Terpidana Korupsi Bank Jateng Turut Digugat

SEMARANG - Gugatan Satya Laksana terhadap Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jateng dan Teguh Wahyu Pramono, mantan Kepala BPD Syariah Cabang Surakarta mulai diperiksa, Rabu (25/1). Sidang pemeriksaan perkaranya digelar dengan acara pembacaan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
Dalam gugatannya, Satya menggugat Bank Jateng dan Teguh sebesar Rp 22 miliar atas uang tabungannya yang hilang saat didepositkan di BPD Syariah Cabang Surakarta tahun 2011.
Kahar Mualamsyah, kuasa hukum Satya menyatakan, Bank Jateng telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) dan menimbulkan kerugian terhadap Satya. Kepada tergugat, pihaknya meminta ganti rugi tanggung renteng. Menurutnya, tergugat sebagai pihak yang bertanggungjawab atas hilangnya dana Satya.
"Tuntutan merugian materiil Rp21 miliar dari pokok kerugian Rp 6 miliar dan kerugian immateriil Rp1 miliar. Mestinya kerugian pokok Rp 6 miliar jika dipakai usaha jual beli saham dari Januari 200 hingga Agustus 2016 sudah mencapai Rp15 miliar. Dengan begitu, kerugian materiil dan immateriil sebesar Rp22 miliar," kata dia dalam sidang.
Menanggapi gugatan itu, penasehat hukum Teguh Wahyu, terpidana korupsi Bank Jateng yang kini mendekam di LP Kedungpane itu menilai gugatan salah alamat. "Salah sasaran dan salah alamat. Sebagai karyawan PT BPD Jateng tanggungjawab pengembalian uang bukan pada Teguh tapi insitusinya," kata Muhamad Dasuki.
Meski begitu, Teguh mengakui bersalah mengalihkan dana tanpa sepengetahuan nasabah. Secara pidana, atas perkara itu, dirinya telah dipidana 7 tahun penjara dan denda. "Jadi tidak ada hubungan keperdataan dengan kami," kata dia.
Sementara, pihak Bank Jateng menilai, hilangnya uang nasabah merupakan tanggungjawab pribadi mantan petinggi Bank Jateng Unit Usaha Syariah (UUS) Surakarta, Teguh Pramono dan Bagus Joko Suranto (terpidana kasus korupsi).
Maria Ulfa pengacara Bank Jateng menyatakan pihaknya tidak terkait.
"Itu yang bertanggungjawab adalah pribadi yakni Teguh Pramono dan Bagus yang juga telah divonis dalam kasus tipikornya. Tidak ada kaitannya dengan Bank Jateng," kata dia usai sidang.
Apalagi lanjut Ulfa, dalam putusan pengadilan Tipikor sudah disebutkan, bahwa hilangnya uang penggugat merupakan tanggungjawab kedua terpidana itu. Keduanya yang berkewajiban untuk mengganti uang nasabah yang hilang oleh hakim.
"Intinya itu tanggungjawab pribadi Teguh dan Bagus, bukan Bank Jateng secara instansi. Dan keputusan itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap," imbuhnya.
Sidang pembacaan gugatab dipimpin ketua hakim Ketua Mohammad Sainal. Sidang ditunda Rabu (1/2/) dengan agenda pemeriksaan pokok perkara.
Upaya menuntut keadilan kembali dilakukan Satya dengan menggugat ke pengadilan. Setelah kalah di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) karena dinyatakan kurang pihak, warga Taman Muara Mas Semarang itu kembaki menuntut ganti rugi Rp 22 miliar.
Teguh Wahyu dinilai bersalah memindah bukukan rekening tabungan milik Satya tanpa ijin. Tindakannya bersama Bank Jateng yang tidak mau mengganti kerugiannya adalah perbuatan melawan hukum.
Satya juga menuntut hakim menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 50 juta setiap harinya jika tergugat lalai dalam melaksanakan isi putusan. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada bantahan, banding atau kasasi.
Satya Laksana merupakan nasabah Bank Jateng Unit Usaha Syariah Surakarta dengan jenis tabungan Wadiah. Atas penempatan dananya, diberikan bunga 1 persen setiap bulannya oleh bank.
Pada Desember 2010 tabungan penggugat diketahui hilang sebesar Rp 6 miliar tanpa diketahui penyebabnya. Hasil printout diketahui adanya pengambilan dana tanpa sepengatahuannya secara over book dalam beberapa kali. Pada 6, 9, 16, 22 Desember 2010. Diketahui pembobolan rekening terjadi dilakukan pimpinan cabang BJ UMS Surakarta dengan cara membuat surat kuasa seolah dibuat dan ditantangani penggugat. Atas pembobolan itu, Satya telah menuntut pertanggungjawaban bank.
Pada 31 Mei 2011, Dirut Bank Jateng, Haryono dan Dirum Bambang Widiyantoo menjanjikan akan mengganti uang itu pada 6 Juni 2011, namun hal itu tak terealisasi sampai kini. Menurutnya, keduanya justeru menuduhnya berkomplot membobol bank.
Atas pembobolan itu, Satya mengaku dirugikan sebesar Rp 22 miliar. Rinciannya, kerugian materiil atas uang pokok Rp 6 miliar yang hilang, bunga 1 persen perbulan sejak Desember 2010 sampai November 2011 (12 bulan) Rp 720 juta. Keuntungan yang diperoleh jika dana dipakai usaha Rp 3 miliar. Biaya advokat Rp 400 juta atau total Rp 10,1 miliar. Serta kerugian immateriiil seperti perasaan malu, cemas, rusaknya kredibilitas di masyarakat.
Sebelumnya, PT Semarang memutuskan PN Semarang Semarang tidak berwenang mengadili perkaranya. Sebelumnya, PN Semarang memutuskan bahwa gugatannya kurang pihak. Upaya kasasi ditempuh.
Dalam putusannya, MA mengabulkan kasasi Satya Laksana. Membatalkan putusan PT Semarang nomor 330/Pdt/2012/PT.Smg tanggal 4 Januari 2013. Membatalkan putusan PN Semarang nomor 376/Pdt.G/2011/PN.Smg tanggal 7 Mei 2012.rdi

0 comments:

Posting Komentar