Pengadilan Tipikor Tak Berwenang, Dakwaan Wahyu Hanggono Tak Berstempel dan Kabur

SEMARANG - Eksepsi atau keberatan diajukan Wahyu Hanggono, terdakwa perkara dugaan korupsi atas kredit pada BRI dan Mandiri Solo tahun 2012. Direktur PT Indonesia Antique (IA), terpidana korupsi kredit fiktif Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Semarang 2012 itu menolak seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Lewat pengacaranya, Hono Setiaji dan Dedi Arif Cahyono, dalam eksepsinya, Pengadilan Tipikor Semarang juga dianggap tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya. Menurutnya, perkaranya itu masuk ranah perdata.
Hal itu diungkapkan dalam pembacaab eksepsinya pada sidang, Rabu (1/2). Diungkap Wahyu, pengusaha eksportir mebel itu, munculnya masalah kredit macet kedua bank terjadi karena pailit yang dijatuhkan terhadapnya dan PT IA."Tidak akan terjadi kredit macet jika terdakwa tidak dipailitkan," kata Hono di hadapan majelis hakim dipimpin Antonius Widijantono.
Beberapa alasan keberatan atas surat dakwaan JPU, diantaranya pengadilan tidak berwenang memeriksa dan mengadili. Dikatakannya, terkait perjanjian kredit dan kredit macet bukan ranah perkara pidana tapi perdata. 
Dakwaan batal demi hukum atau tidak dapat diterima. "Pasalnya dakwaan dinilai tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap," ujarnya.
Salah satunya alasannya, tindakan penuntut umum yang mencoret adanya pasal 55 KUHP dalam dakwaannya. Sebagai pihak swasta mandiri, menurutnya dakwaan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan dinilai tak tepat.
"Ketidakjelasan juga terjadi atas penerapan terkait Surat Edaran (SE) direksi bank tentang prosedur dan mekanisme penyaluran kredit,"lanjutnya.
Menurut Wahyu, pihak yang dinilai menyimpang dari SE itu, aturan itu berlaku internal bank. Ia menyatakan tidak ada satupun tindakan penyimpangan atas kredit yang dijamin dan diajukan calon plasmanya.
Jaksa juga dinilai tidak jelas mengurai soal kerugian negara. Disebut jaksa, atas kredit pada BRI Cabang Kartosuro Solo Rp 3 miliar, PT Mandiri (Persero) Tbk Busines Bangking Center (BBC) Solo Rp 7,5 miliar muncul kerugian negara senilai jumlah kredit itu.
"Sesuai fakta yang juga diakui ahli BRI dan Mandiri dalam BAP penyidikannya, sisa kredit yang tak terbayar di BRI sebesar Rp 191 juta sedangkan Mandiri Rp 660 juta. Jumlah itu adalah sisa tunggakan kredit, pencairan jaminan agunan dan pembayaran asuransi," jelas dia.
Atas eksepsi itu, Sri Heryono, JPU Kejati Jateng menyatakan akan menanggapi. Sidang ditunda pekan depan dengan acara tanggapan jaksa atas eksepsi.
Korupsi diduga terjadi pada BRI dan Mandiri Solo. Memakai 21 nama anak buahnya, calon plasma Wahyu menjadi avalis atau penjamin mengajukan kredit program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Atas kredit beragunan sejumlah aset sertifikat tanah, mesin, deposito dan jaminan asuransi kredit itu cair Rp 10,5 miliar dengan jangka waktu selama 12 bulan.
Usai disetujui bank, dana diterima kreditur, lalu dikelola terdakwa. Pada perjalanannya, kredit tak dibayar karena terdakwa jatuh pailit. Akibatnya, ia dinilai merugikan negara sebesar Rp 10,5 miliar dan dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan  UU No 20/2001.
Wahyu mengajukan kredit di Mandiri dan BRI dan cair Mei dan Juni 2011. Pada 7 Mei 2012, Wahyu dan PT IA digugat ke PN Semarang, dua kreditur atas hutang Rp 140 juta tahun 2010 silam. Pada 8 Juni 2012 perkara diputus dan dinyatakan pailit.
Efek pailit, hutang di BRI dan Mandiri tak terbayar. Seluruh asetnya disita kurator dan dilelang.  Aset senilai lebih dari pinjaman bank dijual. Namun hasilnya tak cukup melunasi hutangnya di bank.rdi

0 comments:

Posting Komentar