SEMARANG - Ketua DPD Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Jateng, Adhi Siswanto Wisnu dituntut pidana selama satu tahun dan tiga bulan penjara. Tuntutan dijatuhkan Jaksa Penuntut Umum (KPU) Kejari Semarang kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang pemeriksa perkaranya.
"Terdakwa (Adhi Siswanto) sudah kami tuntut selama 15 bulan penjara. Satu tahun dan tiga bulan," kata Andi Irawan Haqiqi, JPU saat di PN Semarang, Kamis (26/1).
Dikatakan Andi dari pemeriksaan sidang, terdakwa dinilai bersalah melakukan penipuan. Perbuatannya sebagaimana pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Sidang pemeriksaan perkara Adhi yabg dipimpin ketua majelis hakim Wahyu Puji sementara ditunda dan kembali dilanjutkan pekan depan.
Adhi Siswanto ditahan, didudukkan di kursi pesakitan dan disidang atas dugaan penipuan. Penipuan menyeret warga Taman Alamanda, Graha Padma Semarang itu pada Juli 2016. Awalnya ia menghubungi saksi Agus Sariyanto dan meminta mencarikan mobil rental. Selama 10 hari ia akan menyewa guna operasional bisnis pupuk dari malaysia dengan sewa perhari Rp275 ribu. Agus Sariyanto lalu mengalihkan mencarikan mobil rental milik rekannya, Gunawan Patria dan diperoleh mobil Avanza H 8460AQ atasnama Yuli Astuti.
Pada 1 Agustus, mobil diserahkan terdakwa lalu diserahkan ke Budiyono, rekan Adhi. Namun tanpa ijin, mobil digadaikan ke Yanto di Winong, Pati senilai Rp 20 juta.
Pada 10 Agustus Adhi kembali menghubungi Agus untuk mencarikan mobil lagi dan kembali dicarikan milik Gunawan, Xenia H 91d5 DY atasnama Eko Wicaksono. Usai diserahkan ke terdakwa di rumahnya, mobil diserahkan ke Hendri Pujiarto, rekannya. Namun kembali digadaikan ke seorang bernama Agus di Winong Pati senilai Rp 30 juta.
Hingga waktu perjanjian habis, terdakwa tidak mengembalikan dua mobil dan tidak membayar. Adhi dilaporkan ke kepolisian dan ditangkap Polrestabes Semarang pada 5 September 2016.rdi
Pegawai BRI Pandanaran dan Patimura Diperiksa
SEMARANG - Lima pegawai BRI diperiksa sebagai saksi atas perkara dugaan korupsi, pembobolan rekening pada BRI Cabang Pandanaran dan Patimura, Rabu (25/1). Mereka diperiksa untuk terdakwa Kaplink Samijan, mantan Asisten Manajer Operasional (AMOL) Kantor Cabang (Kanca) BRI Semarang Pandanaran periode 2010-2013 dan 2013-2016 di Patimura.
Mereka, Yuliani, AMOL BRI Pandanaran, Arief Handayani, Shinta Mayasari Supervisor Layanan Operasional BRI Patimura, Masdidi Septrialtanto dan Anggi Pramesrani mantan teller.
Saksi Yuliani mengaku, menjadi AMOL menggantikan Yanto Irawan yang menggantikan Kaplink Samijan. Yuliani mengaku menemukan kejanggalan dalam transaksi rekening tabungan.
"Lalu dilakukan pengecekan pada bukti pembukuan dan diketahui tidak ada bukti pembukuan. Atas hal itu lalu lapor ke Kanwil BRI Semarang dan ditindaklanjuti dibentuknya tim," kata saksi di hadapan majelis hakim diketuai Sulistyono didampingi Robert Pasaribu dan Widji Pranajati.
Dikatakannya, terdapat pemindahan dana tak wajar. Menurutnya, transaksi atau pemindahan seharusnya menjadi wewenang teller. Tapi diketahui terdakwa melakukan over booking atau mutasi penyetoran dan pengambilan secara sistem. Memakai pasword milik teller, Kaplink memindahkan.
"Yang diberi kewenangan transaksi adalah teller," kata dia.
Saksi Anggi yang menjadi teller di BRI Pandanaran mengakui, adanya penggunaan pasword miliknya. Ia yang bertugas menerima setoran dan transaksi nasabah.
"Kenapa terdakwa bisa saya tidak tahu. Saya tidak pernah memberi pasword. Supervisor dan AMOL hanya tahu user id. Pasword tidak. Saya lernah dipanggil Kanwil. Ditanya memberi pasword dan saya jawab tidak. Kenapa dia bisa punya saya tidak tahu," akunya.
Menurut Anggi banyak hal yang mungkin dilakukan terdakwa untuk mencuri paswordnya. "Banyak hal. Bisa mengintip atau cara lain. Biasanya saya tutupi pasword," kata saksi yang berhubungan dengan AMOL jika mengalami kekurangan limit saldo dan meminta penambahan.
Dugaan pembobolan terjadi dalam kurun waktu antara Oktober 2010 sampai dengan April 2016. Kaplink diduga korupsi, membobol uang nasabah, memperkaya diri sendiri dan merugikan negara sekitar Rp 2,1 miliar.
Ia mengambil dana dari rekening penampungan bank yang diketahui tidak segera terdeteksi kehilangannya. Ia mencari rekening pasif yang dalam kurun 10 tahun terakhir tidak ada transaksi sebagai rekening perantara.
Untuk mengambil dana, ia harus mengetahui pasword teller yang berwenang. Dari dua teller, Dinda Wijaya dan Shinta Mayasari ia menariknya.
Modusnya, tersangka menarik dana nasabah dari 11 rekening , satu rekening internal pendapatan kredit. Dengan pasword itu ia membuka sistem transaksi lewat teller. Ia lalu melakukan overbooking atau pemindahbukuan dari rekening penitipan milik BRI ke rekening tabungan pasif, menggunakan komputer di ruangannya.
Terdakwa menyembunyikan uangnya dengan meminjam KTP temannya Pujiyanto, seorang pembantunnya Sulastri dan mahasiswi magang Kinta Khana Amozhita. Membuka rekening atasnama mereka.
Ia juga mengubah rekening miliknya dengan nama Suwardi agar dana yang diperoleh dari rekening titipan tidak diketahui masuk ke rekening miliknya, meski nyatanya rekening itu dikuasasinya.
Atas perbuatannya Kaplink mendapat Rp 662.164.650 saat di Kanca Pandanaran dan Rp1.510.075.253 saat Patimura. Total seluruh uang yang dibobol sebesar Rp 2.132.239.903.
Atas seluruh uang sebagian digunakan untuk usaha rental mobil dan membuka showroom mobil. Selebihnya sebagai uang saku untuk masa pensiunanya setahun kedepan.rdi
Terpidana Korupsi Bank Jateng Turut Digugat
SEMARANG - Gugatan Satya Laksana terhadap Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jateng dan Teguh Wahyu Pramono, mantan Kepala BPD Syariah Cabang Surakarta mulai diperiksa, Rabu (25/1). Sidang pemeriksaan perkaranya digelar dengan acara pembacaan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
Dalam gugatannya, Satya menggugat Bank Jateng dan Teguh sebesar Rp 22 miliar atas uang tabungannya yang hilang saat didepositkan di BPD Syariah Cabang Surakarta tahun 2011.
Kahar Mualamsyah, kuasa hukum Satya menyatakan, Bank Jateng telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) dan menimbulkan kerugian terhadap Satya. Kepada tergugat, pihaknya meminta ganti rugi tanggung renteng. Menurutnya, tergugat sebagai pihak yang bertanggungjawab atas hilangnya dana Satya.
"Tuntutan merugian materiil Rp21 miliar dari pokok kerugian Rp 6 miliar dan kerugian immateriil Rp1 miliar. Mestinya kerugian pokok Rp 6 miliar jika dipakai usaha jual beli saham dari Januari 200 hingga Agustus 2016 sudah mencapai Rp15 miliar. Dengan begitu, kerugian materiil dan immateriil sebesar Rp22 miliar," kata dia dalam sidang.
Menanggapi gugatan itu, penasehat hukum Teguh Wahyu, terpidana korupsi Bank Jateng yang kini mendekam di LP Kedungpane itu menilai gugatan salah alamat. "Salah sasaran dan salah alamat. Sebagai karyawan PT BPD Jateng tanggungjawab pengembalian uang bukan pada Teguh tapi insitusinya," kata Muhamad Dasuki.
Meski begitu, Teguh mengakui bersalah mengalihkan dana tanpa sepengetahuan nasabah. Secara pidana, atas perkara itu, dirinya telah dipidana 7 tahun penjara dan denda. "Jadi tidak ada hubungan keperdataan dengan kami," kata dia.
Sementara, pihak Bank Jateng menilai, hilangnya uang nasabah merupakan tanggungjawab pribadi mantan petinggi Bank Jateng Unit Usaha Syariah (UUS) Surakarta, Teguh Pramono dan Bagus Joko Suranto (terpidana kasus korupsi).
Maria Ulfa pengacara Bank Jateng menyatakan pihaknya tidak terkait.
"Itu yang bertanggungjawab adalah pribadi yakni Teguh Pramono dan Bagus yang juga telah divonis dalam kasus tipikornya. Tidak ada kaitannya dengan Bank Jateng," kata dia usai sidang.
Apalagi lanjut Ulfa, dalam putusan pengadilan Tipikor sudah disebutkan, bahwa hilangnya uang penggugat merupakan tanggungjawab kedua terpidana itu. Keduanya yang berkewajiban untuk mengganti uang nasabah yang hilang oleh hakim.
"Intinya itu tanggungjawab pribadi Teguh dan Bagus, bukan Bank Jateng secara instansi. Dan keputusan itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap," imbuhnya.
Sidang pembacaan gugatab dipimpin ketua hakim Ketua Mohammad Sainal. Sidang ditunda Rabu (1/2/) dengan agenda pemeriksaan pokok perkara.
Upaya menuntut keadilan kembali dilakukan Satya dengan menggugat ke pengadilan. Setelah kalah di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) karena dinyatakan kurang pihak, warga Taman Muara Mas Semarang itu kembaki menuntut ganti rugi Rp 22 miliar.
Teguh Wahyu dinilai bersalah memindah bukukan rekening tabungan milik Satya tanpa ijin. Tindakannya bersama Bank Jateng yang tidak mau mengganti kerugiannya adalah perbuatan melawan hukum.
Satya juga menuntut hakim menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 50 juta setiap harinya jika tergugat lalai dalam melaksanakan isi putusan. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada bantahan, banding atau kasasi.
Satya Laksana merupakan nasabah Bank Jateng Unit Usaha Syariah Surakarta dengan jenis tabungan Wadiah. Atas penempatan dananya, diberikan bunga 1 persen setiap bulannya oleh bank.
Pada Desember 2010 tabungan penggugat diketahui hilang sebesar Rp 6 miliar tanpa diketahui penyebabnya. Hasil printout diketahui adanya pengambilan dana tanpa sepengatahuannya secara over book dalam beberapa kali. Pada 6, 9, 16, 22 Desember 2010. Diketahui pembobolan rekening terjadi dilakukan pimpinan cabang BJ UMS Surakarta dengan cara membuat surat kuasa seolah dibuat dan ditantangani penggugat. Atas pembobolan itu, Satya telah menuntut pertanggungjawaban bank.
Pada 31 Mei 2011, Dirut Bank Jateng, Haryono dan Dirum Bambang Widiyantoo menjanjikan akan mengganti uang itu pada 6 Juni 2011, namun hal itu tak terealisasi sampai kini. Menurutnya, keduanya justeru menuduhnya berkomplot membobol bank.
Atas pembobolan itu, Satya mengaku dirugikan sebesar Rp 22 miliar. Rinciannya, kerugian materiil atas uang pokok Rp 6 miliar yang hilang, bunga 1 persen perbulan sejak Desember 2010 sampai November 2011 (12 bulan) Rp 720 juta. Keuntungan yang diperoleh jika dana dipakai usaha Rp 3 miliar. Biaya advokat Rp 400 juta atau total Rp 10,1 miliar. Serta kerugian immateriiil seperti perasaan malu, cemas, rusaknya kredibilitas di masyarakat.
Sebelumnya, PT Semarang memutuskan PN Semarang Semarang tidak berwenang mengadili perkaranya. Sebelumnya, PN Semarang memutuskan bahwa gugatannya kurang pihak. Upaya kasasi ditempuh.
Dalam putusannya, MA mengabulkan kasasi Satya Laksana. Membatalkan putusan PT Semarang nomor 330/Pdt/2012/PT.Smg tanggal 4 Januari 2013. Membatalkan putusan PN Semarang nomor 376/Pdt.G/2011/PN.Smg tanggal 7 Mei 2012.rdi
Kerugian Negara Proyek Alkes RSUD Kraton Rp 4,5 Miliar
SEMARANG - Kerugian negara yang muncul atas proyek pengadaan alat kesehatan pada RSUD Kraton Pekalongan tahun 2012 sebesar Rp 4,5 miliar. Kerugian itu muncul atas kelebihan bayar yang dilakukan terhadap PT Bina Inti Sejahtera (BIS) selaku penyedian barang.
Hal itu diungkapkan Budiharjo, auditor pada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jateng saat diperiksa sebagai ahli di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (24/1). Ia diperiksa untuk terdakwa Muhamad Teguh Imanto, Direktur RSUD Kraton, Muhamad Yusdhi Febriyanto, Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Sulistyo Nugroho alias Yoyok anak buah M Nazarudin (mantan politisi Partai Demokrat).
"Dari Rp 24,2 miliar yang dibayarkan ke PT BIS, dikurangi Rp 2,2 miliar pajak pertambahan nilai dan Rp 331,3 juta pajak penghasilan menjadi sekitar Rp 21 miliar. Nilai itu (Rp 21 miliar) tidak wajar, karena seharusnya hanya Rp 17, 244 miliar. Akibatnya terdapat kerugian negara Rp 4.515.177.500," kata ahli di depan majelis hakim yang dipimpin Andi Astara, kemarin
Auditor Madya BPKP itu mengakui mengaudit proyek Alkes sejak 30 November sampai 30 Desember 2015. Audit dilakukan dengan metode paparan hasil penyidikan, penelahaan dan penyesuaian ketentua pengadaan.
"Dipelajari. Lalu didapat bukti. Evaluasi dokumen. Cek ke lapangan. Dan klarifikasi ke pihak terkait. Tujuan klarifikasi untuk meyakinkan data penyidik benar," kata ahli yang dihadirkan penuntut umum itu.
Kepada direktur, ketua dan sekretaris lelang, PPKom klarifikasi dilakukannya. "Dari pemeriksaan, temuannya ada indikasi pengaturan pelelangan," kata dia.
Beberapa temuan itu diantaranya, keterlibata Yoyok dalam pengkondisian pemenangan prpyek. Beberapa kali ia diketahui bertemu direktur dan pejabat RSUD Kraton, membahas, membantu dan memfasilitasi agar mendapatkan anggaran prpyek. "Yoyok merupakan pengendali lima perusahaan yang ikut lelang," kata dia.
Korupsi terjadi atas pengadaan alat kedokteran, kesehatan dan KB di RSUD Kraton senilai Rp 24,2 miliar. Diketahui terjadi kongkalikong atas lelang, markup harga dan ketidakberesan pekerjaan. Tindakan ini dinilai memperkaya Eks Grup Permai atau PT BIS dan merugikan keuangan negara sebesar Rp 4,5 miliar.
Ketiga terdakwa didakwa korupsi bersama Sumargono selaku PPKom dan Devi Reza Raya selaku direktur PT BIS milik Nazarudin.rdi
Kasus Suap Kebumen. Bagi-Bagi Proyek untuk Amankan Anggaran
SEMARANG - Bagi-bagi proyek oleh Bupati Kebumen terhadap tim sukses dan anggota dewan yang dikemas dalam anggaran Pokok Pikiran (Pokir) diketahui untuk mengamankan pengesahan APBD Perubahan 2016. Dewan diberi jatah proyek perkomisi untuk dijual agar tidak "gaduh" dalam pembahasan anggaran.
Hal itu diungkapkan Dian Lestari Subekti Pertiwi anggota DPRD fraksi PDIP saat diperiksa sebagai saksi atas perkara Hartoyo, Komisaris Utama PT Otoda Sukses Mandiri Abadi (OSMA) di Pengadilan Tipikor Semarang.
"Ada fee 10 persen untuk angota dewan. Itu didapat dari pekerjaan. Apakah penetapan penujukan rekanan lelang atau langsung itu tidak tahu. Itu (pembagian proyek) korelasinya dengan pembahasan bahwa itu kesepakatan eksekutif dengan legislatif. Di awal itu dijdwalkan agar sesuai waktu. Agar pembahasan APBDP tepat waktu. Agar secara utuh pembahasan APBD lancar. Tidak molor. Itu kontruksinya pembahasan APBD Perubahan agar tidak gaduh. Itu setahu saya," kata mantan ketua fraksi, anggota dewan tiga periode itu menjawab pertanyaan penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (24/1).
Dian mengakui, komunikasi pengaturan proyek dilakukannya bersama Basikun Suwandhin Atmojo alias Ki Petruk seorang pengusaha. Petruk adalah pihak yang memfasilitasi antara timses, dewan dengan Hartoyo.
Kepadanya, Petruk yang sebelumnya bertemu dan berkomunikasi dengan bupati mengatakan proyek dibagi-bagi. Pengadaan buku diberikan ke Kasran, Teknologi dan Informasi Komputer (TIK) ke Zaini Miftah sementara Alat peraga ke Arif Budiman. Semuanya merupakan tim sukses sekaligus pengurus partai pengusung bupati. Teknis pengaturannya dikondisikan Ahmad Ujang Sugiono selaku Kadisdikpora.
Di bawah kendali Sekretaris Daerah (Sekda) Kebumen, Adi Pandoyo, saksi menyebut, telah disepakati pembagian fee untuk dewan itu. "Saat rapat Banggar. Pak Yudi (Komisi A DPRD Kebumen Yudi Tri Hartanto), menanyakan soal Pokir. Anggota Banggar juga. Dijawab Sekda sudah beres, saya (Sekda) yang atur semua. Aman. Saya nangkapnya tidak gaduh,"ujar dia.
Anggaran Pokir, diakuinya berbasis per komisi. Desakan agar fee 10 persen nilai proyek segera diberikan, muncul usai Danang, anggota dewan mengaku telah mendapatnya.
"Danang mengaku sudah terima fee 10 persen dari komisi. Makanya temen-temen mendesak. Itu belum ada kegiatan proyek. Mereka mendesak karena sedang butuh. Untuk Dapil dan cost politik. Uang (10 persen) itu untuk mendapatkan proyek. Inisiatif itu dari eksekutif," lanjutnya di hadapan majelis hakim diketuai Siyoto.
Selain menjamin adanya bagi-bagi fee proyek, eksekutif juga disebut sebagai pihak pengatur proyek, mengatur rekanannya. Diungkapkannya, sore sebelum OTT KPK, Dian mengaku ditelepon Petruk terkait penyerahan uang fee 10 persen dari Hartoyo. Yudi yang dianggap peanggungjawab komisi diminta menemui untuk mengambil.
"Berapanya tidak tahu. Kenapa ketua komisi karena dia yang bertanggungjawab dan atas dorongan anggota. Rencana uang akan dibagi saat di Bali," kata Dian.
Atas keterangan itu, terdakwa Hartoyo mengakuinya. "Saya itu beli proyek. Jadi tidak dapaf jatah. Fee semuanya 20 persen. Fee 10 untuk dewan dan 10 timses," kata dia.
Bagi-bagi proyek oleh bupati, juga diakui Zaini Miftah, Ketua DPC PKB Kebumen. Mantan tim sukses yang menjadi pengusung bupati saat Pilkada itu mengakui mendapatkannya.
"Kami tahu dari Abbdul Azis di komisi A. Saya ke bupati dan diarahkan ke Ujang," katanya.
Atas ploating itu, saksi mengakui menjualnya ke Hartoyo. "Saya diminta mencari pihak ketiganya. Bupati minta dicarikan vendor produsen. Tidak mau dengan Hartoyo, karena menurutnya bukan produsen dan disebut sudah banyak dapat proyek," kata Zaini.
Disinggung, penolakan bupati karena Hartoyo tidak mendukungnya saat Pilkada, ia mengaku tak mengetahui. "Dia (Hartoyo) memang dukung calon lain saat itu. Saya tidak tahu soal kenapa tidak mau," ujar saksi yang kemudian membangun komunikasi lewat wakil bupati.
Kepada Hartoyo, Kasran, Sigit dan Agus Hasan, saksi lalu bersepakat adanya penjualan proyek. "Bicara soal komitmen fee 20 persen," kata saksi berdalih mengawal.
Atas proyek yang 'dibeli' Hartoyo, Zaini diduga telah mendapat sebagain fee Rp 15 juta. Uang itu ditransfer Hartoyo ke rekeningnya. " Itu saya minta sebagai bantuan. Bukan soal proyek," katanya membantah.
Kasus suap proyek anggaran Pokir Diadibudpora Kebumen menyeret Hartoyo dan sejumlah pihak. Mereka, Yudi Tri Hartanto, Kabid Pemasaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kebumen Sigit Widodo, Adi Pandoyo dan Petruk (dituntut terpisah). Hartoyo didakwa memberi suap Rp 150 juta terkait proyek anggaran Pokir atau dana aspirasi Komisi A dan DAK dalam APBDP 2016.rdi
Jaksa Masuk Sekolah Sasar STIKES Telogorejo Semarang
SEMARANG - Setelah beberapa kali digelar di sejumlah sekolah menengah atas, progran Jaksa Masuk Sekolah (JMS) Kejati Jateng mulai masuk kampus. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Telogorejo di Tawangmas menjadi sasaran pertamanya.
"Mulai tahun 2017 mulai menyentuh level perguruan tinggi setelah sebelumnya hanya di sekolah. Di era modern dan serba digital ini, hal yang sifatnya merugikan bisa berawal dari mana saja dan semua bisa menjadi sasaran. Berdasar hal tadi dan dengan berbagai pertimbangan, kita putuskan untuk memperluas jangkauan program JMS ini," ungkap Sugeng Riyadi, Kepala Seksi Penerangan Hukum, Kejati Jateng, Selasa (24/1).
Program JMS merupakan salah satu langkah kejaksaan membangun sistem hukum yang mencakup tiga komponen yakni struktur hukum, subtansi hukum, dan budaya hukum. Di STIKES Telogorejo, penyuluhan hukum diadakan di aula dan langsung dibuka Murti Wandrati, selaku Kepala STIKES.
Dalam penyuluhannya kejaksaan menyampaikan materi Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Efek Bullying & Dampak Negatif Gadget Bagi Anak-Anak. Sugeng Riyadi, Andi Oddang dan Anshori, tim JMS Kejati Jateng menjadi fasilitatornya.
Ratusan mahasiswa dari semester 1 sampai 8 jurusan bidan maupun perawat yang mengikuti, tampak antusias mengikuti. Mereka juga aktif saat sesi tanya jawab.
Beberapa tanggapan juga muncul dari beberapa peserta."Kami sangat senang dengan program JMS ini. Bagi saya ini adalah hal baru yang selama ini tidak saya ketahui. Efeknya kami jadi tahu gambaran besar, pengalaman dan pengetahuan tentang ranah hukum," ucap Nabila, mahasiswi semester 1 dari jurusan kebidanan mengakui.
Program JMS dinilai sangat mengedukasi khususnya di bidang hukum.
"Kami sangat menyambut baik program seperti ini. Jelas sangat berguna buat anak didik saya. Kalau bisa kegiatan ini dibuat berkala dengan topik yang berhubungan dengan usia anak didik disini," kata Murti.rdi
Kalah Gugat Presiden, Warga Srondol Kasasi
SEMARANG - Upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA) ditempuh 21 warga di Jalan Setiabudi 213 RT 4 RW II Srondol Wetan Banyumanik. Usai kalah di tingkat pertama dan banding, warga korban penggurusan TNI itu menuntut keadulan, menempuh kesempatan upaya hukum terakhirnya. Mereka menggugat presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi atas Panglima besar TNI, cq Kepala Staf TNI Angkatan Darat cq Panglima Kodam IV Diponegoro dan menuntut bertanggungjawab. Secara melawan hukum tergugat dinilai telah menggusurnya. Kasasi nomor 62/Pdt.K/2016/PN.Smg kini sedang diperiksa.
"Sekarang masih proses kasasi di MA. Terakhit akhir Desember lalu tergugat menyerahkan kontra memori kasasinya. Kami masih menunggu putusannya," kata Eko Suparno, kuasa hukum warga kepada wartawan, Senin (23/1).
Pengadilan Tinggi (PT) Semarang dalam perkara nomor 277/Pdt/2016/PT Smg Tahun 2016 pada 28 September 2016 lalu menolak gugata warga. Majelis hakim menguatkan putusan Pengadilan Negeri Semarang nomor 311/Pdt.G/2015/PN Smg, tanggal 30 Maret 2016 sebelumnya.
Dalam rekonpensi, PT Semarang memperbaiki putusan sebelumnya sekedar mengenai tidak dikabulkannya gugatan immateriil penggugat rekonvensi.
Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian. Menyatakan tanah dan bangunan terletak di Jalan Setiabudi Nomor 213 Semarang adalah tanah dan bangunan okupasi TNI AD yang dimanfaatkan sebagai perumahan TNI AD dan ditempati / dihuni oleh anggota KUDAM IV / Dip. Dengan sebutan Asrama Kuwera III.
"Menyatakan perbuatan para tergugat yang sudah pensiun atau ahli waris dan penyewa yang menghuni asrama tanpa hak tetap menempati asrama Kuwera III, walaupun sudah ada pemberitahuan dan peringatan untuk mengosongkan asrama oleh penggugat adalah perbuatan melawan hukum. Menyatakan sah menurut hukum pengosongan Asrama Kuwera III pada tanggal 25 Juli 2015. Menolak gugatan penggugat selebihnya," kata hakim ketua Murdiyono didampingi Retno Pudyaningtyas dan Rangkilemba Lakukua selaku hakim anggota dalam putusan bandingnya.
Gugatan sebeluknya juga ditujukan kepada lima pemegang sertifikat Hak Milik (HM) tahun 2011 atas tanah di lokasi yang mengklaim pemilih lahan. Mereka, Veronika Mari Winarti Ongko Juwono, Antonius Sukiato Ongko Wijoyo, Ir Swannywati Ongko Juwono, Ninarti Ongko Juwono dan Tjitra Kumala Dewi Wongso.
Warga yang menggugat mengaku, menderita kerugian materiil, kehilangan rumah, bangunan, tempat usaha mereka atas penggusuran. Mereka mengaku berhak dan telah menempati lahan karena secara turun temurun menempati lahan seluas sekitar 6.400 meter persegi itu sejak tahun 1950 an.
TNI secara tanpa hak dan tanpa melalui prosedur hukum benar, tanpa melalui upaya hukum eksekusi pengadilan telah menggusur paksa warga beserta rumahnya. Atas penggusuran itu, pihak TNI diketahui tak mampu menunjukan dasar hukum dan berdalih menjalankan perintah penertiban aset.
Perbuatan secara melawan hukum yang dilakukan itu diketahui sebagai tindaklanjut dan permintaan para tergugat II-VI. Mereka mengaku memperoleh sertifikat atas tanah dari eigendom verponding atasnama Mari Yohana Kluth Ecthgenoate Van Albert Van Daalen yang telah berakhir 1980 lalu. Padahal nyata, lahan di lokasi telah ditempati warga dan berdiri rumah dan bangunan.
Tanah eigendom itu, menurut tergugat dibeli Siauw Bie Kie pada 1948, dan kemudian dijual ke Henk Ongkojuwono atau Ong Tjien Bian pada 1961 (pewaris tergugat). Atas itu kemudian diajukan permohonan sertifikat.
Pensertifikatan tanah itu sendiri, pada 2011 dilaporkan warga korban penggusuran ke Polda Jateng atas kasus pemalsuan. Diduga permohonan pensertifikatan itu menggunakan dokumen dan keterangan palsu. Kasusnya masih diselidiki Ditreskrimum Polda Jateng.
Atas penerbitan kelima sertifikat sudah dilaporkan dugaan pemalsuan ke Polda Jateng pada 2011. Berdasarkan nomor LP/193/ XII/ 2011/ Jateng/ Ditreskrimum 17 Desember 2011. Perkara ini masih proses penyelidikan.rdi