SEMARANG - Seorang sopir, Hariyanto, terpaksa harus berurusan dengan polisi karena menyopiri truk berisi bahan bakar minyak (BBM) ilegal. Tersangka dugaan pengangkutan BBM ilegal itu ditahan dan akan disidang di pengadilan. Kasusnya terungkap 2015 silam. Aderina Trisyani, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jateng menyebutkan dalam berkas perkara yang dilimpahkannya ke pengadilan. "Hariyanto ditangkap Jumat 12 Juni 2015 di Jalan Semarang – Kendal Km.9 Kelurahan/Desa Tambakaji Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang. Tanpa hak ia melakukan pengangkutan BBM ilegal sebanyak 8.144 liter," kata dia mengungkapkan, kemarin. Kasus bermula Kamis 11 Juni 2015 pukul 17.00 saat Hariyanto, seorang sopir bertemu Pranoto (DPO) di warung makan di daerah Wonocolo Bojonegoro Jawa Timur. Pranoto menawarinya mengemudikan truk tangki untuk mengirim BBM jenis solar ke Pekalongan. Dia diberi upah Rp 400 ribu termasuk uang makan. Sekitar pukul 18.15 Hariyanto berangkat dari Bojonegoro mengemudikan truck tangki H-1969-AW merk Hino berkapasitas 8.000 liter. Dalam aksinya, pada sisi kanan - kiri tangki diberi tulisan “Minyak Goreng”. Ditemani saksi Nur Ahmad Safi’i yang diajaknya dari Kudus, keduanya melintas di TKP lalu dihentikan polisi. Dua petugas Polda Jateng, saksi Indi Kurniawan dan saksi Alfa Yoga Prihantono yang menerima laporan dan menghentikannya tidak menemukan adanya dokumen BBM. Hariyanto tidak dapat menunjukkan dokumen dimaksud. Ia yang diamankan dan akan disidang terancam dipidana maksimal empat tahun penjara dan denda maksimal Rp 40 miliar. "Perbuatan tersangka sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 53 huruf b jo Pasal 23 ayat 2 huruf b UU RI No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi," kata jaksa. Pengadilan Negeri Semarang yang menerima pelimpahan perkaranya segera menetapkan majelis hakim dan jadwal sidangnya. "Perkara terdaftar nomor 1/Pid.Sus/2017/PN Smg. Dilimpahkan Kamis, 18 Mei 2017," kata Panitera Muda Pidana pada PN Semarang, Noerma S.rdi
Kasus Amunisi Ilegal di Semarang Seret Ladius Yuniarto Margyono
SEMARANG - Kasus dugaan penyelundupan amunisi lewat oleh Ladius Yuniarto Margyono lewat jalur penerbangan di Bandara Achmad Yani Semarang dilimpahkan ke pengadilan. Kejaksaan melimpahkan perkara Ladius yang telah ditetapkan tersangka dan ditahan untuk segera disidang. " Kamis, 18 Mei 2017 dilimpahkan kejaksaan ke pengadilan dalam klasifikasi perkara tindak pidana senjata api atau benda tajam. Perkara telah masuk dan tercatat nomor 373/Pid.Sus/2017/PN Smg," kata Noerma S, Panitera Muda Pidana pada Pengadilan Negeri Semarang dikonfirmasi, Minggu (21/5). Noerma menambahkan, perkara Ladius dilimpahkan Jaksa Penuntut Umum Kejari Semarang; Andi Irawan Haqiqi. "Segera selanjutnya ditetapkan majelis hakim pemeriksa dan jadwal sidangnya," imbuhnya. Kasus menyeret Ladius, atas perannya membawa 50 amunisi ilegal pada 9 Maret 201u lalu. Berawal saat Ladius mendapat 50 butir peluru atau amunisi aktif caliber 9x19 mm dari seseorang yang bernama Soe Goendoel. Ia membeli seharga Rp 800 ribu untuk kemudian dijual kembali ke Daffa Putra alias Lucki I Makoopsi, warga Vila Tomang Baru Blok AD, Selam Jaya Pasar Kemis Tanggerang. Peluru dijual seharga Rp 1,2 juta. Amunisi itu dikirim Ladius lewat jasa paket JNE. Saat proses pengiriman petugas bandara mengetahui hingga akhirnya terungkap. Petugas kargo PT Angkasa Pura Semarang, Donj Budi Irawan yang memeriksa paket nengetahui dari mesin pemindaian x-ray dan ETD (Explosive trade detector). Usai dibuka, paket diketahui berisi amunisi. Penemuan lalu dilaporkan ke polisi. Dari penyelidikan, tersangka Ladius mengakui kepemilikan amunisi dan akhirnya ditangkap. Dia ditangkap di rumah Sendangguwo RT 13 RW 09 Tembalang. Dari penggeledahan di kos Ladius, polisi menemukan beberapa amunisi lainnya. Yaitu sembilan butir amunisi aktif caliber 22 mm, lima) butir amunisi karet caliber 22 mm dan 70 butir amunisi hampa caliber 22 mm. Semuanya diakui milik Ladius. Dari pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik nomor : 611/BSF/2017 tanggal 05 April 2017 oleh Labfor Polri cabang Semarang dinyatakan amunisi aktif. Perbuatan tersangka, tanpa hak memasukkan, menyerahkan, menyimpan, mempergunakan dinilai melawan hukum. "Perbuatannya sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 1 Ayat (1) UU Darurat No.12 tahun 1951," kata jaksa Andi Irawan menyebutkan. Tak Diproses Sementara, atas kasus penyelundupan paket proyektil peluru 39 butir di Bandara Ahmad Yani Semarang, Jumat (11/11) 2016 sebelumnya, perkaranya belum jelas diproses. Pelaku, Arianto Budi Wibowo, warga Tamansari Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati. Sudah 10 kali Arianto melakukan pengiriman paket yang sama melalui jasa ekspedisi. Selain Arianto, turut diamankan Sirojun, warga Jogjakarta yang menjadi penjual kepada Arianto. Selain mengamankan dua pelaku, petugas menyita berbagai barang bukti berupa 9 pisau lipat, 2 pucuk senjata airsoft gun, 1 pucuk airsoft gun laras panjang jenis SS1. Termasuk 22 butir amunisi jenis SS1, 34 butir amunisi revolver, 1 buah magazen SS1 dan 1 botol peluru monte airsoft gun. Selain itu, 2 buah parang, 4 buah sarung sangkur, 1 buah handphone, 1 buah remote, dua buah flashdisk juga diamankan. Petugas juga menemukan 12 buah bukti pengiriman dari TIKI dan 1 buah buku tabungan BNI. Polisi menyatakan puluhan longsongan peluru beserta magazen itu akan dikirim ke seseorang di Jakarta. Polisi menyebut, Arianto Budi Wibowo seorang kolektor barang antik jenis militer. Arianto membeli barang antik tersebut di Yogyakarta dari Sirojun Nahjil Oowim. Arianto menjual selongsong peluru lewat toko online seharga Rp 13 ribu-Rp 15 ribu per butir. Hingga kini perkaranya belum jelas penanganannya. "Saya sudah kirim 10 kali, 2 kali ke Jakarta, yang (pengiriman) sebelumnya tidak apa-apa," ujar Arianto di Mapolrestabes Semarang.rdi
Palsukan Surat, Bos Zentrum, Lancar Motor dan Citra Mandiri Disidang
SEMARANG - Kasus dugaan pemalsuan surat diduga dilakukan bos tiga perusahaan dan menyeretnya ke persidangan. Tjan Wen Hung, pemilik CV Zentrum perusahaan bus, Setiyono Raharjo pemilil CV Lancar dan Dra EC Erny Novita, dari PT Citra Mandiri Multi Finance. Mereka yang menjadi terdakwa dan disidang, tidak ditahan. Janu Atmoko, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jateng yang menyidangkan perkaranya mengatakan, ketiganya disidang di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. "Sidang perdana agenda pembacaan dakwaan digelar, Kamis (18/5). Terdakwa tidak ditahan," kata dia kepada wartawan, Jumat (19/5) mengingkapkan. Diungkapkannya, perkara yang melibatkan ketiganya terjadi Juli 2013. Awalnya pada 2010, PT Hartono Raya Motor Cabang Semarang, distributor resmi Mercedes Benz kerjasama jual beli mesin bus ke CV Zentrum DSB Purwodadi milik Tjan. Atas pembelian 70 mesin seharga Rp 50 miliar baru dibayar Rp 16,1 miliar atau kurang Rp 32,9 miliar. "Pada 9 November 2013 CV Zentrum dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Dari sisa hutang Zentrum, Hartono Raya Motor negosiasi diwakili kurator pailit, Endang Srikarti Handayani," sebut jaksa dalam dakwaannya. Diketahui masih ada sisa 13 mesin yang belum buka faktur dan covernute atau senilai Rp 8,9 miliar. Tiga belas mesin itu dikembalikan ke Hartono Raya Motor sehingga hutang menjadi Rp 24 miliar. Dari 13 unit mesin oleh Hartono Motor menjual empat yaitu ke CV Akas Asri, PT Nadia Kencana dan PT Express. "Namun belakangan, empat mesin yang dijual itu diambil PT Citra Mandiri Multi Finance Semarang. Diketahui empat mesin itu oleh Zentrum pernah dimintakan pembiayaan ke PT Citra Mandiri, meski nyatanya mesin tidak masuk budel pailit. Pembiayaan itu diajukan Zentrum kepada CV Lancar Motor milik Setiyono," lanjutnya. Modusnya, terdakwa Tjan dan Setiyono memalsukan keterangan, sejumlah dokumen dan surat pernyataan BPKB atas empat mesin. Surat dibuat seoalah terdakwa Tjan membeli dari Setiyono yang kemudian dibiayai PT Citra Mandiri lewat Dra EC Erny telah merugikan Hartono Raya Motot Rp 5 miliar. "Ketiga terdakwa pertama dijerat pasal 263 ayat 1 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Dan kedua dijerat pasal 263 ayat 2 KUHP jo pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP," pungkas jaksa.rdi
Kasasi Gugatan WS Basuki Ditolak. Dewan Didesak Segera Copot
SEMARANG - Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan anggota Komisi B DPRD Kota Semarang, Windu Suko Basuki (WSB) terhadap Partai Nasdem. Putusan dijatuhkan atas upaya kasasi yang diajukan WS Basuki dalam perkara nomor 413 K/Pdt.Sus-Parpol/2017. Kasasi masuk ke MA 23 Maret lalu dan mulai diperiksa 4 April. Perkaranya dipwrijsa majelis hakim agung, Gusti Agung Sumanatha selaku ketua, Sudrajad Dimyati dan Syamsul Ma'arif anggota. Dalam putusannya 15 Mei lalu, MA menyatakan menolaknya. "Amar Putusan. Tolak," sebut MA dalam website info perkara. Menanggapi hal itu, Muharsuko Wirono, pengacara WS Basuki mengaku belum mengetahuinya. Namun menurutnya, atas kekalahnya itu, pihaknya menilai kliennya belum bisa dicopot dari keanggotaan dewan. "Oleh karena itu PAW (Pergantian Antar Waktu) atas diri klien kami belum bisa dilaksanakan menunggu keputusan penyelesaian internal tersebut. Bahwa dengan ditolaknya kasasi tersebut maka kami akan menempuh upaya keberatan melalui mahkamah partai. Hal itu sebagaimana pertimbangan putusan PN Semarang yang menyatakan sebelum gugatan harus menempuh upaya keberatan /penyelesaian internal partai. Lebih lebih salinan putusan kasasi saat ini belum diterima oleh para pihak," kata dia kepada wartawan, Jumat (19/5). Terpisah dikonfirmasi, mantan Ketua DPD Partai Nasdem Kota Semarang, Dandan Febri Herdiana, salah satu pihak yang digugat menilai, upaya keberatan internal telat lewat waktu. Menurutnya, putusan kasasi itu telah inkrach dan menjadi dasar pencopotan WS Basuki dari dewan. "Tetep dieksekusi. Karena mahkamah partai berlaku 30 hari sejak surat pemecatan dibuat. (Penyelsaian internal-red), Sudah kadaluwarsa," kata Wakil Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga DPW Nasdem Jateng itu. Atas putusan itu, Dandan mengatakan, pihajnya segera mengambil salinan putusan untuk kemudian mengurus PAW WS Basuki. "Proses selanjutnya partai akan langsung mengurus PAW yang bersangkutan, sehingga saudara Budiharto bisa segera dilantik dan bekerja melaksanakan tugasnya," imbuh Dandan. Nasdem berharap, pimpinan DPRD segera menyatakan keputusan pencopotan WS Basuki dan menetapkan PAW Budiharto. "Sudah seharusnya para Pimpinan DPRD Kota Semarang segera melaksanakan dan mematuhi putusan yang sudah inkracht," pungkas Ketua GP Nasdem Jateng itu. Partai Nasdem sebelumnya digugat mantan kadernya, WS Basuki karena tak terima. dipecat dan diusulkan diganti. Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang memeriksa perkara sebelumnya menyatakan gugatan itu prematur, Kamis (20/10) 2016. Pudjo Hunggul, ketua majelis hakim pemeriksa menyatakan tidak menerima gugatan melawan DPP, DPW dan DPD Partai Nasdem. Dalam eksepsinya hakim mengabulkan eksepsi tergugat. Hakim menilai masalah itu merupakan masalah internal partai. Dalam UU Parpol, diatur penyelesaian internal lewat Mahkamah Partai atau sebutan lain. Hal itu ditempuh setelah klarifikasi rapat pleno dilakukan. Sesuai ketentuan Pasal 3 UU Parpol, hal itu bersifat imperatif (harus ditempuh). Penggugat diketahui belum mengajukan keberatan lewat mekanisme rapat pleno. Tapi langsung menggugat ke pengadilan. Selain menang atas gugatan WS Basuki, Partai Nasdem tahun 2016 juga memenangi gugatan melawan anggota DPRD Kabupaten Rembang, Muhammad Bahaud Duror (MBD).rdi
Ketua RT di Semarang Terdakwa Pemerasan Batal Dituntut
SEMARANG - Tuntutan pidana terhadap Ong Budiono, Ketua RT 2 RW 2 Karanganyu Semarang Barat, terdakwa pemerasan dan pengancaman ditunda. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Semarang menyidangkannya menyatakan belum siap. Atas hak itu, M Bakri, ketua majelis hakim pemeriksa perkara Ong yang memimpin sidang menundanya.
"Jaksa Penuntut Umum belum siap tuntutan. Oleh karena itu sidang ditunda hari Rabu (24/5), " kata Bakri pada sidang di Pengadilan Negeri Semarang, Kamis (18/5).
Atas hal itu, Ong mengaku tidak keberatan. Sementara Penasehat hukum Ong, Ishak Rosumbre menilai terdakwa tidak terbukti melakukan pidana. " Bukti persidangan sudah jelas bahwa tidak ada sama sekali indikasi pelanggaran pidana yang dilakukan terdakwa," terangnya.
Pihaknya meminta negara memberikan perhatian khusus terhadap nasib seorang Ketua RT. Hal ini bertujuan agar pejabat RT yang ada di Semarang tidak mengalami nasib yang sama.
"Saya melihat pada kasus ini ada kebingungan dari jaksa dalam mengeluarkan tuntutan," pungkasnya.
Ong didakwa memeras dan mengancam Setiadi Hadinata SH MM MKn, Direktur PT Synergy Niagatama Indonesia (SNI). Alasannya menagih iuran warga. Ong sempat ditahan penyidik Mabes Polri 10 hari itu didakwa bersalah sesuai pasal 369 ayat (1) KUHP. Subaidair Pasal 368 KUHP.
Kasus terjadi pada Agustus 2012-Februari 2013. Bermula Juli 2012 saat Setiadi membeli ruko di Jalan Anjasmoro Raya No 1-A/1-2 RT 1 RW 2 untuk kantornya. Pada 28 Agustus Ong selaku ketua RT datang menagih iuran.
Awalnya Setiadi bersedia memberi iuran. Ia beberapa kali juga rapat warga dan meminta dibuatkan sejumlah surat keterangan. Belakangan ia menolak memberi iuran karena mengacu SPPT PBB, rukonya masuk wilayah RT 1. Ia lapor ke Polrestabes Semarang dan ditengah proses Setiadi mencabutnya. Belakangan Ong dan warga nenggugat Setiadi atas pemeriksaan itu. Tahu ia digugat, ia lapor ke Mabes Polri dan kasusnya diproses hingga ia disidang.
Atas gugatan Ong dan 25 warga RT 2 RW 2 Karanganyu Semarang Barat melawan Setiadi ditolak Mahkamah Agung (MA). Putusan itu sama seperti putusan pengadilan tingkat pertama dan banding. Atas putusan itu, warga yang diwakili Ketua RT, Ong Budiono dan dua pengurus lain mengaku akan menempuh Peninjauan Kembali (PK).rdi
Terdakwa Akui Bobol 11 Unit BRI Semarang * Palsukan Dokumen, jadi Pasutri Palsu
SEMARANG - Sidang perkara pembobolan kredit fiktif terjadi di 11 kantor Unit BRI Kota Semarang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kamis (18/5). Agendanya pemeriksaan saksi dan terdakwa. Mereka yang disidang, Iwan Prasetyawan Santoso S.Kom, Mundhi Mahardani, M Romadhon, Raden Tommy Miftakhurahman, Teguh Suryadi, Ragil Yudi Hermanto, Agus Tristanto alias Gepeng dan Eka Diana Rachmawati. Pembobolan dilakukan di 11 unit BRI yaitu, unit Tanjung Mas, unit Johar, unit Pengaron, unit Abdulrahman Saleh, unit Majapahit, unit Semarang Timur, unit Semarang Barat, BRI Ngaliyan, unit Bangetayu, unit Pedurungan dan BRI unit Mrican.
Tedakwa Iwan Prasetyawan, otak pembobolan mengaku, memalsukan seluruh dokumen pengajuan kredit dan jaminan. Sebagai pemohon kredit, diakuinya memakai sejumlah terdakwa lain dengan data palsu. Mereka dipasangkan sebagai pasangan suami isteri (Pasutri) palsu.
"Ide muncul saat pertama ajukan kredit dengan KTP palsu dengan jaminan BPKP motor asli saya. Saya berfikir kok bisa. Lalu kepikiran mengajukannya (fiktif)," kata katyawan PT Pelindo di Semarang itu di hadapan majelis hakim dipimpin Bayu Isdiyantoko, kemarin.
Terdakwa Ragil mengaku, diminta Iwan menjadi pemohom kredit fiktif di dua unit kantor BRI, salah satunya Abdurahman Saleh. "Saya disuruh Iwan databg ke bank tandatangan. Dana cair total Rp 60 juta saya berikan ke Iwan. Saya diberi Rp 3 juta," akunya.
Senada diakui terdakwa Agus yang menjadi pemohon fiktif di unit Pedurungan. "Syarat fotocopi KTP, KK, Surat Keterangan Usaha, surat nikah dan jaminan sertifikatnya palsu. Di permohonan saya menjadi suami Eka Diana. Saya disuruh Iwan. Dana cair Rp 50 juta. Dapat bagian Rp 3 juta. Diana Rp 2 juta. Sisanya dibawa Iwan. Itu ide dari Iwan," katanya.
Terdakwa Mundhi dan Eka Diana mengakui hal itu. "Kami menjadi isteri palsu Teguh dan Romadhon. Saya hanya dapat Rp 2 juta. Saya tahu itu bohongan," aku Eka Diana.
Terdakwa Raden Tommy menambahkan, dirinya berperan memalsu seluruh dokumen dan 10 sertifikat hak milik yang dijaminkan kredit. "10 sertifikat saya buat tiga kali. Saya disuruh Iwan. Semua palsu. Blanko sertifikat dari kertas putih biasa yang discan. Soal lokasi sertifikat ditentukan Iwan, kata Tommy mengaku mendapat fee Rp 9 juta.
Atas keterangan itu, ketua hakim menilai, BRI tidak hati-hati memberikan kredit. "BRI yang salah. Karena sistemnya longgar. Seharusnya saat terima jaminan dicek. Faktor kehati-hatiannya tidak ada. Sehingga uang negara amblas. Coba hati-hati. Ini negara menjadi rugi," kata hakim Bayu.
Atas pemeriksaan terdakwa, Yosy Budi Santoso, Jaksa Penuntut Umum Kejari Semarang meminta waktu penundaan sidang. Sidang ditunda 24 Mei mendatang dengan acara pembacaan tuntutan jaksa.
Di unit Tanjung Mas atas pengajuan kredit fiktif dicairkan Rp 25 juta, Johar dua kali Rp 25 juta dan Rp 10 juta, unit Pengaron Rp 50 juta, unit Abdul rahman Saleh dua kali Rp 50 juta, unit Majapahit Rp 50 juta, unit Semarang Timur Rp 35 juta, unit Semarang Barat Rp 40 juta, BRI Ngaliyan Rp 40 juta, unit Bangetayu Rp 50 juta, unit Pedurungan Rp 50 juta, unit Mrican Rp 50 juta.
Pembobolan terjadi pada Februari 2016 sampai Februari 2017. Kasus terungkap pada 22 Januari 2017 saat saksi Danang Prayoga Winonarko (mantri BRI Ngaliyan) menagih kreditur atasnama Denni Yusmana dan Kistina Arumsari.
Diketahui alamat rumah yang sesuai pengajuan palsu. Kasusnya lalu dilaporkan ke Polrestabes Kota Semarang.
Atas penyelidikannya, Kamis 16 Februari 2017 polisi menangkap M Romadhon yang mengaku bernama Denni Yusmana dan Mundhi Mahardini, mengaku Kistina Arumsari. Menyusul kemudian ditangkap Iwan Prastyawnan di Unit Ngesrep saat beraksi akan mencairkan kredit fiktifnya.
Iwan merupakan koordinator pembobolan. Tugasnya mengatur, mengkoordinasi dan memberi perintah. Mundhi sebagai aktor atau isteri yan gmengajukan kredit. M Romadhon sebagai suami.
Akibat perbuatan para tersangka Bank BRI mengalami kridit macet atau kerugian Rp 525 juta.
Terdakwa dijerat pidana Pasal 263 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Atau Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. rdi
Jaksa KPK : Kasus Korupsi Bokong Semar Tegal Belum Tuntas
SEMARANG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai perkara korupsi tukar atau ruislag tanah Bokong Semar Kota Tegal tahun 2012. Menurut KPK, kasus itu masih harus dikembangkan ke penyidikan baru dengan mengusut tuntas penanganannya.
KPK menyatakan, sesuai fakta sidang sebelumnya, sejumlah pihak disebut terlibat dan menerima aliran dana dalam kasus itu. Atas perkembangan penanganan kasus itu, KPK menyatakan telah melimpahkan penanganannya ke kepolisian.
Hal itu diungkapkan Fitroh Cahyanto, Jaksa KPK yang menyidangkan perkara korupsi ruislag tanah Bokong Semar Tegal kepada wartawan di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (18/5).
"Perkaranya oleh KPK telah dilimpahkan ke kepolisian untuk ditindaklanjuti. Kami beljm tahu perkembangannya," kata dia.
Dalam perkara itu, telh dipidana, mantan Walikota Tegal (dipidana 8 tahun penjara), Syaeful Jamil SSos, mantan Direktur CV Tri Daya Pratama ( divonis 7 tahun penjara). Serta Direktur PT Ciputra Optima Mitra (COM), Rudiyanto (pidana 2 tahun penjara dan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 11,7 miliar).
Dikatakan Fitroh, atas pelimpahan perkaranya ke kepolisian, selanjutnya menjadi kewenangan Koordinasi dan Supervisi Bidang Pencegahan dan Penindakan. Mereka yang berwenang mengawasi dan berkoordinasi dengan penyidik Polri.
"Atas pelimpahan itu, menjadu kewenanvan Koordinasi dan Supervisi. Mereka yang yang menindaklanjuti. Kebetulan saya tidak mengikuti perkembangannya," kata dia.
Menurut Fitrah, pengembangan kasus itu bisa dilakukan untuk penyidikan baru. "Karena sesuai fakta, mereka (nama-nama yang disebut dalam sidang) menerima uang. Cuma lagak tidaknya diangkat (proses hukum), pastinya ada pertinbangan. Tidak hanya dari sisi hukum. Barangkali ada sisi non hukum," kata dia.
Sebelumnya terungkap dalam sidang, adanya dugaan keterlibatan sejumlah pihak. Salah satunya pengusaha transportasi Kota Tegal, Hj Rukayah yang juga ibu Ikmal Jaya atas kasus itu.
Selain itu dalam berkas perkara Rudiyanto milik KPK terungkap adanya pemberian sejumlah uang kepada pihak berkepentingan dalam proses ruislag sebesar sekitar Rp 3,4 miliar. Menurut KPK uang itu mengaliran untuk Ikmal Jaya Rp 350 juta, Sekda Kota Tegal Edi Pranowo Rp 85 juta, Hartoto, Kabag Tata Pemerintah (ketua tim pengarah) Rp 290 juta, Teguh Kepala BPN Kota Tegal Rp 170 juta, Budianto Kasie Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Rp 1,3 miliar.
Selain itu, Heru Setiawan BPPT Kota Tegal Rp 11,5 juta, Harnoto staf BPPT Kota Tegal Rp 4 juta, Yulia Herawati Pitna (sekretaris tim pengarah) Rp 2 juta serta kekurangan bayar ruislag atas permintaan Ikmal dan disetor ke kasda Rp 342 juta.
Dugaan pemberian uang juga diketahui mengalir ke jaksa Kejati Jateng yang pernah menangani, yakni sebesar Rp 750 juta. Pemberian itu diduga terkait Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Kejati Jateng yang menyidik kasusnya sebelum akhirnya ditangani KPK dan disidangkan. Pemberian ke Kejati Jateng diduga dilakukan kepada Kasie Ekonomi Moneter pada Bidang Intelejen lewat Prof Gunarto (Dekan Fakultas Hukum Unissula Semarang).
Hal itu disinggung dalam putusan banding PT Semarang atas perkara Ikmal, SP3 Kejati Jateng dinilai janggal.
"Saksi Rudiyanto menyatakan pemberian uang untuk kejaksaan tinggi atas permintaan Prof Gunarto untuk all in (semua) pengurusan yaitu sebesar Rp 1.250.000.000," kata majelis hakim PT Semarang terdiri Djoko Sediono SH MH sebagai ketua, Dermawan S Djamian SH MH CN dan Timbul Priyadi SH MH sebagai anggota dalam putusan.
Dalam putusan juga disebutkan, dugaan suap diperkuat keterangan saksi Alfa, Project Manager PT COm mengakui adanya pengeluaran pemberian it atas permintaan Ikmal dengan alokasi. "Rp 250 juta pengurusan perkara diserahkan Edy Purwanto di Bank Panin yang menyerahkan saksi Vivien dan Riulida Sinaga. Rp 500 juta untuk pengurusan perkara di Kejati Jateng yang menyerahkan Pak Rufyanto. Menimbang bahwa aliran dana kepada Kejati Jateng diberikan sebelum dikeluarkan SP3 oleh Kejati Jateng," kata hakim dalam putusan banding Ikmal.
Menanggapi hal itu, aktifis Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng, Eko Haryanto menilai kasus Bokong Semar belum tuntas. Pihaknya sependapat dengan jaksa KPK dan mendukung penanganannya dituntaskan.
"Hukum harus ditegakkan. Siapapun di mata hukum sama. Jika penegakan hukum mempertimbangkan sisi non yuridis, ini tidak adil," kata Eko dikonfirmasi.
Kasus korupsi terjadi atas ruislag aset Pemkot Tegal berupa eks tanah bengkok di Kelurahan Keturen Tegal Selatan, Kelurahan Pekauman dan Kraton Tegal Barat dengan tanah milik Rokhayah dan Rudyanto di Kelurahan Kaligangsa (daerah Bokong Semarang), Marganda Kota Tegal untuk keperluan TPA. Ikmal diketahui mengubah proses pengadaan tanah dengan tukar menukar tanah dengan swasta. Ia juga memberi kesempatan kepada perusahaan keluarganya (Rokayah) membeli sejumlah tanah yang diatasnamakan beberapa pegawaianya.
Lewat CV Berkah Mandiri (BM) milik keluarganya, diajukan ruislag tanpa kelengkapan dokumen. Bersama PT COM, CV BM dan CV TDP ruislag diajukan dan akhirnya disetujui. Belakangan diketahui, terungkap adanya markup harga tanah.rdi