Terdakwa Akui Bobol 11 Unit BRI Semarang * Palsukan Dokumen, jadi Pasutri Palsu

SEMARANG - Sidang perkara pembobolan kredit fiktif terjadi di 11 kantor Unit BRI Kota Semarang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kamis (18/5). Agendanya pemeriksaan saksi dan terdakwa. Mereka yang disidang, Iwan Prasetyawan Santoso S.Kom, Mundhi Mahardani, M Romadhon, Raden Tommy Miftakhurahman, Teguh Suryadi, Ragil Yudi Hermanto, Agus Tristanto alias Gepeng dan Eka Diana Rachmawati. Pembobolan dilakukan di 11 unit BRI yaitu, unit Tanjung Mas, unit Johar, unit Pengaron, unit Abdulrahman Saleh, unit Majapahit, unit Semarang Timur, unit Semarang Barat, BRI Ngaliyan, unit Bangetayu, unit Pedurungan  dan BRI unit Mrican.
Tedakwa Iwan Prasetyawan, otak pembobolan mengaku, memalsukan seluruh dokumen pengajuan kredit dan jaminan. Sebagai pemohon kredit, diakuinya memakai sejumlah terdakwa lain dengan data palsu. Mereka dipasangkan sebagai pasangan suami isteri (Pasutri) palsu.
"Ide muncul saat pertama ajukan kredit dengan KTP palsu dengan jaminan BPKP motor asli saya. Saya berfikir kok bisa. Lalu kepikiran mengajukannya (fiktif)," kata katyawan PT Pelindo di Semarang itu di hadapan majelis hakim dipimpin Bayu Isdiyantoko, kemarin.
Terdakwa Ragil mengaku, diminta Iwan menjadi pemohom kredit fiktif di dua unit kantor BRI, salah satunya Abdurahman Saleh. "Saya disuruh Iwan databg ke bank tandatangan. Dana cair total Rp 60 juta saya berikan ke Iwan. Saya diberi Rp 3 juta," akunya.
Senada diakui terdakwa Agus yang menjadi pemohon fiktif di unit Pedurungan. "Syarat fotocopi KTP, KK, Surat Keterangan Usaha, surat nikah dan jaminan sertifikatnya palsu. Di permohonan saya menjadi suami Eka Diana. Saya disuruh Iwan. Dana cair Rp 50 juta. Dapat bagian Rp 3 juta. Diana Rp 2 juta. Sisanya dibawa Iwan. Itu ide dari Iwan," katanya.
Terdakwa Mundhi dan Eka Diana mengakui hal itu. "Kami menjadi isteri palsu Teguh dan Romadhon. Saya hanya dapat Rp 2 juta. Saya tahu itu bohongan," aku Eka Diana.
Terdakwa Raden Tommy menambahkan, dirinya berperan memalsu seluruh dokumen dan 10 sertifikat hak milik yang dijaminkan kredit. "10 sertifikat saya buat tiga kali. Saya disuruh Iwan. Semua palsu. Blanko sertifikat dari kertas putih biasa yang discan. Soal lokasi sertifikat ditentukan Iwan, kata Tommy mengaku mendapat fee Rp 9 juta.
Atas keterangan itu, ketua hakim menilai, BRI tidak hati-hati memberikan kredit. "BRI yang salah. Karena sistemnya longgar. Seharusnya saat terima jaminan dicek. Faktor kehati-hatiannya tidak ada. Sehingga uang negara amblas. Coba hati-hati.  Ini negara menjadi  rugi," kata hakim Bayu.
Atas pemeriksaan terdakwa, Yosy Budi Santoso, Jaksa Penuntut Umum Kejari Semarang meminta waktu penundaan sidang. Sidang ditunda 24 Mei mendatang dengan acara pembacaan tuntutan jaksa.
Di unit Tanjung Mas atas pengajuan kredit fiktif dicairkan Rp 25 juta, Johar dua kali Rp 25 juta dan Rp 10 juta, unit Pengaron Rp 50 juta,  unit Abdul rahman Saleh dua kali Rp 50 juta, unit Majapahit Rp 50 juta, unit Semarang Timur Rp 35 juta, unit Semarang Barat Rp 40 juta, BRI Ngaliyan Rp 40 juta, unit Bangetayu Rp 50 juta, unit Pedurungan Rp 50 juta, unit Mrican Rp 50 juta.
Pembobolan terjadi pada Februari 2016 sampai Februari 2017. Kasus terungkap pada 22 Januari 2017 saat saksi Danang Prayoga Winonarko (mantri BRI Ngaliyan) menagih kreditur atasnama Denni Yusmana dan Kistina Arumsari.
Diketahui alamat rumah yang sesuai pengajuan palsu. Kasusnya lalu dilaporkan ke Polrestabes Kota Semarang.
Atas penyelidikannya, Kamis 16 Februari 2017 polisi menangkap M Romadhon yang mengaku bernama Denni Yusmana dan Mundhi Mahardini, mengaku Kistina Arumsari. Menyusul kemudian ditangkap Iwan Prastyawnan di Unit Ngesrep saat beraksi akan mencairkan kredit fiktifnya.
Iwan merupakan koordinator pembobolan. Tugasnya mengatur, mengkoordinasi dan memberi perintah. Mundhi sebagai aktor atau isteri yan gmengajukan kredit. M Romadhon sebagai suami.
Akibat perbuatan para tersangka Bank BRI mengalami kridit macet atau kerugian Rp 525 juta.
Terdakwa dijerat pidana Pasal 263 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Atau Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. rdi

0 comments:

Posting Komentar