SEMARANG - Peredaran pil trihex di Kota Semarang masih saja terjadi. Kendati beberapa pengedar dan pemakai telah diproses hukum, namun hal itu seolah tak membuat jera.
Kali ini, kasus pil trihex menyeret seorang warga Semarang, Yudhi Setiawan ke meja hijau, Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Ia disangka memproduksi dan mengedarkan sediaan farmasi jenis pil tirhex yang tidak berizin edar. Perbuatannya sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 197 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Peredaran trihex terbongkar pada Jumat 28 Oktober 2016 sekira pukul 21.00 di Kp. Gendero, Badarharjo, Semarang Utara. Awalnya sekira pukul 16.30 tersangka Yudhi bersama dengan Tri Pandegani mangkal sambil menunggu calon pembeli dextro dan trihex di belakang rumahnya.
Sekitar 30 klip plastik kecil berisi pil dextro dan trihex siap jual disediakannya. Beberapa diantaranya laku terjual.
Sekitar pukul 19.20 ketika paketan sudah hampir habis Yudhi masuk ke dalam rumah membuat paketan plastik kecil lagi. Ketika itu tiba-tiba petugas kepolisian berpakaian preman datang dan menangkapnya.
Dari penggeledahan ditemukan satu cepuk berisi 924 butir pil dextro warna kuning, serta dua kantong plastik klip kecil masing-masing berisi 10 butir tablet warna kuning. Serta dua kantong plastik klip kecil masing-masing berisi 10 butir tablet warna putih di atas kasur kamarnya.
Trihex yang diedarkan Yudhi tergolong obat keras dalam daftar G. Sedangkan dextro ijin edarnya telah dicabut. Sesuai hasil pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Nomor Lab.:1694/NOF/2016 tanggal 07 Nopember 2016 Yudhu dinilai bersalah.
Kasus itu telah rampung penyidikannya dilimpahkan ke penuntut umum Kejari Semarang. Oleh kejaksaan telah diajukan ke pengadilan untuk disidangkan.
"Perkaranya sudah dilimpahkan dan kami terima pada Rabu (1/2) lalu dengan kasifikasi perkara kesehatan. Perkara tercatat nomor 70/Pid.Sus/2017/PN Smg," kata Noerma S, Panitera Muda Tindak Pidana Umum pada PN Semarang, Jumat (3/2).
Terpisah, Kasie Pidum Kejari Semarang, Anton Rudianto mengatakan, dalam perkara itu pihaknya telah menujuk Jaksa Penuntut Umum (JPU). "Ditunjuk Yustiawati SH mH selaku JPU nya," kata dia.rdi
Terdakwa Ajak Jalan-Jalan Teller. Korupsi BRI Pandanaran dan Patimura Semarang
SEMARANG - Kaplink Samijan, terdakwa dugaan korupsi pembobolan rekening BRI Kanca Pandanaran dan Patimura Semarang diketahui pernah mengajak jalan-jalan teller anak buahnya. Selain ke luar negeri, pulau Jawa, mantan Asisten Manajer Operasional (AMOL) pada BRI itu juga kerap mengajak makan.
"Terdakwan mengajak dan mengurusi segala kebutuhan jalan-jalan dan saat makan," kata Nugroho Budiantoro, pengacara Kaplink Samijan kepada wartawan mengungkapkan, Kamis (2/2).
Hal itu terungkap, kata Nurgoho, pada sidang lanjutan pemeriksaan perkara Kaplink di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (1/2) sore. Dua teller diperiksa sebagai saksi dalam perkara itu. Ratna Dwi Haryanti (29) dan Debby Dinda Wijaya (26).
Dalam kesaksiannya, keduanya mengakui hal itu. "Pernah beberapa kali diajak jalan-jalan ke Malaysia, pulau Jawa dan makan. Pernah juga dikasih roti," kata Nugroho mengungkapkan.
Sementara dalam keterangannya saat penyidikan saksi Ratna mengakui jika pasword teller miliknya dipakai terdakwa membobol rekening. Pasword itu merupakan kunci bisa dilakukannya transaksasi atau overbooking.
"User id digunakan terdakwa untuk transaksi sebanyak 13 kali. Kepemilikan user id dan pasword diperoleh usai mendapat SK penujukan selaku teller," kata Ratna dalam keterangannya di depan penyidik.
Senada diungkapkan saksi Debby Dinda yang pasword tellernya dipakai terdakwa Kaplink. "Kami tidak tahu bagaimana terdakwa bisa memiliki," kata Debby.
Terdakwa diduga membobol rekening saat menjabat AMOL dengan modus memakai user id dan pasword para teller. Beberapa kali transaksi ilegal dilakukannya selama periode Oktober 2010 sampai dengan April 2016. Kaplink berhasil membobol uang nasabah dalam rekening penampung Rp 2,1 miliar.
Tak diungkap jelas bagaimana Kaplink memiliki pasword teller. Sesuai ketentuan bank, pasword dimiliki teller dan bersifat rahasia. Selama periode maksimal tiga hari, teller diwajibkan mengganti pasword untuk keamanan.
"Pasword harusnya diganti maksimal tiga hari," kata Nugroho mengungkapkan.
Kaplink didakwa mengambil dana dari rekening penampungan bank yang diketahui tidak segera terdeteksi kehilangannya. Ia mencari rekening pasif yang dalam kurun 10 tahun terakhir tidak ada transaksi sebagai rekening perantara.
Untuk mengambil dana, ia memakai pasword teller yang berwenang menarik dana nasabah dari 11 rekening. Satu rekening internal pendapatan kredit. Dengan pasword itu ia membuka sistem transaksi lewat teller. Ia lalu melakukan overbooking atau pemindahbukuan dari rekening penitipan milik BRI ke rekening tabungan pasif, menggunakan komputer di ruangannya.
Terdakwa menyembunyikan uangnya dengan meminjam KTP temannya Pujiyanto, seorang pembantunnya Sulastri dan mahasiswi magang Kinta Khana Amozhita. Membuka rekening atasnama mereka.
Ia juga mengubah rekening miliknya dengan nama Suwardi agar dana yang diperoleh dari rekening titipan tidak diketahui masuk ke rekening miliknya, meski nyatanya rekening itu dikuasasinya.
Atas perbuatannya Kaplink mendapat Rp 662.164.650 saat di Kanca Pandanaran dan Rp1.510.075.253 saat Patimura. Total seluruh uang yang dibobol sebesar Rp 2.132.239.903.
Atas seluruh uang sebagian digunakan untuk usaha rental mobil dan membuka showroom mobil. Selebihnya sebagai uang saku untuk masa pensiunanya setahun kedepan.rdi
PN Semarang Vonis Ketua LCKI Jateng 10 Bulan Penjara
SEMARANG - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang menjatuhkan vonis hukuman terhadap Ketua DPD Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Jateng, Adhi Siswanto Wisnu dengan pidana 10 bulan penjara. Putusan yang dijatuhkan majelis hakim dipimpin Puji Widodo itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntu agar Adhi dipidana 1 tahun 3 bulan penjara.
Hakim menyatakan Adhi bersalah melakukan penggelapan sebagaimana Pasal 372 KUHP. Perbuatannya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain secara berlanjut.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Adhi Siswanto Wisnu dengan pidana penjara selama 10 bulan dikurangi masa penahanan yang dijalaninya," kata hakim Puji.
Dalam putusannya, hakim menyatakan barang bukti mobil dikembalikan ke pemiliknya. Membebani terdakwa membayar biaya perkara.
Vonis dipertimbangkan hal memberatkan, terdakwa merugikan orang lain. Ia telah menikmati uang hasil kejahatannya. "Hal meringankan, terdakwa sopan di persidangan. Belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga," kata hakim.
Atas putusan tersebut, terdakwa Adhi Siswanto yang sejak awal menghadapi perkaranya sendiri tanpa didampingi pengacara langsung menyatakan menerima. Sementara JPU mengaku masih pikir-pikir.
"Saya menerima putusan Yang Mulia," kata Adhi menjawab pertanyaan.
Adhi Siswanto ditahan, didudukkan di kursi pesakitan dan disidang atas dugaan penipuan dan pengelapan. Perkara menyeret warga Taman Alamanda, Graha Padma Semarang itu pada Juli 2016. Awalnya ia menghubungi saksi Agus Sariyanto dan meminta mencarikan mobil rental. Selama 10 hari ia akan menyewa guna operasional bisnis pupuk dari malaysia dengan sewa perhari Rp275 ribu. Agus Sariyanto lalu mengalihkan mencarikan mobil rental milik rekannya, Gunawan Patria dan diperoleh mobil Avanza H 8460AQ atasnama Yuli Astuti.
Pada 1 Agustus, mobil diserahkan terdakwa lalu diserahkan ke Budiyono, rekan Adhi. Namun tanpa ijin, mobil digadaikan ke Yanto di Winong, Pati senilai Rp 20 juta.
Pada 10 Agustus Adhi kembali menghubungi Agus untuk mencarikan mobil lagi dan kembali dicarikan milik Gunawan, Xenia H 91d5 DY atasnama Eko Wicaksono. Usai diserahkan ke terdakwa di rumahnya, mobil diserahkan ke Hendri Pujiarto, rekannya. Namun kembali digadaikan ke seorang bernama Agus di Winong Pati senilai Rp 30 juta.
Hingga waktu perjanjian habis, terdakwa tidak mengembalikan dua mobil dan tidak membayar. Adhi dilaporkan ke kepolisian dan ditangkap Polrestabes Semarang pada 5 September 2016.rdi
Ketua RT di Semarang Didakwa Peras dan Ancam Warganya
SEMARANG - Ong Budiono (48), Ketua RT 2 RW 2 di Karanganyu Semarang Barat disidang di Pengadilan Negeri (PN) Semarang atas kasus hukum yang menjeratnya. Pada sidang perdana perkaranya, Kamis (2/2) kemarin, ia didakwa telah melakukan pemerasan dan pengancaman ke seorang warganya. Korban, Setiadi Hadinata SH MM MKn, Direktur PT Synergy Niagatam Indonesia (SNI). Atas dasar menagih iuran warga, Ong yang ditahan penyidik Mabes Polri 1 Januari lalu dan dialihkan menjadi tahanan kota saat tahap II pada 19 Februari, ia dinilai bersalah.
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum mengancam agar korban memberikan uang.
"Pimair. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 369 ayat (1) KUHP. Subaidair Pasal 368 KUHP," kata Akhyar Sugeng WidiartoJaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya.
Kasus terjadi pada Agustus 2012-Februari 2013. Bermula Juli 2012 saat Setiadi membeli ruko di Jalan Anjasmoro Raya No 1-A/1-2 RT 1 RW 2 untuk kantornya. Pada 28 Agustus Ong selaku ketua RT datang dan dengan nada mengancam Setiadi harus wajib membayar iuran warga, uang cctv, perbaikan taman. "Jika tidak maka pintu belakang akan dibongkar paksa seperti halnya pemilik lama," kata JPU di depan majelis hakim dipimpin Samsul Bakri.
Terdakwa menegaskan, sebagaimana ke pemilik lama, pihaknya pernah menutup pintu belakang dengan pohon. Padahal nyatanya, ruko masuk wilayah RT 1.
Atas hal itu, 30 Agustus, kali pertama Setiadi mentransfer Rp 1,5 juta. Kedua pada 1 Februari 2013 sebesar Rp 600 ribu lewat bendahara RT, Kang Po Liong.
Merasa takut dan terpaksa, korban mencari informasi datang ke Kelurahan Karangayu mengenai status domisilnya. "Sesuai Surat Keterangan Domisili tanggal 18 Juni 2014 yang menyatakan rukonya masuk wilayah RT 1RW 2. Hal itu dikuatkan SPPT PBB Tahun 2014," kata jaksa.
Pada 16 Mei 2013 sebelumnya korban menerima surat lagi perihal tunggakan tagihan pembayaran iuran sebsar Rp 6.450.000 dari terdakwa. Dengan ancaman, disebut jika tidak dibayar pihak terdakwa akan bertindak tegas menutup pintu belakang ruko.
Menjawab itu, korban mengirim surat ke terdakwa berisi tidak lagi mengurusi uruaan adminitrasi dan iuran watga RT 2. Atas surat itu, Ong tanggal 1 September 2014 mengirim surat balasan. Isinya menerangkan, ruko masuk di RT 2, warga akan menutup pintu dan saluran air serta meminta Setiadi membangun kembali tempat sampah warga terhitung 15 hari kemudian.
Lewat kuasa hukumnya, pada 11 September Setiadi mensomasi terdakwa dan warga agar mencabut ancamannya serta minta maaf namun tidak ditanggapi.
"Pada 15 September terdakwa bersama sekelompok orang (warga) dengan ancaman pencemaran nama baik berteriak-teriak mendatangi ruko dan berkata kasar," ujar jaksa.
Merasa nama baiknya tercemar serta dirugikan Rp 2,1 juta, Setiadi melapor terdakwa ke Mabes Polri. Atas dakwaan itu, terdakwa didampingi delapan pengacaranya akan mengajukan eksepsi.
"Kami eksepsi. Ini bukan pidana. Bukan pemerasan. Ini tentang hidup di masyarakat. Tentang iang iuran wajib hidup di masyarakat dan sejak dulu ada. Semua warga harus patuh. Terdakwa minta bukan memeras tapi demi kepentingan warga. Kami berharap majelis bijaksana menilai bahwa ini bukan pidana. Sebagai ketua RT, terdakwa menjalankan fungsi koordinator warga. Kecuali itu kepentingan pribadi," kata
Osward Feby Lawalata dan Isakh Rons, pengacara Ong menyayangkan.rdi
Didakwa Korupsi Rp 352 Juta, Ilham Walujo dan Solikhun Tak Ajukan Keberatan
SEMARANG- Perkara dugaan korupsi pengadaan lahan pengganti tanah kas desa di Desa Punggelan Kabupaten Banjarnegara mulai disidangkan. Perkaranya mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor Semarang.
Dua orang pelaku didudukkan sebagai terdakwa. Mereka Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Pengadaan Tanah Skala Kecil pada Bagian Aset Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Banjarnegara, Ilham Walujo dan Kepala Desa Punggelan, Solikhun.
Keduanya didakwa korupsi atas pengadaan lahan pengganti tanah kas desa di Desa Punggelan. Pengadaan lahan itu karena tanah kas desa seluas 3.170 meter persegi akan digunakan untuk pembangunan kantor Kecamatan Punggelan dan kantor PLKB.
Sesuai aturan desa, maka harus tanah kas desa harus dicarikan penggantinya.
Ilham dan Solikhun didakwa melakukan perbuatan sebagaimana pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, keduanya juga didakwa pasal 3 juncto pasal 18 ayat 1 UU Korupsi.
Bahwa, akibat perbuatan yang tidak sesuai ketentuan secara bersama-sama dan berlanjut oleh terdakwa Ilham Walujo dan Solikhun tersebut mengakibatkan adanya kerugian negara Rp 352,3 juta.
Atas dakwaan tersebut, Ilham dan Solikhun yang didampingi kuasa hukumnya Taufik Hidayat menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi.
"Kami tidak mengajukan eksepsi atau keberatan. Perkaranya langsung dilanjutkan pemeriksaan saksi," kata Taufik, kemarin.
Perkara ini bermula pada 27 Agustus 2015 jam 19.00, terdakwa Ilham mengubungi Solikhun untuk keperluan permohonan ukur tanah pengganti bengkok.
Menurut Cici, Solikhun menyadari data yang diserahkan kepada Ilham tidak benar. Berdasarkan kutipan C Desa Nomor 2093 Persil 64 atas nama Solikhun, sebenarnya milik Imam Cholidin Bingut sebagaimana Buku Letter C Desa Nomor 2214 Persil 64. Adapun, Leter C Desa Nomor 2219 Persil 72B atas nama Supandi Ratmo sebenarnya sudah dipindahkan kepemilikan kepada Solikhun lewat proses jual beli, tapi buku catatan belum diubah data kepemilikannya.
"Satu bidang tanah seluas 4.583 meter persegi di Desa Punggelan sebagaimana C Desa 2214 Persil 64 sebenarnya atas nama Imam seharga 569,43 juta. Satu bidang tanah lainnya seluas 5.750 meter persegi di Desa Punggelan C Desa 2219 atas nama Supandi harganya Rp 430,53 juta," kata jaksa dari Banjarnegara Cipi Perdana saat membacakan dakwaannya dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang Andi Astara.
Jaksa menilai Ilham selaku PPTK tanpa meneliti atau mengkoreksi dokumen-dokumen kegiatan yang dimintakan tanda tangan ke pengguna anggaran. Kemudian, ia menghitung dan menetapkan besarnya ganti rugi Rp 999 juta.
Harga itu dinilai tidak wajar atau terjadi mark up karena penentuan harga tidak mempertimbangkan harga pasar. Selain itu juga terjadi kecurangan Solikhun, karena tanpa ada negosiasi harga. Pembayaran tanah juga telah diterima Solikhun, sebesar Rp 250 juta di antaranya digunakan untuk membayar tanah milik Imam.rdi
Divonis 2 Tahun, Mudasir Langsung Terima. Korupsi PSSI Pati 2012
SEMARANG - Pengadilan Tipikor Semarang yang memeriksa perkara Mudasir, anggota DPRD Pati nonaktif, terdakwa perkara dugaan korupsi dana hibah KONI Pati untuk Pengurus Cabang (Pengcab) PSSI Pati tahun 2012 menjatuhkan putusannya. Majelis hakim diketui Ari Widodo memvonis politisi Partai Hanura itu dengan pidana 2 tahun penjara. Hukuman itu diketahui lebih tinggi 6 bulan dari tuntutan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya menuntut majelis menghukum mantan bendahara KONI, PSSI dan Manajer Persipa itu dengan pidana 18 bulan penjara.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mudasir selama 2 tahun penjara. Pidana denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan," kata Ari Widodo didampingi Sastra Rasa dan Kalimatul Jumro, hakim anggota membacakan amar putusannya.
Pidana tambahan membayar Uang Pengganti (UP) atas kerugian negara yang muncul juga dijatuhkan ke terdakwa. Yaitu membayar UP Rp 316.732.973 diperhitungan penitipannnya ke penyidik Polda Jateng sebesar Rp 316.732.800.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan tidak terbukti korupsi melawan hukum dan dibebaskan dari dakwaan primair. Menurut majelis, Mudasir bersalah korupsi bersama-sama, menyalahgunakan wewenang, menguntungkan diri sendiri dan orang lain sebagaimana danwaan subsidair. Melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001. Bersama Sunarwi, anggota DPRD Pati dari Hanuta sekaligus mantan Ketua KONI dan PSSI itu, ia korupsi.
Sunarwi dinilai terlibat atas perannya mencari kuitansi, pembuata Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif atas sejumlah kegiatan PSSI dan Persipa. "SPK fiktif dibuat seolah ada kegiatan yang dikerjakan rekanan. Semuanya digunakan dalam penyusunan Lph kegiatan PSSI Pati tahun 2012," kata hakim.
Selaku bendahara, terdakwa tidak melaporkan beberapa kegiatan yang tidak dikerjakan senilai 316.732.793 dalam Lpj itu. "Adanya Lpj fiktif itu terlihat adanya kesengajaan terdakwa untuk mendapat keuntungan," lanjut Ari Widodo.
Bersama Sunarwi, Mudasir telah menggunakan dana hibah Pemkab Pati tahun 2012 tidak sesui mestinya. "Pervuatannya telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan karena jabatannya selaku bendahara dan Sunarsi selaku ketua umum," kata hakim menyatajan keduanya harus bertanggungjawab.
Hakim menolak seluruh dalil pembelaan terdakwa dan pengacaranya. Vonis dipertimbangkan, hal memberatkan perbuatannya bertentangan dengan upaya pemberantasan korupsi pemerintah. Korupsi sebagai kejahatan luar biasa.
"Hal meringankan, terdakwa sopan, belum pernah dihukum, memiliki tangungan keluarga dan sudah mengembalikan kerugian negara," kata hakim yang dalam putusannya mengembalikan barang bukti ke penuntut umum untuk pengembangan penyidikan.
Atas putusan itu, terdakwa yang didampingi pengacaranya langsung menyatakan menerima. Senada diungkapkan JPU.
"Kami menerima Yang Mulia," kata Mudasir pada sidang yang dikawal ketat aparat kepolisian.
Korupsi terjadi atas pengelolaan dana hibah Pemkab Pati untuk KONI Pati, PSSI dan Persipa senilai Rp 1,070 miliar. Dalam pengelolaanya diketahui terdapat sejumlah penyimpangan. Terdapat belanja PSSI dan Persipa yang tidak sesuai jumlah dan tokonya. Beberapa belanja itu di Spj kan dengan nota tidak sesuai dan diplasukan.
Terdakwa membuat Spj fiktif atas beberapa kegiatan seakan telah dilaksanakan semua. Menutupi itu terdakwa bersama pengurus lain mencari nota dari pihak ketiga, mengisi sesuai nilai anggaran, seolah kegiatannya sudah dilaksanakan.
Spj 2012 disusun diantaranya berdasar nota dan SPK fiktif yang ditandatangani Sunarwi. Terdapat sekitar empat SPK fiktif yang kemudian dilampirkan di Spj. Terdakwa diketahui juga memalsu bukti pemberian bantuan ke sejumlah Persatuan Sepakbola (PS). Perbuatannya menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 316,7 juta.
Korupsi menyeret Sunarwi, mantan Ketua DPRD Pati sekaligus mantan ketua PSSI Pati periode 2007-2011. Atas permohonanan dana hibah dan dicairkan sebesar Rp 1,070 miliar. Meski sudah diganti, namun dana itu diketahui diambil Sunarwi dan Mudasir.
Sebelum turunnya dana, masalah bermula saat Pengcab PSSI dan Persipa Pati akan mengikuti kompetidi Divisi I Liga Primer Indonesia dan BLAI tahun 2011/2012. Karena dana belum cair pelaksanaannya, dipakai dana talangan dari beberapa pengurus, sebesar Rp 1.070 miliar sesuai anggaran hibah yang disetujui.
Dana itu digunakan untuk kesekretariatan, pelaksanaan divisi sebesar Rp 804,6 juta dan masih sisa Rp 265,3 juta. Berdasar konsultasi ke BPK, sisa dana itu bisa dipakai dan dimasukan dalam anggaran, dengan syarat revisi pengajuan.
Di akhir 2012 dana hibah Rp 1,070 miliar cair sesuai revisi pengajuan proposal ke KONI Pati untuk Pengcab PSSI. Dalam empat tahap cair dan masuk ke rekening Pengcab dan dua kali diterima tunai terdakwa.
Dana lalu digunakan untuk pengembalian dana talangan ke terdakwa, pengurus termasuk Sunarwi. Atas pengelolaannya, terdakwa menggunakan dana tidak sesuai dan membuat Lpj fiktif. Dalam pemeriksaannya, BPK Jateng menemukan adanya penggunaan fiktif sebesar Rp 354 juta. Atas perbuatannya, terdakwa dinilai merugikan negara Rp 316,7 juta (Rp 354 juta dikurangi pajak Rp 37,6 juta).rdi
Pengadilan Tipikor Tak Berwenang, Dakwaan Wahyu Hanggono Tak Berstempel dan Kabur
SEMARANG - Eksepsi atau keberatan diajukan Wahyu Hanggono, terdakwa perkara dugaan korupsi atas kredit pada BRI dan Mandiri Solo tahun 2012. Direktur PT Indonesia Antique (IA), terpidana korupsi kredit fiktif Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Semarang 2012 itu menolak seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Lewat pengacaranya, Hono Setiaji dan Dedi Arif Cahyono, dalam eksepsinya, Pengadilan Tipikor Semarang juga dianggap tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya. Menurutnya, perkaranya itu masuk ranah perdata.
Hal itu diungkapkan dalam pembacaab eksepsinya pada sidang, Rabu (1/2). Diungkap Wahyu, pengusaha eksportir mebel itu, munculnya masalah kredit macet kedua bank terjadi karena pailit yang dijatuhkan terhadapnya dan PT IA."Tidak akan terjadi kredit macet jika terdakwa tidak dipailitkan," kata Hono di hadapan majelis hakim dipimpin Antonius Widijantono.
Beberapa alasan keberatan atas surat dakwaan JPU, diantaranya pengadilan tidak berwenang memeriksa dan mengadili. Dikatakannya, terkait perjanjian kredit dan kredit macet bukan ranah perkara pidana tapi perdata.
Dakwaan batal demi hukum atau tidak dapat diterima. "Pasalnya dakwaan dinilai tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap," ujarnya.
Salah satunya alasannya, tindakan penuntut umum yang mencoret adanya pasal 55 KUHP dalam dakwaannya. Sebagai pihak swasta mandiri, menurutnya dakwaan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan dinilai tak tepat.
"Ketidakjelasan juga terjadi atas penerapan terkait Surat Edaran (SE) direksi bank tentang prosedur dan mekanisme penyaluran kredit,"lanjutnya.
Menurut Wahyu, pihak yang dinilai menyimpang dari SE itu, aturan itu berlaku internal bank. Ia menyatakan tidak ada satupun tindakan penyimpangan atas kredit yang dijamin dan diajukan calon plasmanya.
Jaksa juga dinilai tidak jelas mengurai soal kerugian negara. Disebut jaksa, atas kredit pada BRI Cabang Kartosuro Solo Rp 3 miliar, PT Mandiri (Persero) Tbk Busines Bangking Center (BBC) Solo Rp 7,5 miliar muncul kerugian negara senilai jumlah kredit itu.
"Sesuai fakta yang juga diakui ahli BRI dan Mandiri dalam BAP penyidikannya, sisa kredit yang tak terbayar di BRI sebesar Rp 191 juta sedangkan Mandiri Rp 660 juta. Jumlah itu adalah sisa tunggakan kredit, pencairan jaminan agunan dan pembayaran asuransi," jelas dia.
Atas eksepsi itu, Sri Heryono, JPU Kejati Jateng menyatakan akan menanggapi. Sidang ditunda pekan depan dengan acara tanggapan jaksa atas eksepsi.
Korupsi diduga terjadi pada BRI dan Mandiri Solo. Memakai 21 nama anak buahnya, calon plasma Wahyu menjadi avalis atau penjamin mengajukan kredit program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Atas kredit beragunan sejumlah aset sertifikat tanah, mesin, deposito dan jaminan asuransi kredit itu cair Rp 10,5 miliar dengan jangka waktu selama 12 bulan.
Usai disetujui bank, dana diterima kreditur, lalu dikelola terdakwa. Pada perjalanannya, kredit tak dibayar karena terdakwa jatuh pailit. Akibatnya, ia dinilai merugikan negara sebesar Rp 10,5 miliar dan dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001.
Wahyu mengajukan kredit di Mandiri dan BRI dan cair Mei dan Juni 2011. Pada 7 Mei 2012, Wahyu dan PT IA digugat ke PN Semarang, dua kreditur atas hutang Rp 140 juta tahun 2010 silam. Pada 8 Juni 2012 perkara diputus dan dinyatakan pailit.
Efek pailit, hutang di BRI dan Mandiri tak terbayar. Seluruh asetnya disita kurator dan dilelang. Aset senilai lebih dari pinjaman bank dijual. Namun hasilnya tak cukup melunasi hutangnya di bank.rdi