SEMARANG - Bupati Kebumen, M Yahya Fuad kembali diperiksa atas perkara dugaan suap terdakwa Hartoyo, Komisaris PT Otoda Sukses Mandiri Abadi (OSMA) di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (22/2). Bersama Arif Budiman, Zaini Miftah dan Kasran mantan tim sukses (timses) nya, Ujang Sugiono Kadisdikpora ia diperiksa. Turut diperiksa pula, Sigit Widido, Kabid Pemasaran Disparbud, tersangka perkara terkait.
Keenam saksi itu diperiksa lagi untuk dikonfortir satu sama lain. Dalam keterangannya sebelumnya saksi memberi pernyataan tak sinkron.
Di hadapan majelis hakim dipimpin Siyoto, mereka yang bersama-sama diperiksa mengakui adanya peran keterlibatan bupati dalam bagi-bagi proyek Pokok Pikiran (Pokir) APBDP 2016 itu. Saksi Arif Budiman, Zaini Miftah dan Kasran mengakui hak itu.
"Saya meminta proyek kepada bupati," kata saksi Arif Budiman yang diamini Zaini dan Kasran menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menanggapi itu, saksi Yahya Fuad membantah. Ia mengakui diminta proyek, namun olehnya disarankan ikut lelang.
"Saya minta mereka ikut lelang. Saya tidak pernah membagi proyek," kata Yahya.
Terkait penunjukan Hartoyo selaku pihak yang 'membeli' alokasi proyek dan nantinya melaksanakan proyek Alat Peraga (Alper) anggaran Pokir di Disdikpora, Yahya membantah terlibat. "Saya tidak ke A atau B. Kami ingin terbaik. Soal dukungan Pak Hartoyo, silahkan yang mau lelang," katanya.
Yahya yang dikonfortir atas keterangan saksi Arif yang menyebut adanya keterlibatannya atas proyek Alper dan fee, juga membantah. Dalam sidang dan BAP, Arif mengaku pernah ditanya bupati terkait proyek Pokir saat di pendopo pada 10 Oktober, sekitar dua jam sebelum pengesahan APBDP.
"Mas untuk Alper apa semua sudah clear. Dan saya jawab sudah, sesuai harapan jenengan. Dan bupati bilang bagus dan dapat berapa ?," kata Arif tak tegas memaknainya sebagai fee dan membantah membahasnya kepada bupati.
Saksi Arif yang dinilai tak konsisten atas keterangannya sebelumnya mengaku, pembicaraan itu membahas soal diskon dan spek barang. Sidang sebelumnya, Arif menyebut adanya fee.
"Di BAP tidak ada diskon. Sidang kemarin yang dipakai fee. Kata diskon baru muncul sekarang," kata jaksa dan hakim menimpali.
Dikonfortir soal itu, Yahya Fuad membantah hal itu. "Itu tidak ada. Saya tidak pernah tanya fee. Sama sekali. Saya tidak pernah meminta dan menyuruh meminta. Saya bersumpah.Saya bersumpah. Saya bersumpah," kata Yahya berusaha meyakinkan.
Saksi Ujang sendiri mengakui, ada peran bupati dalam pembagian proyek. "Pernah menghadap bupati terkait pengadaan di Disdikpora. Hadilnya saya buat catatan lalu saya beritahukan Edi Wiranto selaku ULP, terkait nama-nama yang ada di catatannya. Kepada Edi Wiranto, saya sampaikan bahwa ini adalah arahan bapak bupati," kata Ujang.
Dugaan suap juga menyeret Ketua Komisi A DPRD Kebumen, Yudi Tri Hartanto dan Sekretaris Daerah (Sekda) Kebumen, Adi Pandoyo. Suap terkait alokasi anggaran Pokir di Komisi A.rdi
Pembebasan Lahan, Hambat Proyek BBWS Pemali Juana
SEMARANG - Masalah pembebasan lahan muncul atas proyej drainase Tambaklorok Semarang serta pekerjaan pengendalian banjir Sistem Sungai Jragung. Proyek milik Dirjen Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana untuk mengendalikan banjir itu kini memasuki tahap galian alur sungai. Proyek drainase akan menghabiskan Rp 151 miliar, jangka waktu 23 Oktober 2015 sampai 7 Oktober 2017.
"Kegiatan yang kami lakukan adalah galian alur sungai sepanjang 800 m dan pembuatan tanggul rob sepanjang 1,485 meter," ucap Dani Prasetyo, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan Drainase Tambak Lorok kepada Sub Tim II Tim Pengawalan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) di lokasi proyek, kemarin.
Kepada TP4D yang dipimpin Nanang Dwi Priharyadi selaku Kasubtim II, Dani menambahkan. Kendala dan permasalahan di lapangan saat ini adalah pembebasan lahan.
"Masih ada 12 bidang yang belum masuk appraisal dan sembilan bidang yang belum bisa dicairkan karena sertifikat jadi jaminan bank. Tapi masih terus kita kebut proses nya agar segera beres," kata Dani.
Sementara proyek pengendali banjir di Sungai Jragung muncul atas menurunnya kapasitas sungai. Itu akibat sedimentasi dan banyaknya tanaman perkebunan di bantaran sungai.
"Dimaksudkan mengembalikan fungsi sungai Jragung. Jragung lama sebagai sarana pengendali banjir dan memberikan rasa aman kepada masyarakat di sekitar sungai rawan banjir saat banjir melanda adalah maksud dan tujuan kegiatan pengendalian banjir ini," ucap Ari, PPKom proyek kepada TP4D.
Proyek itu, kata dia, beranggarkan Rp193 miliat dengan waktu pelaksanaan 810 hari kalender.
Nanang Dwi P menambahkan, pihaknya akan mengawal dan mengawasi pelaksanaa kedua proyek sesuai tufoksi. Pihaknya berharap atas masalah yang muncul dapat diselesaikan dan tidak masuk ranah hukum.
"Kami akan terus dorong terus secara kontinyu supaya bisa selesai sesuai waktu yang ditetapkan," kata Nanang.rdi
Ditilang, Pengacara di Solo Praperadilankan Polisi di Semarang
SEMARANG - Juned Wijayantmo, seorang pengacara di Solo menggugat praperadilan Kapolda Jateng cq Kapolrestabes Semarang ke pengadilan. Gugatan diajukan terkait tindakan penilangan petugas terhadap Juned. Tanpa kewenangan, polisi dinilai menindak atas keterlambatan pajak kendaraan milik Juned.
"Benar. Ada gugatan praperadilan nomor 1/Pid.Pra/2017/PN Smg yang diajukan Juned Wijayantmo SH MH melawan Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq Kapolda Jawa Tengah Cq. Kapoltabes Semarang. Kamis, 16 Februari lalu perkaranya diajukan," kata Noerma S, Panitera Muda Pidana Pengadilan Negeri (PN) Semarang dikonfirmasi, Senin (20/2).
Praperadilan bermula pada Kamis (26/1) lalu sekitar pukul 12.30 di jalan Tol Semarang-Bawen atau wilayah hukum Polrestabes Semarang. Juned dalam perjalananya dihentikan polisi. Dia lalu diberi surat tilang. SIM-nya disita karena pajak mobilnya belum dibayar.
"Bahwa ada upaya pemaksaan pemohon untuk menghadiri sidang di PN Semarang pada Jumat tanggal 14 Februari 2017. Termohon telah bertindak asal-asalan karena Jumat tanggal 14 Februari 2017 tidak ada. Melainkan Selasa tanggal 14 Februari 2017. Termohon telah bertindak tidak cermat sesuai azas-azas pemerintahan yang baik," sebut Juned dalam gugatannya.
Juned mengakui jika mobilnya legal dan secara adminitrasi memang menunggak pajak. "Tapi bukan kewenangan Termohon memberikan sanksi. Termohon tetap menyita SIM Pemohon," kata dia.
Menurut Juned, polisi telah bertindak sewenang-wenang atau menyalahgunakan wewenang. Mengutip keterangan Divisi Humas Mabes Polri menurut Juned, pajak kewenangan ada di Dispenda.
"Ada sanksi administratif sendiri, seperti denda kalau telat membayar pajak, bukan tilang sanksinya," sebut dia.
Disebutkannya, keterlambatan pajak adalah masalah Administrasi dengan sanksi pembayaran denda. Menurut Juned, ada dugaan upaya mencari cari kesalahan yang dilakukan oleh polisi.
Atas masalah itu, Juned meminta Pengadilan Negeri (PN) Semarang memeriksa dan menjatuhkan putusan. Menyatakan penyitaan SIM atasnama dirinya adalah tindakan penyalahgunaan wewenang.
"Menyatakan dan memerintahkan kepada Termohon mengembalikan SIM Pemohon.
Menghukum Termohon membayar biaya perkara," kata Juned yang diketahui berkantor di Jalan Dr. Radjiman No.274, Sriwedari, Laweyan, Kota Surakarta.
Dalam gugatannya, Juned menilai sesuai Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945, negara harus menjunjung tinggi hak asasi manusia.“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Pasal 28 I disebut “Untuk menegakan dan melindungi Hak Asasi Manusia sesuai dengan prinsip Negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”.
"Aturan hukum dibuat untuk melindungi warga dari perlakuan sewenang-wenang atau penyalahgunaan aparatur penegak hlhukum," kata Juned dalam gugatannya.
Menurutnya, berdasarkan putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 merubah ketentuan Pasal 77 huruf a KUHAP.
Dikonfirmasi terkait masalah itu, AKBP Catur Gatot Efendi, Kasatlantas Polrestabes Semarang tidak bisa dihubungi.rdi
Kasus Uang Palsu Lintas Jateng Masuk ke Pengadilan
SEMARANG - Kasus pembuatan dan peredaran uang palsu (Upal) terbesar di Semarang yang melibatkan empat pelaku telah selesai penyidikannya. Pengungkapan pembuatan Upal lintas daerah oleh Mabes Polri itu memasuki tahap pelimpahan ke pengadilan.
Tiga orang diajukan ke pengadilan. Mereka, Satria Vico Meyprima Erhan Putra, Suprayitno dan Mohamad Soim. Seorang pelaku, Erik dinyatakan buron.
"Perkaranya masuk dan tercatat dalam nomor 125/Pid.Sus/2017/PN Smg. Belum ditetapkan majelis hakim pemeriksa dan jadwal sidangnya," kata Noerma S, Panitera Muda Tindak Pidana pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Senin (20/2).
Kasus Upal diketahui diungkap petugas Oktober 2016 lalu di Jalan Dinar Elok Metesah Tambelang. Pengungkapan bermula saat tim Subdit IV/
Upal Direktorat Tipideksus Bareskrim Polri menerima informasi peredaran Upal di Jateng. Dalam penyelidikannya, petugas awalnya berpura-pura membeli Upal pecahan Rp 100 ribu dari Heni dengan perbandingan 1:4. Di daerah Banjir Kanal Barat, petugas menangkap Heni beserta barang bukti Upal sebanyak 450 lembar Upal.
Usai dikembangkan, petugas menangkap Satria di rumahnya di Jalan Damar Raya Padang Sari Banyumanik. Darinya turut disita, peralatan pembuatan Upal seperti tinta, alat sablon, mesin cetak, kertas dan lainnya.
Menyusul kemudian ditangkap tersangka Supriyatno di Mateseh. Darinya turut diamankan ratusan lembar Upal pecahan Rp 100 ribu. Sementara M Soim ditangkap di Larang Kulon Bandongan Magelang.
"Dalam pengakuannya, pelaku mengedarkan di daerah Demak, Magelang, Salatiga, Semarang," kata Anton Rudianto, Kasie Pidum Kejari Semarang menambahkan.
Para pembeli diketahui jaringan bekas pengedar dari bapak Satria, Agustinus Handoyo (seorang napi di LP Denpasar Bali atas kasus Upal).
Tersangka Satria kepada pelaku lain menyuruh mengedarkan, mengantarkan dengan sejumlah imbalan. Berdasarkan Hasil Penelitian dan Analisa Laboratoris dari Pusat Analisa dan Informasi Uang Rupiah Bank Indonesia dan ahli diketahui masuk jenis Upal.
Atas perbuatan para tersangka, mereka dijerat Pasal 36 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. " Atau kedua dijerat Pasal 36 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dan ketiga dijerat Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata Anton.rdi
Jadi Terpidana 12 Tahun, Guru SD Disidang Lagi * Kasus Penipuan Investasi Bodong Seragam Sekolah Kota Semarang
SEMARANG – Terpidana 12 tahun perkara penipuan, Arista Kurniasari, mantan PNS, guru SDN Ngemplak Simongan Kota Semarang kembali akan disidang. Ia disidang atas kasus serupa, penipuan investasi bodong.
"Benar. Arista diperkarakan lagi atas kasus penipuan. Perkaranya sudah diajukan ke pengadilan," kata Kasie Pidum Kejari Semarang, Anton Rudianto kepada wartawan, Jumat (17/2).
Kasus terjadi antara Maret 2012 sampai Februati 2014. Kepada seorang koordinator,Dwi Hndayani mengaku memiliki CV Cahaya Mulia dan bergerak atas pengadaan batik, akat tulis kantor dan peralatan olahraga di lingkungan Dinas Pendidikan Semarang.
Atas proyek itu, ia mengaku butuh modal. Kepada Dwi ia meminta dicarokan investor yang mau menanamkan uangnya. Kepada mereka, ia menjanjikan keuntungan besar.
Meyakinkan korban, Arisfa menunjukkan sejumlah copi Surat Perjanjian Kerja (Kontrak Kerja) pekerjaan pengadaan ATK dan copy Surat Perjanjian Kerja (kontrak kerja) pekerjaan pengadaan batik untuk guru di lingkungan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) di Kota Semarang. Padahal Diknas Semarang dan KKKS tidak pernah mengadakan pekerjaan itu.
Ratusan orang yang tertarik investasi itu bersedia menanamkan investasinyaml. Salah satunya, Aning Wida Priyantini yang menyerahkan modal Rp 100 juta. Penanaman modal dicatatkan dalam perjanjian di depan notaris.
Sejak periode Februari 2012 berturut-turut hingga sampai Februari 2014, penyerahan modal yang dilakukan secara bertahap tersebut mencapai kurang lebih sebesar Rp 2,2 miliar. Atas investasi itu, korban Aning Wida Priyantini telah merasakan bagi hasil sebesar Rp 600 juta.
"Tersangka dijerat Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP," kata Anton menjelaskan.
Perkara Arista terdaftar dalam nomor 100/Pid.B/2017/PN Smg. Ditunjuk Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkaranya Adiana Windawati.
Arista sebelumnya disidang atas kasus penipuan dan pencucian uang bersama suaminya Yohanes Onang Supitoyo Budi. Pada Desember 2015 lalu keduanya divonis 12 tahun di tingkat kasasi.
Sebelumnya, di tingkat pertama dan banding, Arista dijatuhi pidana 12 tahun penjara. Sementara Yohanes dipidana 10 tahun.rdi
Humas RSUD Rembang Divonis 14 Bulan Penjara. Korupsi Proyek Gedung Pavilun
SEMARANG - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang menjatuhkan pidana 14 bulan penjara terhadap Giri Saputra, terdakwa perkara korupsi proyek pembangunan gedung perawatan RSUD Dr R.Soetrasno Kabupaten Rembang tahun 2012. Humas RSUD dr R Soetrasno Rembang yang menjalani tahanan kota itu dinilai terbukti korupsi.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Giri Saputra satu tahun dua bulan penjara. Dikurangi masa penahanan kotanya. Memerintahkan terdakwa ditahan di Rutan," kata Siyoto, ketua majelis hakim pemeriksa perkaranya dalam amar putusannya, kemarin.
Vonis hakim diketahui lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Rembang. Sebelumnya Ulin Nuha, JPU menuntut Giri agar dipidana satu tahun penjara.
Selain pidana badan, terdakwa juga dijatuhi pidana denda Rp 50 juta subsidair dua bulan kurungan. Dari pemeriksaan sidang, perbuatan terdakwa selaku PPKom dan PPTK memenuhi dakwaan subsidair. Ia dinilai menyalahgunakan kewenangannya.
"Menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah sesuai dengan pasal 3 UU nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah UU nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP," kata hakim.
Vonis dipertimbangkan hal memberatkan, tindakannya tidak mendukung program pemerintah. Merugikan negara. "Hal meringankan. Terdakwa belum pernah dipidana. Memiliki tangungan keluarga," imbuh hakim.
Atas vonis tersebut, Giri Saputra didampingi pengacaranya mengaku masih pikir-pikir. Senada diungkapkan jaksa.
"Kami dan jaksa masih pikir-pikir," kata Hendri Listiawan Nugroho pengacara terdakwa.
Giri Saputra sebelumnya didakwa korupsi atas pengembangan tiga pelaku lain sebelumnya. Bersama Muhammad Zuhri, Direktur PT Dutarama Surabaya serta Mujiono Kuasa Direktur PT Dutarama dan Budi Harsono selaku pelaksana proyek (telah divonis masing-masing 1 tahun dan 6 bulan, denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan) ia dinilai korupsi.
Kasus terjadi tahun 2012 atas pembangunan gedung berpagu Rp 7,958 miliar, bersumber pada Kementerian Kesehatan Rp 3 miliar, APBD Rembang Rp 2 miliar dan BLUD RSUD Rp 2 miliar. Dalam proyek itu bertindak sebagi PPKom sekaligus PPTK, Giri Saputro S. Panitia penerima pekerjaan, Sugeng Riyadi, Mustahal, Rinto Fatkurtina, Imam Sarjono dan Andi Pratendi Y. Selain itu terdapat pula kelompok kerja pengadaan jasa kontruksi dengan ketua Eko Prehantoni dengan enam orang anggota.
Budi Harsono dan Mujiono bersama panitia, mengajukan penawaran fiktif dengan mengatasnamakan PT DRS dan PT Sumber Telaga Mukti Rembang serta PT Tandas Putra Cahaya sebagai rekanan pendamping lelang. Keduanya meminjam bendera PT DRS milik M Zuhri dan memberikan fee Rp 161 juta.
Pelaksanaannya, selain memakai bendera PT DRS, Budi dan Mujiono juga mensubkontrakkan pekerjaan ke sejumlah perusahaan dan orang lain. Diantaranya PT Multi Beto Pati, PT Syakira Fatisha Karya Perdana Rembang, CV Cahaya Rahayu Abadi Madiun, CV Multi Karya Semarang, PT Sinar Mentari Pagi Cerah Semarang.
Dari pemeriksaan tim ahli Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, ditemukan kekurangan volume pekerjaan. Diantaranya pada tiang pancang, dimensi pembesian, pekerjaan mekanikal dan perataan tanah. Namun atas hal itu, PPKom diketahui tetap membayar ke rekanan 100 persen. Sehingga terjadi kelebihan pembayaran atas proyek tersebut sebesar Rp 996,1 juta.rdi
Kerugian Negara Kasus Korupsi Harus Jelas. Dampak MK Hapus Frase 'dapat' Pada UU Tipikor
SEMARANG - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jateng, Sugeng Pudjianto menegaskan penanganan korupsi berbeda dengan sebelumnya. Kerugian negara atas korupsi yang ditangani harus pasti dan jelas. Hal itu berbeda dengan penanganan sebelumnya, bahwa soal kerugian negara bisa ditentukan belakangan.
"Terkait putusan MK (Mahkamah Konstitusi), kasus korupsi harus ada kerugian negara dulu. Baru sifat melawan hukumnya. Kalau dulu sifat lnya dulu baru dicari kerugian negara," kata Sugeng dalam sambutannya saat pengambilan sumpah pelantikan dan serah terima jabatan pejabat eselon III di lingkungan Kejati Jateng, Jumat (17/2).
Menurutnya, perbedaan itu akan menjadikan adanya kepastian hukum. "Supaya ada kepastian. Kata "dapat" (merugikan keuangan negara-red) dihilangkan pada Pasal 2 dan Pasal 3 (UU Tipikor). Tolong ini dicermati," katanya.
MK pada putusannya nomor 25/PUU-XIV/2016 yang dijatuhkan pada 25 Januari 2017 lalu oleh sembilan hakim konstitusi, salah satunya Patrialis Akbar. MK menghapus frase kata ' dapat' dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah UU nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
MK menilai kata 'dapat' tidak sesuai perkembangan politik hukum pemberantasan korupsi. Hal itu dikaitkan UU nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan (UU AP) yang mengutamakan dari pendekatan pidana menjadi pendekatan hukum administrasi.
MK juga menilai frasa “atau orang lain atau suatu korporasi” mengandung makna yang
ambigu dan tidak pasti. Karena akan menjaring seluruh perbuatan yang
disengaja, tidak disengaja atau bahkan perbuatan yang diawali dengan
maksud baik. Seseorang mungkin bisa dikenai tindak pidana korupsi walaupun seorang aparatur sipil negara
mengeluarkan suatu kebijakan dengan itikad baik dan menguntungkan negara
atau rakyat dan pada saat yang lain menguntungkan orang lain atau korporasi. Meski kebijakan tersebut sama sekali bukan merupakan perbuatan jahat.
Putusan MK diwarnai adanya pendapat berbeda oleh hakim atau dissenting opinions (DO). Dari sembilan, empat hakim I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, Aswanto, dan Maria Farida Indrati menilai penghapusan itu akan berkonsekuensi mengubah delik korupsi dari formil ke materiil.
Mutasi Kajari
Sementara mutasi kemarin dilakukan terhadap sejumlah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) di Jateng serta Asisten Pembinaan Kejati Jateng. Mereka yang menduduki jabatan, Sungarpin Asisten Pembinaan, Nur Mulat Setiawan Kajari Purbalingga, Erry Pudyanto Marwantoro Kajari Kebumen, Eko Hening Wardoyo Kajari Kabupaten Magelang. Bambang Marwoto Kajari Sukoharjo, Eko Prayitno Kajari Kabupaten Tegal, Yudi Herdarto Kajari Kendal, Bambang Setyadi Kajari Salatiga, Dwianto Prihartono Kajari Jepara dan F Juwariyah Kajari Temanggung.
"Pergantian pimpinan merupakan hal wajar. Ada yang promosi. Alhamdulilah di Jateng promosi semua. Berarti kinerja di Jateng baik. Kami berpesan ke Kajari baru, jangan kalah dengan Kajari sebelumnya. Apa yang bisa dikerjakan, kerjakan dan segera menyesuaikan diri. Mayoritas mereka yang di sini stok lama. Jadi bukan mengajari lagi tapi berlari. Segera lari jangan bikin gaduh. Kalau menangani korupsi jika alat bukti cukup jangan takut," kata Kajati.rdi.