Kalah Gugat Presiden, Warga Srondol Kasasi

SEMARANG - Upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA) ditempuh 21 warga di Jalan Setiabudi 213 RT 4 RW II Srondol Wetan Banyumanik. Usai kalah di tingkat pertama dan banding, warga korban penggurusan TNI itu menuntut keadulan, menempuh kesempatan upaya hukum terakhirnya. Mereka menggugat presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi atas Panglima besar TNI, cq Kepala Staf TNI Angkatan Darat cq Panglima Kodam IV Diponegoro dan menuntut bertanggungjawab. Secara melawan hukum tergugat dinilai telah menggusurnya. Kasasi nomor 62/Pdt.K/2016/PN.Smg kini sedang diperiksa.
"Sekarang masih proses kasasi di MA. Terakhit akhir Desember lalu tergugat menyerahkan kontra memori kasasinya. Kami masih menunggu putusannya," kata Eko Suparno, kuasa hukum warga kepada wartawan, Senin (23/1).
Pengadilan Tinggi (PT) Semarang dalam perkara nomor 277/Pdt/2016/PT Smg Tahun 2016 pada 28 September 2016 lalu menolak gugata  warga. Majelis hakim menguatkan putusan Pengadilan Negeri Semarang nomor 311/Pdt.G/2015/PN Smg, tanggal 30 Maret 2016 sebelumnya.
Dalam rekonpensi, PT Semarang memperbaiki putusan sebelumnya sekedar mengenai tidak dikabulkannya gugatan immateriil penggugat rekonvensi.
Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian. Menyatakan tanah dan bangunan terletak di Jalan Setiabudi Nomor 213 Semarang adalah tanah dan bangunan okupasi TNI AD yang dimanfaatkan sebagai perumahan TNI AD dan ditempati / dihuni oleh anggota KUDAM IV / Dip. Dengan sebutan Asrama Kuwera III.
"Menyatakan perbuatan para tergugat yang sudah pensiun atau ahli waris dan penyewa yang menghuni asrama tanpa hak tetap menempati asrama Kuwera III, walaupun sudah ada pemberitahuan dan peringatan untuk mengosongkan asrama oleh penggugat adalah perbuatan melawan hukum. Menyatakan sah menurut hukum pengosongan Asrama Kuwera III pada tanggal 25 Juli 2015. Menolak gugatan penggugat selebihnya," kata hakim ketua Murdiyono didampingi Retno Pudyaningtyas dan Rangkilemba Lakukua selaku hakim anggota dalam putusan bandingnya.
Gugatan sebeluknya juga ditujukan kepada lima pemegang sertifikat Hak Milik (HM) tahun 2011 atas tanah di lokasi yang mengklaim pemilih lahan. Mereka, Veronika Mari Winarti Ongko Juwono, Antonius Sukiato Ongko Wijoyo, Ir Swannywati Ongko Juwono, Ninarti Ongko Juwono dan Tjitra Kumala Dewi Wongso.
Warga yang menggugat mengaku, menderita kerugian materiil, kehilangan rumah, bangunan, tempat usaha mereka atas penggusuran. Mereka mengaku berhak dan telah menempati lahan karena secara turun temurun menempati lahan seluas sekitar 6.400 meter persegi itu sejak tahun 1950 an.
TNI secara tanpa hak dan tanpa melalui prosedur hukum benar, tanpa melalui upaya hukum eksekusi pengadilan telah menggusur paksa warga beserta rumahnya. Atas penggusuran itu, pihak TNI diketahui tak mampu menunjukan dasar hukum dan berdalih menjalankan perintah penertiban aset.
Perbuatan secara melawan hukum yang dilakukan itu diketahui sebagai tindaklanjut dan permintaan para tergugat II-VI. Mereka mengaku memperoleh sertifikat atas tanah dari eigendom verponding atasnama Mari Yohana Kluth Ecthgenoate Van Albert Van Daalen yang telah berakhir 1980 lalu. Padahal nyata, lahan di lokasi telah ditempati warga dan berdiri rumah dan bangunan.
Tanah eigendom itu, menurut tergugat dibeli Siauw Bie Kie pada 1948, dan kemudian dijual ke Henk Ongkojuwono atau Ong Tjien Bian pada 1961 (pewaris tergugat). Atas itu kemudian diajukan permohonan sertifikat.
Pensertifikatan tanah itu sendiri, pada 2011 dilaporkan warga korban penggusuran ke Polda Jateng atas kasus pemalsuan. Diduga permohonan pensertifikatan itu menggunakan dokumen dan keterangan palsu. Kasusnya masih diselidiki Ditreskrimum Polda Jateng.
Atas penerbitan kelima sertifikat sudah dilaporkan dugaan pemalsuan ke Polda Jateng pada 2011. Berdasarkan nomor LP/193/ XII/ 2011/ Jateng/ Ditreskrimum 17 Desember 2011. Perkara ini masih proses penyelidikan.rdi

0 comments:

Posting Komentar