Kasus Pemerasan dan Pengancaman oleh Ketua RT Segera Disidang

SEMARANG - Kasus dugaan pemerasan dan pengancaman oleh Ong Budiono, seorang Ketua RT di Karanganyu Sematang Barat segera disidang. Perkaranya telah lengkap dan dilimpahlan penuntut umum ke Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Ong disangka memeras dan mengancam seorang warganya terkaiy iuran kampung.
"Sudah dilimpahkan dan kami terima Selasa (24/1) lalu atas perkara pemerasan dan pengancaman. Perkara tercatat nomor 60/Pid.B/2017/PN Smg," kata Panmud Pidana PN Semarang Noerma Soejatiningsih RR dikonfirmasi, kemarin.
Perkara Ong dilimpahkan penuntut umum Akhyar Sugeng Widiarto. Dalam perkaranya, Ong Budiono dijerat Pasal 368 KUHP. Pasal 369 ayat (1) KUHP.
Gara-gara menagih uang iuran RT, Ong Budiono, Ketua RT 02 RW 02 Karanganyu Semarang Barat menjadi tersangka dan ditahan. Dia dilaporkan Setiadi Hadinata, pemilik ruko di RT 02, warga yang disangka diperasnya ke Mabes Polri.
Laporan terkait kekecewannya atas tagihan iuran RT dan ancaman warga. Setiadi juga tak terima digugat perdata ke PN Semarang sebesar Rp100 juta (materiil) dan Rp1 miliar (imateriil). Penetapannya dilakukan Bareskrim Mabes Polri dalam surat S.Pgl/2019 Subdit-I/VI/2016/Dit Tipidum.
Kasus terjadi pada 2012 saat Setiadi membeli ruko. Atas hal itu, Budiono dan warganya menjelaskan adanya iuran rutin, iuran bantuan pembangunan jalan, pembuatan taman, pemasangan CCTV dan sebagainya. Setiadi menyanggupi membayar.
Seiring waktu,  demi kemudahan akses jalan, Setiadi membuat pintu samping belakang ruko  yang tembus ke jalan warga. Atas pembangunan itu, tempat sampah warga yang di depan pintu terpaksa bergeser.
Sementara dari sekian kali rapat RT, hanya dua kali Setiadi hadur. Selebihnya ua tak pernah muncul dan tak membayar uang iuran. Iuran tunggakannya sebesar Rp2,5 juta plus iuran lain setotal Rp6,5 juta.
Atas tunggakan itu, berdasar kesepakatan warga Ong menagihnya. Tapi Setiadi justeru menolak dan membuat surat pernyataan bukan bagian warga RT 2, tapi RT 1. Hal itu berdasar surat PBB rukonya.
Tak puas, Budi bersama 31 warga mengirimkan surat berisi ancaman. Isinya jika iuran tak dibayar, akses pintu samping ruko akan ditutup paksa. Tempat sampah warga yang rusak, juga harus dikembalikan.
Setiadi sempat melapor Polsek Semarang Barat dan Polrestabes Semarang. Prosesnya, warga sempat dipanggil dan dimintai keterangen. Laporan itu sempat dicabut Setiadi.
Atas pemeriksaan warga ke polisi, Budiono dan warga tak terima dan mengugat perdata ke PN Semarang. Mereka menuntut ganti rugi. Gugatan ditolak di tingkat pertama maupun di banding. Saat ini proses kasasi. Masalah itu lalu dilaporkan kembali ke Mabes Polri hingga Budiono ditetapkan tersangka.
Kasus itu sebelumnya dinilai tak layak diproses hukum. Setelah gagal dimediasi Peradi Semarang, warga sempat mengadukan masalah itu ke DPRD Semarang, namun tak berpengaruh.
Ketua DPC Peradi Semarang, Theodurus Yosep Parera mengaku prihatin. Menurutnya, kasus hukum itu muncul karena masalah sepele dan biasa terjadi di masyarakat.
"Kasus itu muncul gara-gara masalah sepele. Tidak layak, tidak pantas dan tidak patut dibawa ke ranah hukum. Secara hukum, proses hukum Ong telah sesuai. Tetapi secara sosial tidak bisa dipaksakan. Dalam hukum perlu dikedepankan asas kelayakan, kepantasan atau kepatutan agar tidak muncul gejolak. Kami sayangkan penetapan tersangka sebagai aparatur terendah," kata dia sebelumnya.rdi

0 comments:

Posting Komentar