SEMARANG - Kebijakan pemberian tunjangan perumahan Wakil Ketua Dewan dan anggota DPRD Kota Semarang oleh Walikota tahun 2015 dinilai menyimpang. Atas pemberian tunjangan meliputi listrik, air dan telepon senilai Rp 2,9 miliar harus dikembalikan ke negara.
Hal itu diungkapkan pakar Hukum Adminitrasi Negara Universitas Semarang, Dr Muhamad Junaedi. "Secara adminitrasi jika sudah diamanatkan Permendagri tiga unsur tunjangan itu dikecuali sebagai hak dewan. Secara subtansi harus dikembalikan. Jika tidak masuk penyalahgunaan. Ini bentuk penyimpangan," kata Junaedi, Kamis (23/2).
Dikatakannya, kesalahan itu menjadi tanggung jawab Walikota Semarang selaku pihak yang menyetujui. "Walikota yang paling bertanggungjawab. Serta anggota dewan karena menyetujui," kata dia.
Atas keputusan itu, menurut dia, masuk kategori penyimpangan peraturan karena bertentangan dengan aturan di atasnya. "Karena itu bukan diskresi atu kebijakan dalam keadaan tertentu," lanjutnya.
Terkait belajja tak wajar dan menyimpang itu, Junaedi menyatakan, selurih anggota dewan yang menerima harus mengembalikan. "Saran saya. Konsultasikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bagaimana mekanisme pengembalian dan keabalsahannya," jelasnya.
Ditambahkannya, penyimpangan itu akan masuk ranah pidana korupsi jika uang negara Rp 2,9 miliar itu tidak dilembalikan. "Itu masuk penyalahgunaan wewenang atau korupsi karena negara dirugikan. Konteksnya saya lihat lebik baik bukan korupsi. Tapi apa yang diterima harus dikembalikan," kata dia.
Terpisah, Rektor Undip Semarang, Prof Yos Johan Utama yang juga dimintai pendapat terkait hal itu mengakuinya. Yos tak secara tegas menjelaskan konsekuensi hukum atas dugaan penyimpangan itu. Namun menurutnya, masalah itu harus dikembalikan sesuai rekomendasi BPK.
"Sebaiknya okuti saja rekomendasi BPK yang biasanya ada dalam LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan). Tergantung apa isi rekomendasi BPK," kata dia.
Sementara, pihak Kejati Jateng yang menyelidiki dugaan korupsi itu tidak memberikan jawaban ketika dikonfirmasi. Heru Chaerudin, Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jateng tidak menjawab.
Dugaa korupsi terjadi atas belanja tunjangan perumahan untuk 49 anggota dewan terdiri wakil ketua dan anggota. Ditemukan realiasasi belanja tidak efisian sebesar Rp 2.970.258.240.
Sebelumnya Pemerintah Kota Semarang pada TA 2015 menganggarkan belanja pegawai diantaranya Rp7,942 miliar untuk tunjangan perumahan dewan karena belum disediakan rumah dinas.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Walikota Nomor 30 Tahun 20l4 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Walikota Semarang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 18 tahun 2004 tentang Kedudukan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Semarang. Ditetapkan, nilai tunjangan Rp 14 juta perbulan untuk pimpinan dan sebesar Rp 13,5 juta perbulan untuk anggota. Nilai itu berdasarkan hasil kajian tim independen yang ditunjuk Sekretaris DPRD.
Di dalamnya terdapat unsur tunjangan listrik, air dan telepon. Tunjangan listrik untuk Wakil Ketua Rp 2,6 juta sampai Rp 3 juta. Anggota Rp 2,5 juta - Rp 2,8 juta. Tunjangan telepon Wakil Ketua Rp 1,3 juta-Rp 1,5 juta, anggota Rp 1,2 juta - Rp 1,4 juta.
Tunjangan air PDAM Wakil Ketua Rp 1,3 - Rp 1,5 juta anggota Rp 1,2 juta - Rp 1,4 juta. Tunjangan sewa ruma Wakil Ketua Rp 7,3 juta - Rp 8,4 juta. Anggota Rp 6,9 miliar - Rp 7,9 juta. Jumlah Wakil Ketua Rp 12,7 juta - Rp 14,5 juta. Anggota Rp 11,9 juta - Rp 13,7 juta.
Dari pemeriksaan diketahui ketiga unsur itu seharusnya tidak termasuk. Untuk Wakil Ketua sebesar Rp5,3 juta dan anggota Rp 5 juta per bulan dengan estimasi Rp2,970 miliar dinilai tak wajar.
Kondisi itu tidak sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 188.31/006/PAKD tanggal 4 Januari 2006 tentang Tambahan Penjelasan Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2005 tentang Perubahan atas PP Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Anggota DPRD. Angka 3 huruf c yang menyatakan bahwa besaran tunjangan pertanahan yang dibayarkan adalah sesuai dengan standar satuan harga sewa rumah yang berlaku umum yaitu tidak termasuk meubelair, biaya listrik, air, gas dan telepon.
Permasalahan tersebut mengakibatkan membebani keuangan daerah sebesar Rp2.970.258.240. Atas masalah tersebut Sekretariat DPRD menanggapi bahwa pemberian tunjangan perumahan tersebut dibayarkan dengan alasan perkembangan ekonomi Kota Semarang. Sehingga ditunjuk pihak independen untuk melakukan kajian tentang tunjangan perumahan. Aturan yang digunakan pihak independen merujuk kepada aturan terkait kedudukan protokoler dan keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. Dalam pemeriksaannya, BPK hanya merekomendasikan kepada Walikota Semarang agar penetapan nilai tunjangan perumahan sesuai dengan komponen yang diamr dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 188.31/006/PAKD.
Kasus dugaan korupsi itu telah dilaporkan masyarakat ke Kejati Jateng. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah didorong agar mengawasi penanganannya.rdi
Hakim Tolak Eksepsi Ong Budiono. Ketua RT di Semarang Disidang Pengancaman dan Pemerasan
SEMARANG - Pengadilan Negeri (PN) Semarang menolak eksepsi atau keberatan Ong Budiono (48), Ketua RT 2 RW 2 di Karanganyu Semarang Barat, terdakwa perkara dugaan pemerasan dan pengancaman, Kamis (23/2). Menurut majelis hakim diketuai Bakri, eksepsi tidak beralasan dan telah memasuki pokok perkara. Hakim menilai, hal itu harus dibuktikan dalam pemeriksaan perkaranya.
Ong sebelumnya didakwa memeras dan pengancam Setiadi Hadinata, Direktur PT Synergy Niagatam Indonesia (SNI). Motifnya, penarikan iuran terhadap warga.
"Majelis hakim sependapat, eksepsi telah masuk pokok perkara. Diperintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkaranya," kata Bakri dalam putusannya di hadapan terdakwa Ong didampingi pengacaranya dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Eksepsi peruhal eror in persona, menurut hakim tidak terbukti karena dakwaan jaks telah memenuhi syarat formil. Terkait eksepsi yang menyatakan sanksi sosial yang dikontruksi jaksa sebagai pengancaman, hakim menilai telah masuk pokok perkara.
"Sehingga harus dibuktikan dan eksepsi haruslah ditolak," kata Bakri didampingi Andi Astara dan M Sainal selaku hakim anggota.
Dalam putusannya, hakim menyatakan menolak eksepsi dan memerintahkan jaksa melanjutkan pemeriksaan terdakwa. Menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir.
"Jika terdakwa tidak puas, bisa banding bersama pokok perkara," kata Bakri pada sidang yang ditunda Kamis (2/3) mendatang.
Menanggapi itu, Osward Feby Lawalata, pengacara Ong mengaku kecewa dan menyesal. "Kami kecewa. Harusnya hakim bisa progresif dan membuat terobosan hukum sebagaimana hakim Sarpin. Bahwa perkara ini bukan masuk ranah pidana," kata dia didampingi Ong.
Osward menilai, Ong hanya sasaran tembak. "Kami akan bujtikan terdakwa tidak bersalah. Kami akan hadirkan saksi meringankan dan bukti. Seluruh warga jug siap menjadi saksi karena tahu ini hanya rekayas," kata Osward didampingi Mashudi dan Isakh Rons.
Ong didakwa memeras dan mengancam Setiadi atas iuran warga yang tak dibayar. Atas dasar menagih iuran warga, Ong yang ditahan penyidik Mabes Polri 1 Januari lalu dan dialihkan menjadi tahanan kota saat tahap II pada 19 Februari hingga sekarang dinilai bersalah.
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum mengancam agar korban memberikan uang. Kasus terjadi pada Agustus 2012-Februari 2013. Bermula Juli 2012 saat Setiadi membeli ruko di Jalan Anjasmoro Raya No 1-A/1-2 RT 1 RW 2 untuk kantornya. Pada 28 Agustus Ong selaku ketua RT datang dan dengan nada mengancam Setiadi harus wajib membayar iuran warga, uang cctv, perbaikan taman. Jika tidak maka pintu belakang akan dibongkar paksa seperti halnya pemilik lama.
Terdakwa menegaskan, sebagaimana ke pemilik lama, pihaknya pernah menutup pintu belakang dengan pohon. Padahal nyatanya, ruko masuk wilayah RT 1.
Atas hal itu, 30 Agustus, kali pertama Setiadi mentransfer Rp 1,5 juta. Kedua pada 1 Februari 2013 sebesar Rp 600 ribu lewat bendahara RT, Kang Po Liong.
Merasa takut dan terpaksa, korban mencari informasi datang ke Kelurahan Karangayu mengenai status domisilnya. Sesuai Surat Keterangan Domisili tanggal 18 Juni 2014 yang menyatakan rukonya masuk wilayah RT 1RW 2. Hal itu dikuatkan SPPT PBB Tahun 2014.
Pada 16 Mei 2013 sebelumnya korban menerima surat lagi perihal tunggakan tagihan pembayaran iuran sebsar Rp 6.450.000 dari terdakwa. Dengan ancaman, disebut jika tidak dibayar pihak terdakwa akan bertindak tegas menutup pintu belakang ruko.
Menjawab itu, korban mengirim surat ke terdakwa berisi tidak lagi mengurusi uruaan adminitrasi dan iuran watga RT 2. Atas surat itu, Ong tanggal 1 September 2014 mengirim surat balasan. Isinya menerangkan, ruko masuk di RT 2, warga akan menutup pintu dan saluran air serta meminta Setiadi membangun kembali tempat sampah warga terhitung 15 hari kemudian.
Lewat kuasa hukumnya, pada 11 September Setiadi mensomasi terdakwa dan warga agar mencabut ancamannya serta minta maaf namun tidak ditanggapi.
Pada 15 September terdakwa bersama sekelompok orang (warga) dengan ancaman pencemaran nama baik berteriak-teriak mendatangi ruko dan berkata kasar.
Merasa nama baiknya tercemar serta dirugikan Rp 2,1 juta, Setiadi melapor terdakwa ke Mabes Polri.rdi
Hakim Tolak Eksepsi Bos PT Indonesia Antique
SEMARANG - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang menolak eksepsi atau keberatan Wahyu Hanggono, terdakwa perkara dugaan korupsi atas kredit pada BRI dan Mandiri Solo tahun 2012. Hakim menyatakan pemeriksaan perkara Direktur PT Indonesia Antique (IA), terpidana korupsi kredit fiktif Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Semarang 2012 itu dilanjutkan. Menurut hakim, ekpsepsi terdakwa tidak beralasan.
"Menyatakan eksepsi tidak dapat diterima seluruhnya. Menyatakan Pengadilan Tipikor Sematang berwenang memeriksa dan nengadili. Menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah memenuhi ketentuan. Menyatajan pemeriksaan perkara terdakwa Wahyu Hanggono dilanjutkan hingga putusan akhir," kata Antonius Widijantono ketua majelis hakim membacakan putusan selanyq, Rabu (23/2).
Eksepsi sebelumnya diajukan yang intinya menilai Pengadilan Tipikor Semarang tidak berwenang. Dakwaan jaksa tidak cermat, tidak jelas dan lengkap. Dakwaan juga tidak mengurai jelas tentang perbuatan terdakwa. Serta tidak menguraikan jelas soal unsur kerugian negara.
Hakim dalam pertimbangannya menilai, terdakwa selaku debitur terpailit yang dalam pengajuan kreditnya tidak sesuai proses dinilai sebagai perbuatan melawan hukum. Atas perbuatannya menimbulkan kerugian negara dan masuk ranah korupsi.
"Meski dalam keadaan pailit, hal itu menghapus pidana," kata Antonius didampingi Sininta Y Sibarani dan Hadrianus selaku hakim anggota.
Wahyu Hanggono, pengusaha eksportir mebel itu menilai munculnya masalah kredit macet karena pailit yang dijatuhkan terhadapnya dan PT IA. Atas kredit pada BRI Cabang Kartosuro Solo Rp 3 miliar, PT Mandiri (Persero) Tbk Busines Bangking Center (BBC) Solo Rp 7,5 miliar yang dinilai muncul kerugian negara senilai jumlah kredit itu tidaklah benar.
Korupsi diduga terjadi pada BRI dan Mandiri Solo. Memakai 21 nama anak buahnya, calon plasma Wahyu menjadi avalis atau penjamin mengajukan kredit program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Atas kredit beragunan sejumlah aset sertifikat tanah, mesin, deposito dan jaminan asuransi kredit itu cair Rp 10,5 miliar dengan jangka waktu selama 12 bulan.
Usai disetujui bank, dana diterima kreditur, lalu dikelola terdakwa. Pada perjalanannya, kredit tak dibayar karena terdakwa jatuh pailit. Akibatnya, ia dinilai merugikan negara sebesar Rp 10,5 miliar dan dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001.
Wahyu mengajukan kredit di Mandiri dan BRI dan cair Mei dan Juni 2011. Pada 7 Mei 2012, Wahyu dan PT IA digugat ke PN Semarang, dua kreditur atas hutang Rp 140 juta tahun 2010 silam. Pada 8 Juni 2012 perkara diputus dan dinyatakan pailit.
Efek pailit, hutang di BRI dan Mandiri tak terbayar. Seluruh asetnya disita kurator dan dilelang. Aset senilai lebih dari pinjaman bank dijual. Namun hasilnya tak cukup melunasi hutangnya di bank.rdi
Curi 127 Bungkus Rokok, Bobrok Dihukum 2 Tahun
SEMARANG - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang menjatuhkan hukuma ln terhadap Dedi Supriadi alias Bobrok selama 2 tahun penjara. Warga Jalan Layur Kampung Kranjangan Besar Kecamatan Semarang Utara dinilai bersalah membobol toko dan mencuri 127 bungkus rokok.
Majelis hakim dipimpin Dewa Ketut Kartana, menyatakan Bobrok terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan. "Bersalah sesuai Pasal 363 ayat 1 Ke 4 dan 5 KUHP. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama dua tahun," kata Dewa membacakan amar putusannya, Rabu (23/2).
Vonis dipertimbangkan hal memberatkan, perbuatan terdakwa meresahkan warga. Hal meringankan terdakwa sopan dan mengakui perbuatannya.
Vonis lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya jaksa menuntut agar Bobrok dipidana tiga tahun.
Atas putusan itu, terdakwa melalui pengacaranya Putro Satuhu menyatakan menerima. Sementara jaksa belum mengambil sikap dan masih pikir-pikir.
"Kami pikir-pikir dulu yang mulia," kata JPU Aulia Hafidz.
Bobrok dan Muhammad Kalvin alias Genjer (berkas terpisah) membobol toko Abdulah di Jalan Petek Raya nomor 79 Kelurahan Dadapsari Semarang Utara. Mereka masuk toko dengan cara memanjat tembok pagar dan naik ke atap toko.
Setelah masuk toko, Bobrok dan Genjer mengambil 21 slop rokok berbagai merek dengan total 127 bungkus. Selain itu, kedua terdakwa juga mengambil uang tunai dari dalam toko.
Rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke dalam karung dan dibawa ke kos terdakwa untuk disimpan. Selang beberapa saat, keduanya diciduk anggota Polsek semarang Utara dan ditahan di sel Polsek.
Saat ditahan itu, kedua terdakwa sempat kabur melarikan diri ke Jakarta selama empat bulan. Kemudian keduanya ditangkap dan disidangkan.rdi
Kejaksaan Selidiki Dugaan Korupsi Tunjangan Perumahan DPRD Kota Semarang Rp 2,9 Miliar
SEMARANG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng menyelidiki kasus dugaan korupsi anggaran tunjangan perumahan bagi anggota DPRD Kota Semarang pada tahun 2015. Korupsi diduga terjadi atas ketidakefisienan tunjangan listrik, telepon dan air PDAM oleh 49 anggota dewan. Atas kasus itu diduga merugikan negara mencapai Rp 2,9 miliar.
Kepala Kejati Sugeng Pudjianto dikonfirmasi Wawasan terkait penyelidikan itu mengakuinya. "Pernah kami terima laporan soal itu. Sekarang sedang ditindaklanjuti," kata dia dihubungi, Rabu (23/2).
Mendorongan penanganan kasus itu, Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) dan Jejaring Anti Korupsi (JeJAK) Jateng yang melapor, kemarin mendatangi KPK. "Hari ini (kemarin) kami ke KPK, meminta penanganannya diawasi. Kami harap KPK turun tangan," kata Koordinator Monitoring Kinerja Aparat Penegak Hukum Eko Haryanto dihubungi.
Dikatakan Eko, selain audiensi, pihaknya KPK berkoordinasi, supervisi dan memonitoring kasus itu. "Pada 30 Januari 2017 kami laporkan ke Kejati Jateng," kata dia.
Dugaan korupsi atas belanja tunjangan perumahan tak wajar sebelumnya juga ditemukan BPK Jateng, dalam LHP tahun 2015 yang terbit Juni 2016 lalu. Tahun 2015 sebesar Rp7,9 miliar anggaran direalisasikan untuk Tunjangan Perumahan kepada pimpinan dan anggota DPRD.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 30 Tahun 20l4 tentang Perubahan Kelima atas Perwal Semarang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Semarang Nomor 18 tahun 2004. Ditetapkan nilai tunjangan perumahan sebesar Rp l4 juta/bulan untuk pimpinan dan sebesar Rp l3,5 juta/bulan untuk anggota DPRD. Nilai itu berdasarkan kajian Tim Independen yang ditunjuk Sekretaris DPRD.
Pertimbangannya faktor studi komparatif dengan daerah lain, indikator rasio kemandirian keuangan daerah serta indikator lain. Komponen tunjangan ditentukan listrik untuk Wakil Ketua Rp 2,6 juta sampai Rp 3 juta. Anggota Rp 2,5 juta - Rp 2,8 juta. Tunjangan telepon Wakil Ketua Rp 1,3 juta-Rp 1,5 juta, anggota Rp 1,2 juta - Rp 1,4 juta.
Tunjangan air PDAM Wakil Ketua Rp 1,3 - Rp 1,5 juta anggota Rp 1,2 juta - Rp 1,4 juta. Tunjangan sewa ruma Wakil Ketua Rp 7,3 juta - Rp 8,4 juta. Anggota Rp 6,9 miliar - Rp 7,9 juta. Jumlah Wakil Ketua Rp 12,7 juta - Rp 14,5 juta. Anggota Rp 11,9 juta - Rp 13,7 juta.
Dari pemeriksaan terdapat unsur yang seharusnya tidak termasuk yaitu tunjangan listrik, tunjangan telepon dan tunjangan air. Untuk Wakil Ketua sebesar Rp5,3 juta dan anggota Rp 5 juta per bulan. Estimasi atas tiga komponen itu sebesar Rp2,970 miliar.
Menurut BPK Jateng kondisi tersebut tidak sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 188.31/006/PAKD tanggal 4 Januari 2006 tentang Tambahan Penjelasan Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2005 tentang Perubahan atas PP Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan anggota DPRD, angka 3 huruf c. Dinyatakan besaran tunjangan pertanahan yang dibayarkan adalah sesuai dengan standar satuan harga sewa rumah yang berlaku umum yaitu tidak termasuk meubelair, biaya listrik, air, gas dan telepon.
Permasalahan tersebut mengakibatkan membebani keuangan daerah sebesar Rp2.970.258.240,00 atas komponen tunjangan listrik, telepon dan air dalam tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD.
BPK merekomendasikan kepada Walikota Semarang agar menetapkan nilai tunjangan perumahan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD sesuai dengan komponen yang diamr dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 188.31/006/PAKD.rdi
Banding, Hukuman Peni Suprapti Ditambah. Terdakwa Penyelundupan Sabu 97 Kg
SEMARANG - Upaya banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jateng yang ditempuh Peni Suprapti, salah satu terdakwa perkara dugaan penyelundupan narkotika jenis sabu-sabu 97 Kg dari Guanzhou China ke Jepara kandas. PT dalam putusan bandingnya menambah hukuman isteri Muhamad Riaz alias Mr Khan (warga negara Pakistan,terdakwa lain) dari 18 tahun menjadi 20 tahun penjara. Putusan banding dijatuhkan beberapa waktu lalu oleh majelis hakim diketuai Nurcahyo Dwijanto Sudibjo.
"Benar, banding terhadap terdakwa Peni Suprapti sudah turun. Putusannya menambah hukuman dari 18 tahun menjadi 20 tahun penjara," kata Panitera Muda Pidana pada PN Semarang, Noerma Soejatiningsih RR kepada wartawan di kantornya, Rabu (23/2).
Selain pidana 20 tahun, Peni juga dihukum pidana denda Rp1 miliar dengan ketentuan, jika tak dibayar maka diganti dengan hukuman enam bulan penjara.
Vonis banding juga dijatuhkan terhadap Julian Citra Kurniawan, karyawan perusahaan importir. Dalam putusanya, hakim PT menguatkan putusan PN Semarang sebelumnya dengan pidana seumur hidup.
"Putusan untuk Julian Citra Kurniawan juga sudah turun. Intinya menguatkan putusan PN Semarang, yakni menghukum seumur hidup," imbuh Noerma.
Sementara terhadap perkara terdakwa lain yang juga mengajukan banding, masih diproses di PT Jateng. Mereka, Muhammad Riaz alias Mr Khan (vonis mati), Kamran Muzaffar Malik alias Philipp Rushel (vonis seumur hidup), Faiq Akhtar (vonis seumur hidup), Tomy Agung Pratomo (vonis seumur hidup), Restyadi sayoko (vonis 20 tahun) dan Didik Triono (15 tahun).
"Vonis banding terdakwa lainnya belum keluar putusannya, baru dua itu yang sudah putus," kata Noerma.
Terpisah, pengacara Peni Suprapti, Theodorus Yosep Parera menyatajan, pihaknya akan menempuh kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan itu. "Kami sudah terima putusan bandingnya. Kami langsung menyatakan kasasi," kata dia.
Kasus narkoba melibatkan para terdakwa berawal pada 5 Januari saat BNN mendapat informasi dari DEA (Drug Enforcement Administration) tentang penyelundupan sabu. Sabu dikirim lewat mesin genset yang dikirim dari Guangzhou China ke Semarang lewat jalur laut oleh sindikat Nawaz. Sabu disimpan dalam 194 unit mesin genset.
Proses impor diurus terdakwa Julian Citra Kurniawan, Tommy Agung Pratomo Priambodi dan Restyadi Sayoko, karyawan PT Jacobson Global Logistik, berkantor di Jalan Pemuda 171 Semarang.
Pada 7 Januari, kontainer genset masuk ke Pelabuhan Tanjung Emas. Atas impor itu, Faiq memberikan 12.000 USD atas perintah M Riaz kepada Julian, Tommy dan Restyadi.
Faiq, diketahui bekerja di PT Haniya Khan Shaza Haji dan Umroh (PT HK) di Jakarta sebagai office boy. Ia bertugas menerima transferan dari costumer dan membeli dollar US oleh bosnya bernama Kamran (terdakwa) dan Mike Mueen Chisti (DPO).
Pada 27 Januari, BNN menangkap Mr Khan di Gudang Jepara Raya International di Batealet, Jepara saat akan mengambil narkoba dari genset. Diketahui terdapat 54 plastik seberat 97.155,88 gram.
Ditangkap pula, Didi Triono di rumahnya di Jepara. Ia berperan mencari dan menyimpan genset ke gudang. Penangkapan dilanjutkan di Semarang terhadap Julian, Tommy dan Restyadi Sayoko di kantornya, serta ditangkap Peni Suprapti di rumahnya Graha Padma Semarang.
Tak hanya itu, di Jakarta juga dilakukan penangkapan kepada Faiq Akhtar dan Kamran. Faiq ditangkap usai keluar dari mentransfer uang Rp29 juta ke rekening Julian dan akan menuju kantor Kamran.rdi
Ketua PDIP Rembang Dituntut 2 Tahun Penjara. Korupsi 5 Proyek DPU 2011
SEMARANG - Ketua DPC PDIP Rembang, Sumadi HS, terdakwa perkara dugaan korupsi proyek pada Dinas Pekerjaan umum (DPU) Kabupaten Rembang tahun 2011 dituntut pidana 2 tahun penjara. Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang memperkarakannya menyatakan Sumadi terbukti korupsi sebagaimana dakwaan subsidair. Melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah UU nomor 20/2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Sumadi dinilai bersalah menyalahgunakan wewenangnya selaku Direktur CV Sumber Alam dan merugikan negara. Atas lima proyek yang dikerjakan, ia dinyatakan korupsi.
Selain pidana badan, jaksa juga menuntut majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang pemeriksa perkaranya menjatuhkan pidana denda Rp 50 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Atas tuntutan yang dibacakan pekan lalu, Sumadi didampingi dua pengacaranya, Arya W. Kusuma dan Ahmad Muhsin akan mengajukan pembelaan atau pledoi. "Hari ini (kemarin), sedianya pembacaan pledoi. Tapi kami belum siap dan minta waktu seminggu," kata Arya kepada wartawan usai sidang, Selasa (22/2).
Dikatakan Arya, atas kasus itu kerugian negara telah dikembalikan yaitu sebesar Rp 360 juta. Terakhir sebelum tuntutan, Sumadi melunasi uang pengganti kerugian negara Rp 150 juta.
"Ada lima proyek. Tiga dikerjakan dan dua terdakwa selaku penyedia material saja. Kerugian negara harusnya hanya di tiga proyek, karena dua proyek dikerjakan pihak lain. Nanti kami sampaikan dalam pledoi," katanya.
Sumadi, Direktur CV Sumber Alam didakwa korupsi atas lima paket pekerjaan DPU Rembang senilai Rp 1 miliar lebih. Sumadi yang hingga kini menjalani tahanan kota itu atas prpyek bersumber dana APBD Rembang dan APBD Provinsi.
Atas lima paket pekerjaan, Sumadi diketahui mengajukan penawaran dengan dua CV miliknya, Sumber Alam dan CV Sinta. Di CV Sinta, ia menempatkan stafnya, Hartadi sebagai direkturnya (ditetapkan tersangka).
Pengurusan proyek dilakukan anak buahnya bernama Eni. Atas sejumlah dokumen penawaran, ia ditetapkan sebagai pelaksana pekerjaan.
Atas pekerjaannya, telah dinyatakan selesai oleh PPHP diketahui PPTK dan PPKom. Dengan memalsu beberapa tandatangan pemgajuan pencairan pembayaran dilakukan. Semua diurusi Eni. PPKom yang diketahui berkongkalikong sebelumnya menyetujui pembayarannya 100 persen meski nyatanya pekerjaan tak rampung.
Korupsi PU di Rembang menyeret sejumlah pihak. Selain Sumadi turut ditetapkan sebagai tersangka Gunarsih Wakil Ketua DPRD dan Hikmah Purnawati alias Ipung anggota dewan. Keduanya politisi dari Partai Demokrat (belum diproses).
Sebelumnya, tiga Kabid pada DPU selaku PPKom telah dipidana 1 tahun. Ketiganya mantan Kabid Cipta Karya, M Chaeron, mantan Kabid Irigasi, Sinarman dan mantan Kabid Bina Marga, Raharjo.rdi