdik Pemkab Klaten. Selama 27 tahun mengabdi sebagai guru SMP dan tenaga kependidikan di Klaten. Dan belum pernah mendapat teguran disiplin," akunya.
Akibat kesalahannya akhir 2016 mengikuti promosi pimpinan ia berbuat salah. "Kasus saya merupakan teguran keras dari Tuhan Yang Maha Esa agar sadar itu tidak benar. Tetlebih kesalahan itu menyakiti hati anak, isteri dan keluarga yang mestinya saya dampingi. Memvombing mereka menuju dewasa dan mandiri," kata Suramlan yang menjadi satu satunya tulang punggung keluarga.
Selain mengaju bersalah, ia berjanji tidak mengulangi. Kepada seluruh pihak, keluarga dan masyarakat Klaten, ia meminta maaf.
"Bila diperkenankan saya masih dapat diterima di tengah masyarakat pendidikan sebagai guru SMP di Klaten," kata dia.
Teodorus Yosep Parera, pengacara Suramlan dalam pledoinya menyatakan sependapan dengan uraian jaksa atas kesalahan terdakwa. "Kami sependapat dengan jaksa bahwa terdakwa harus dihukum atas perbuatannya. Tapi kami mohon majelis untuk menjatuhkan pidana lebih ringan dari tuntutn jaksa KPK kepada terdakwa yaitu selama satu tahun enam bulan penjara," kata Yosep meminta KPK mengusut tuntas kasus korupsi jual beli jabatan di Klaten.
Atas pledoi terdakwa dan pengacaranya, jaksa menyatakan tetap dalam tuntutannya. Majelis hakim selanjutnya akan menjatuhkan putusannya pada sidang 29 Mei mendatang.
Suap Rp 200 juta diberikan Suramlan ke bupati lewat Bambang Teguh Setyo, Kabid Penididikan Dasar Disdik. Suap jual beli jabatan terjadi atas Susunan Organisasi Tata Kerja (STOK) baru di Disdik yang akan memisahkan antara Bidang SD dan SMP September 2016. Suramlan memginginkan naik jabatan dari Kasie menjadi Kabid.
Kasus terungkap saat OTT Desember 2016.
Sri Hartini melelaui Bambang Teguh Setyo meminta dicarikan nama-nama pegawai yang mau menduduki jabatan sesuai STOK baru. Syaratnya mereka harus memberi 'Uang Syukuran' kepada bupati. Posisi Kasie ditatik Rp 30 juta, Kabid Rp 200 juta.
Untuk posisi lain, Sri Hartini meminta Bambang berkomunikasi dengan Slamet, Kabid Mutasi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Klaten.
Suramlan, Guntur Sri Wijanarko, Slamet dan Agustinus Budi Utomo yang mendapat tawaran bersedia dan memberikan uang syukuran. Suramlan Rp 200 juta, Guntur Sri W Rp 30 juta, Slamet Rp 30 juta dan Agustinus Budi Rp 10 juta.
Selain dari mereka, Sri Hartini disangka menerima suap dari sejumlah pegawai di lingkungan Pemkab Klaten. Total, sejak dilantik Februari 2016, atas perubahan STOK di sejumlah dinas pada September lalu, ia menerima total Rp 1,910 miliar. Uang syukuran itu dikumpulkannya dan disimpan di kardus Aqua di kamar rumah dinasnya.
Suap jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Klaten disebut-sebut sudah tradisi sejak beberapa bupati sebelumnya. Hal itu diakui Sri Hartini, Suramlan dan sejumlah pejabat Pemkab Klaten.rdi
Divonis 4 Tahun Penjara, Ketua Komisi DPRD Kebumen Terima
SEMARANG - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang menjatuhkan pidana empat tahun penjara terhadap Ketua Komisi A DPRD Kebumen nonaktif, Yudhi Tri Hartanto. Pidana serupa juga dijatuhkan terhadap Kabid Pemasaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kebumen nonaktif, Sigit Widodo. Hakim menyatakan, terdakwa bersalah sesuai dakwaan alternatif pertama, pasal 12 huruf a UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Vonis lebih rendah setahun dari tuntutan jaksa KPK lima tahun penjara.
"Menyatakan terdakwa Yudhi Tri Hartanto dan Sigit Widodo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa masing-masing dengan pidana empat tahun penjara. Pidana denda masing-masing Rp 200 juta subsidair dua bulan kurungan. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menetapkan agar terdakwa tetap ditahan," kata Siyoto ketua majelis hakim dalam putusannya pada sidang, Rabu (17/5).
Vonis majelis dipertimbangkan hal memberatkan, korupsi merupakan kejahatan tercela dan meresahkan masyarakat. Hal meringankan, terdakwa sipan, kooperarif saat sidang, sebagai kepala keluarga, mengakui bersalah, menyesal dan berjanji tidak mengulangi.
"Khusus terdakwa II Sigit Widido ditetapkan sebagai pelaku yang bekerjasama atau justice colaborator sesuai putusan KPK tertanggal 27 April 2017," kata Siyoto didampingi Edi Sepjengkari dan Kalimatul Jumro, hakim anggota.
Menurut hakim dalam pertimbangan putusannya, mendasarkan aspek sosio yuridis agar tidak kering dan jauh dari nilai kemanusiaan dan keadilan. Menurutnya, hukum untuk manusia dan bukan manusia untuk hukum.
"Sifat pemidanaan bukan sebagai alat balas dendam. Tapi hakekatnya merefleksikan pembinaan dan pembelajaran agar terdakwa merenungi perbuatannya. Agar jera dan gilitannya mencegah, agar tidak terulangi kesalahan serupa," kata hakim.
Atas putusan itu, kedua terdakwa langsung menerima. Sementara jaksa KPK mengaju masih pikir-pikir. "Saya menerima," kata terdakwa Yudhi menjawab pertanyaan majelis.
Fitroh Cahyanto, jaksa KPK menambahkan, dalam perkara itu telah menyeret sejumlah pihak. Mereka, Komisaris PT OSMA Hartoyo, Basikun Suwandin Atmaja alias Petruk (telah dipidana). Selain mereka turut disidang, Sekda Kebumen nonaktif Adi Pandoyo (telah disidang) dan Dian Pertiwi Subekti (tersangka).
"Sampai hari ini belum ada pengembangan tersangka baru. Tapi kami belum tahu berikutnya ada tidak," kata dia.
Yudhi Tri dan Sigit Widodo dinilai bersalah korupsi menerima suap Rp 135 juta dan Rp 60 juta dari Komisaris PT OSMA, Hartoyo. Suap diberikan Hartoyo dan Basikun agar Sekda, Yudhi, Dian,Sigit menentukan rekana pelaksana proyek pada Disdikpora Kebumen bersumber anggaran Pokir DPRD.
Suap proyek Pokir Disdikpora bermula saat Hartoyo dan Basikun menemui Sekda awal 2016. Keduanya minta diberikan proyek. Sekda menyetujuinya.
Atas permintaan itu, DPRD yang telah dikondisikan meminta eksekutif menganggarkan. Akhirnya disepakati anggaran Rp 10,5 miliar dalam APBDP. Rinciannya masing-masing dewan mendapat jatah Rp 150 juta, unsur pimpinan Rp 500 juta dan ketua Rp 1,5 miliar. Dari anggaran itu Rp 1,950 miliar untuk Komisi A.
Atas Pokir Komisi A, Sekda memerintahkan Ahmad Ujang Sugiono Kadisdikpora dan Yasinta memasukan anggaran itu dalam tiga proyek. Pengadaan buku Rp 1,1 miliar, buku perpustakaan Rp 100 juta dan alat peraga Rp 750 juta ditambah Rp 504 juta dari DAK.
Kesepakatan atas penganggaran itu, seluruh anggota Komisi A meminta fee 10 persen dari rekanan. Yudhi dan Dian bertugas mengkoordinir dan mengurusinya.
Lewat Sigit Widodo, Hartoyo diberi proyek pengadaan alat peraga dengan fee 10 persen. Pengadaan buku nantinya dikerjakan Basikun dengn fee 10 persen. Hartoyo memberikan Rp 75 juta, Basikin Rp 60 juta.
Rp 60 juta dibagi ke dewan Komisi A. Lewat Umi Lestari diberikan ke Sarwono, Sri Parwati, Nur Hidayati, Sarimun masing masing Rp 5 juta. Rp 3,5 juta ke Muhsinin dan Yudhi Tri Rp 4,5 juta.
Terhadap Hartoyo, Sekda memerintahkan Basikun dan Sigit menagih komitmen fee nya. Lewat anak buahnya, Qolbin Salim, Hartoyo memberikan Rp 115 juta. Rp 60 juta diberikan ke Arif Budiman lewat Sigit, Rp 55 juta diberikan ke Komisi A setelah digenapi menjadi Rp 75 juta. Rp 70 juta diberikan ke Yudhi Tri, sisanya Rp 5 juta disimpan Sigit.rdi
Pengusaha Galian C Ilegal di Cilacap Diganjar Hukuman Percobaan
SEMARANG - Pengadilan Negeri (PN) Semaranh menjatuhkan pidana hukuman percobaan terhadap Saryono, pengusaha galian C di Cilacap yang sebelumnya ditangkap Polda Jateng. Majelis hakim pemeriksa perkaranya menyataknya,terbukti bersalah melakukan Pasal 158 Jo Pasal 37 Undang-Undang RI No.4 Tahun 2009.
"Majelis menjatuhkan pidana selama satu tahun dengan masa percobaan dua tahun. Serta denda Rp 50 juta subsidair enam bulan," kata Danang Suro Kusumo, Jaksa Penuntut Umum Kejari Jateng yang menangani mengungkapkan, kemarin.
Saryono ditangkap 3 Februari 2017 sekitar pukul 10.30 lalu di penambangan batu padas (cadas) Dusun Pakuran Desa Bulupayung Kec. Kesugihan Kab. Cilacap miliknya. Penambangan tersebut disebut berlangsung mulai operasional sejak pertengahan Januari 2017.
Saryono menggunakan satu excavator yang disewa dari PT Armada Hada Graha. Penambangan perorangan milik Saryono di lahan seluas 1.549 M2 itu tidak memiliki izin IUP (Izin Usaha Pertambangan).
Saryono menambang dan mengangkut material hasil penambangan ke truk yang dijualnya seharga Rp 50 ribu per ritnya. Saryono yang perhari mampu menjual 50 rit itu mengaku tak mengetahui tujuan truk itu.
Dalam perkara itu, hakim menyatakan barang bukti satu unit excavator dikembalikan pada PT Armada Hada Graha. Uang tunai Rp 100 ribu, hasil penjualan material, dirampas negara. "Menetapkan terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000," kata hakim.rdi
Pengadilan Putuskan KSP Multidana Pailit
SEMARANG- Pengadilan Niaga Semarang memutuskan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Multidana pailit. Putusan dijatuhkan setelah proposal perdamaian, restukturisasi pembayaran utang ditolak kreditur, pemohon pailit. Kreditur menolak setelah koperasi yang berbasis di Ambarawa, Kabupaten Semarang itu tidak bisa memenuhi kewajibannya sesuai putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sebelumnya.
Atas putusan itu, KSP Multidana belum bersikap apakah menerima atau mengajukan upaya hukum."Kami belum tentukan sikap. Kami akan berkoordinasi dulu dengan pengurus apakah menempuh kasasi atau perlawanan dalam batas 14 hari kedepan atau tidak," kata Supardi, kuasa hukum KSP Multidana dikonfirmasi, Selasa (16/5).
Putusan dijatuhkan majelis hakim dipimpin Pudjo Unggul pada sidang di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang. "Menyatakan KSP Multidana pailit, menunjuk pengurus yang selanjutnya akan bertugas sebagai kurator," kata hakim, Senin (15/6).
Putusan pailit tersebut, diambil berdasarkan kesepakatan akhir para kreditor yang digelar pada 8 Mei 2017. Dari laporan ketua tim pengurus, Siti Aminah, sebanyak 66,3 persen kreditor menolak proposal perdamaian yang diajukan KSP Multidana. Para kreditor tersebut mewakili anggota dengan total tagihan sekitar Rp21 miliar. Sekitar 15,3 persen kreditur menyetujui proposal damai dan 17,3 persen menyatakan abstain.
Atas putusannya, majelis hakim menunjuk hakim pengawas, Siti Aminah selaku kurator dan memerintahkannya untuk membereskan masalah aset yang dimiliki debitur. Hakim pengawas akan mengawasi pengurusan oleh kurator atas inventarisasi dan penjualan aset KSP untuk melunasi utang para kreditor.
Juni lalu gugatan PKPU KSP Multidana diajukan sembilan kreditur KSP senilai tagihan Rp 1 miliar. Selain KSP, gugatan ditujukan ke sejumlah pengurusnya, Jim Herman SE selaku ketua, Agus Budiyanto SH selaku sekretaris, Dra Siany Pudjiastuti selaku bendahara. Prosesnya terjadi perdamaian.
Gugatan PKPU kedua diajukan kreditur lain dengan tagihan sekitar Rp 4 miliar lebih. PPKU hanya diajukan terhadap KSPK, tidak atas pengurus. Proses panjang PKPU tidak mencapai kesepakatan. Hingga akhirnya KSP dijatuhi pailit.
"Atas putusan pailit itu. Putusan PKPU pertama kami batal. Kami harus tunduh pada kepilitan meski hanya KSP, tidak termasuk pengurus. Meski begitu, ada rencana kreditur melaporkan pidana pengurus," kata Wahyu Rudi Indarto, kuasa hukum kreditur PKPU pertama kepada Wawasan.
Menanggapi rencana laporan itu, Supardi mengaku akan menghadapinya. "Silahkan melaporkan. Apakah terpenuhi unsur pidananya atau tidak, akan dibuktikan nanti," kata dia.rdi
Sekda Kebumen Didakwa Terima Suap Rp 3,7 Miliar * Bupati Disebut Terima Rp 2 Miliar
SEMARANG - Sidang perdana pemeriksaan perkara dugaan suap dan gratifikasi terdakwa Adi Pandoyo, Sekretaris Daerah (Sekda) Kebumen nonaktif digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (16/5). Agendanya, pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam dakwaannya, jaksa mendakwa terdakwa Adi dengan dua tindak pidana, yaitu suap dan gratifikasi. Atas dakwaan gratifikasi, Sekda didakwa menerima totalnya Rp 3,750 miliar. Penerimaan itu dilakukan bersama Bupati Kebumen, Muhamad Yahya Fuad
Disebut jaksa, Adi Pandoyo yang menjabat sejak 2012 bersama Muhamad Yahya Fuad sebelum dilantik Februari 2016 menggelar pertemuan bersama tim suksesnya. Hojin Ansori, Barli Halim, Arif Ainudin, Miftahul Ulum dan Zaini Miftah. Mereka membahas pengelolaan uang fee proyek bersumber APBN,APBD dan Bantuan Provinsi.
"Realisasi kesepakatan itu Februari 2016, bupati M Yahya Fuad menerima uang Rp 2.330.000.000 melalui Agus Marwanto, karyawan PT Tradha Group milik M Yahya Fuad,"kata Joko Hermawan, jaksa KPK membacakan dakwaannya.
Sekda sendiri beberapa kali menerima uang pengumpulan fee. Maret dari Hojin lewat Teguh Kristanto Rp 250 juta, Juli dari Barli Rp 350 juta, Agustus dari Hojin Rp 450 juta.
Pada pelaksanaan lelang proyek, diketahui gaduh karena bupati tidak melibatkan Khayub Muhamad Lutfi, pengusaha sekaligus rival Pilkada M Yahya. Sekda meminta bupati menggandengnya.
Di hotel Jogjakarta, bupati dan Khayub bertemu. Khayub diminta bupati mendukung pemerintahannya dengan imbalan proyek senilai Rp 36 miliar dengan fee 7 persen.
"Sebagai realisasi, Sekda beberapa kali menerima fee," imbuh jaksa pada sidang dengan majelis hakim Siyoto selaku ketua, Edi Sepjengkari dan Kalimatul Jumro amggota.
Pada Agustus 2016, Sekda menerima dari Khayub Rp 1 miliar dan Rp 1,5 miliar. September ia kembali menerima Rp 150 juta. Uang diberikan Khayub, mantan dewan Kebumen itu di rumahnya. Atas perintah Sekda, Rp 130 juta diberikan ke Nita Yunita dan Rp 20 juta ke Teguh Kristiyanto. Pada Oktober Sekda kembali menerima dari politikus Partai Nasdem itu Rp 50 juta.
"Dari seluruh uang itu, atas perintah bupati M Yahya diberikan ke seseorang di Hotel Gumaya Semarang Rp 2 miliar. Diberikan ke Probo Indartono Rp 150 juta, Makrifun Rp 40 juta, Imam Satibi Rp 20 juta, dan digunakan operasional penanganan bencana Rp 110 juta," ungkap jaksa.
Sebesar Rp 180 juta ditemukan KPK dan disita dari ruang kerja Sekda. "Sejak menerima uang seluruhnya Rp 3.750.000.000 terdakwa tidak melaporkan ke KPK sampai batas 30 hari, "lanjut Fitroh Cahyanto, jaksa KPK menambahkan.
Atas gratifikasi itu, terdakwa dinilai bertentangan dan melanggar Pasal 12 B UU No. 31 /1999 sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang pemberantasan korupsi.
Sementara atas perkara suap, jaksa mengungkapkan dilakukan Adi Pandoyo bersama sejumlah pihak lain. Sekda bersama Yudhi Tri Hartanto (Ketua Komisi A), Dian Lestari Subekti Pertiwi (anggota Komisi A) dan Sigit Widodo (Kabid pada Disbudpar) didakwa turut serta menerima suap Rp 135 juta dari Komisaris PT OSMA, Hartoyo. Sekda juga terlibat suap Rp 60 juta dari Basikun Suwandin Atmaja alias Petruk.
Suap diberikan Hartoyo dan Basikun agar Sekda, Yudhi, Dian,Sigit menentukan rekana pelaksana proyek pada Disdikpora Kebumen bersumber anggaran Pokir DPRD.
Suap proyek Pokir Disdikpora bermula saat Hartoyo dan Basikun menemui Sekda awal 2016. Keduanya minta diberikan proyek. Sekda menyetujuinya.
Atas permintaan itu, DPRD yang telah dikondisikan meminta eksekutif menganggarkan. "Akhirnya disepakati anggaran Rp 10,5 miliar dalam APBDP. Rinciannya masing-masing dewan mendapat jatah Rp 150 juta, unsur pimpinan Rp 500 juta dan ketua Rp 1,5 miliar. Dari anggaran itu Rp 1,950 miliar untuk Komisi A," beber jaksa Joko Hermawan, mantan jaksa Kejati Jateng itu.
Atas Pokir Komisi A, Sekda memerintahkan Ahmad Ujang Sugiono Kadisdikpora dan Yasinta memasukan anggaran itu dalam tiga proyek. Pengadaan buku Rp 1,1 miliar, buku perpustakaan Rp 100 juta dan alat peraga Rp 750 juta ditambah Rp 504 juta dari DAK.
Kesepakatan atas penganggaran itu, seluruh anggota Komisi A meminta fee 10 persen dari rekanan. Yudhi dan Dian bertugas mengkoordinir dan mengurusinya.
Lewat Sigit Widodo, Hartoyo diberi proyek pengadaan alat peraga dengan fee 10 persen. Pengadaan buku nantinya dikerjakan Basikun dengn fee 10 persen. Hartoyo memberikan Rp 75 juta, Basikin Rp 60 juta.
"Rp 60 juta dibagi ke dewan Komisi A. Lewat Umi Lestari diberikan ke Sarwono, Sri Parwati, Nur Hidayati, Sarimun masing masing Rp 5 juta. Rp 3,5 juta ke Muhsinin dan Yudhi Tri Rp 4,5 juta," kata dia.
Terhadap Hartoyo, Sekda memerintahkan Basikun dan Sigit menagih komitmen fee nya. Lewat anak buahnya, Qolbin Salim, Hartoyo memberikan Rp 115 juta. Rp 60 juta diberikan ke Arif Budiman lewat Sigit, Rp 55 juta diberikan ke Komisi A setelah digenapi menjadi Rp 75 juta. Rp 70 juta diberikan ke Yudhi Tri, sisanya Rp 5 juta disimpan Sigit.
Pada dakwaan suap, primair Sekda dijerat pasal 12 huruf a UU Nomor 31/ No. 31 /1999 sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang pemberantasan korupsi. Subsidair pasal 11 UU yang sama.
Atas dakwaan itu, Adi Pandoyo didampingi kuasa hukumnya menyatakan tidak keberatan. "Kami tidak mengajukam eksepsi atau keberatan," kata Lugito, Beni Tri Prakasa da Dwi Tata Suasana, tim pengacaranya.
Dalma perkara itu, Hartoyo dipidana lebih dulu selama dua tahun tiga bulan. Berikutnya Petruk dengan pidana 34 bulan penjara.
Sementara Yudhi Tri Hartanto baru saja menghadapi tuntutan lima tahun penjara. Selain mereka, Dian Subekti yang berstatus tersangka belum ditahan dan dilimpahkan.rdi