SEMARANG - Kasus dugaan penyalahgunaan narkoba menyeret Amylia Christin. Wanita yang kos di Kampung Tambak Boyo, RT 09 RW 02, Siwalan, Gayamsari itu disidang atas tuduhan kepemilikan dan penggunaan sabu-sabu. Bersama dua teman prianya, Djohan Ritahap Prastyo dan Fendi Septi Prasetyo (berkas terpisah), ketiganya ditangkap usai pesta narkoba di kos. "Perkara ketiganya telah dilimpahkan dan sudah kami terima," kata Noerma Soejatiningsih, Panitera Muda Pidana pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang, kepada Wawasan, kemarin. Diungkapkan, kasus terjadi Minggu (19/3) malam saat mereka kumpul di kamar kos Amylia. Kemudian, mereka sepakat membeli sabu secara patungan. Djohan menghimpun uang dari Fendi dan Amylia masing-masing Rp 200 ribu dan dirinya Rp 250 ribu. Uang Rp 650 ribu itu lalu dibelikan sabu ke seorang bernama Menyot (DPO) secara transfer. Kepada keduanya, Menyot mengirim sabu di pinggir jalan. "Sabu dibungkus rokok Gudang Garam Coklat di depan ruko-Jalan Raya Mranggen Demak," kata Achmad Riyadi, Jaksa Penuntut Umum Kejati Jateng dalam berkas perkaranya. Usai mengambil paket sabu, keduanya kembali ke kos. Paket sabu dipecah menjadi dua. Satu diantaranya dibuat empat paket klip kecil dan disimpan Amylia dalam plastik bertuliskan Toko Mas Sumber Mas miliknya. Empat bungkus plastik berisi serbuk kristal seberat 0,298 gram Sebelum memakai sisa paket sabu, ketiganya membuat alat bong. Menggunakan potongan sedotan mereka membakar pipet dan menghisap asap sabu seperti orang merokok. Mereka ditangkap esok malamnya oleh polisi. Dalam perkaranya Amylia didakwa pertama atas kepemilikan sabu, dijerat primair Pasal 132 ayat (1) Jo Pasal 114 ayat (1) Undang Undang (UU)Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Subsidair tentang penggunaan sabu, dijerat Pasal 112 ayat (1) yang sama. "Fendi dijerat, Pasal 114 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) UU yang sama dan subsidair, dijerat Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) UU sama. Kedua dijerat Pasal 198 UU RI No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan atas kepemilikan pil Trihex," kata Nur indah, jaksa yang menangani perkara Fendi.rdi
Gugatan 804 Mantan Pegawai BRI Ditolak
SEMARANG - Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang diketahui menolak gugatan 804 pensiunan pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI). Majelis hakim diketuai Moch Zaenal Arifin selaku pemeriksa perkaranya menyatakan menolak gugatan terkait uang pesangon itu. Atas ditolaknya gugatan mereka, penggugat lewat kuasa hukumnya, Iwan Yuli Hermawan menyatakan akan menempuh upaya hukum. "Kami siap menempuh upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA) karena gugatan kami telah ditolak," jelas Iwan kepada wartawan mengungkapkan, Selasa (30/5). Dalam putusannya, Zaenal didampingi Sugiyanto dan Resy D Nasution hakim anggota menyatakan, perjanjian kerja sama (PKB) telah sah. Menurutnya perjanjian itu mengikat karena ditandatangani para puhak, pengusaha dan serikat pekerja. Hal itu sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 167 ayat 4 Undang-Undang Nomor 13/ 2003 tentang Ketenagakerjaan. Bahwa, pemutusan hubungan kerja (PHK) karena pensiun, program dan manfaatnya dapat diatur lain dalam perjanjian kerja sama, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. BRI digugat 804 orang mantan pegawainya terkait perselisihan hubungan kerja sepihak. Mereka menggugat 35 tergugat, di antaranya Direksi PT BRI Persero Tbk, Kanwil BRI Semarang dan BRI Cabang Pekalongan. Gugatan diajukan terkait uang pesangon, penghargaan masa kerja, serta penggantian hak yang tidak dipenuhi perusahaan berplat merah itu. Gugatan diajukan pada 3 Oktober lalu. Mereka menuntut kerugian materiil Rp 10 miliar, membayar kerugian immateriil Rp 100 juta.rdi
Sekda dan Bupati Kebumen Kondisikan dan Tarik Upeti Rekanan Proyek
SEMARANG - Sekretaris Daerah (Sekda) dan Bupati Kebumen, Adi Pandoyo serta M Yahya Fuad disebut mengkondisikan proyek di Kebumen. Proyek bersumber anggaran APBN, APBD dan Bantuan Pemprov itu diatur keduanya baik sebelum dan saat lelang pelaksanaannya. Atas pengk itu, Sekda dan bupati menarik upeti imbalan ke rekanan proyek. Hal itu terungkap pada sidang lanjutan perkara dugaan suap dan gratifikasi dengan terdakwa Adi Pandoyo di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (30/5). Enam saksi diperiksa, yaitu Edi Wiyanto (Kepala ULP), Teguh Kristiyanto, Zaini Miftah (Ketua PKB Kebumen), Gito dan Suhartono (dua anggota dewan) dan Dr Imam Satibi (Rektor Institut Agama Islam Negeri). Saksi Teguh mengakui beberapa kali diperintah Sekda mengambil uang ke rekanan. Diantaranya Hojin Ansori, Barli Halim, Khayub Muhamad Lutfi, pengusaha, mantan rival Pilkada M Yahya Fuad. Menurutnya, uang bantuan rekanan itu diberikan sebagai bantuan Sekda ke pihak lain. "Uang saya berikan ke beberapa orang lain. Salah satunya ajudan Sekda. Diantara lain ke kejaksaan bernama Trimo, ke kepolisian lewat polisi bernama Mardi. Itu bantuan kaitannya non budgeter. Misal pelantikan," kata saksi. Saksi Edi menambahkan, dirinya tahu Sekda mengkondisikan proyek untuk rekanan, tim sukses bupati M Yahya Fuad. "Saya tahu pengkondisian proyek itu. Saya pernah dipanggil bupati soal proyek semrawut. Apri atau Mei. Disampaikan bupati, ULP ngak becus karena banyak kegaduhan. Banyak sanggahan. Beliau katakan jangan-jangan ada kebocoran. Beliau asusmikan salah satu yang bocorkan Pak Teguh," ungkap dia di hadapan majelis hakim dipimpin Siyoto. Atas usulannya, bupati memerintahkan diubahnya kepanitian Pokja. "Perintah lain, karena tidak semua rekanan menguasai Teknologi Informasi. Bupati minta semua menyerahkan daftar paket lelang," lanjutnya. Atur Proyek Saksi Zaini Miftah, timses bupati yang juga pengusaha grosir ATK mengakui adanya pertemuan timses, rekanan dan bupati di rumahnya di Jogjakarta. "Sebelum pelantikan. Saat penghitungan suara Pilkada. Saya ingat pas di KPU, ditelepon, diajak Barli. Di sana ada Hojin, Mistaun Ulum, salah satu pimpinan DPRD dari PKB. Arif. Mereka khawatir jika Khayub menang," kata Zaini. Kepada mereka, bupati yang akhirnya dinyatakan menang, memerintahkan pengamanan anggaran. "Pak Fuad minta kami ikut kawal. Yang punya pengalaman di sana agar mengawal. Berli kawal APBD dengan saya. APBN dan Bantuan Provinsi ada pembagian sendiri," ujarnya mengakui, pengkondisian dilakukan agar orang bupati banyak yanv ikut lelang dan menang. Sekda didakwa menerima totalnya Rp 3,750 miliar. Penerimaan itu dilakukan bersama, Muhamad Yahya Fuad. Bersama timses dan rekanan, bupati serta Sekda mengatur pengelolaan uang fee proyek bersumber APBN,APBD dan Bantuan Provinsi. Realisasi kesepakatan itu Februari 2016, bupati M Yahya Fuad menerima uang Rp 2.330.000.000 melalui Agus Marwanto, karyawan PT Tradha Group milik M Yahya Fuad. Sekda sendiri beberapa kali menerima uang pengumpulan fee. Maret dari Hojin lewat Teguh Kristanto Rp 250 juta, Juli dari Barli Rp 350 juta, Agustus dari Hojin Rp 450 juta. Bupati awalnya tidak melibatkan Khayub Muhamad Lutfi dalam proyek awal kepemimpinannya. Atas saran Sekda bupati menggandengnya. Khayub diminta mendukung pemerintahannya dengan imbalan proyek senilai Rp 36 miliar dengan fee 7 persen. Sebagai realisasi, Sekda beberapa kali menerima fee. Pada Agustus 2016, Sekda menerima dari Khayub Rp 1 miliar dan Rp 1,5 miliar. September ia kembali menerima Rp 150 juta. Uang diberikan Khayub, mantan dewan Kebumen itu di rumahnya. Atas perintah Sekda, Rp 130 juta diberikan ke Nita Yunita dan Rp 20 juta ke Teguh Kristiyanto. Pada Oktober Sekda kembali menerima dari politikus Partai Nasdem itu Rp 50 juta. Dari seluruh uang itu, atas perintah bupati M Yahya diberikan ke seseorang di Hotel Gumaya Semarang Rp 2 miliar. Diberikan ke Probo Indartono Rp 150 juta, Makrifun Rp 40 juta, Imam Satibi Rp 20 juta, dan digunakan operasional penanganan bencana Rp 110 juta.rdi
Penyuap Bupati Klaten Diganjar 20 Bulan Penjara
SEMARANG - Pengadilan Tipikor Semarang menjatuhkan putusan pidana 20 penjara terhadap Suramlan, penyuap Bupati Klaten, Sri Hartini. Selain pidana badan, hakim juga menjatuhkan pidana denda Rp 50 juta subsidair dua bulan kurungan. Mantan Kasie SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, memberikan suap ke bupati Rp 200 juta. Suap diberikan Suramlan untuk memperoleh jabatan Kabid. Putusan dibacakan pada sidang terbuka umum di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (29/5) kemarin. Sidang berlangsung sekitar hampir dua jam dalam kondisi mati lampu setelah sempat diskors. Dalam putusannya, majelis menyatakan, Suramlan bersalah sesuai Pasal 5 ayat I huruf a UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 KUHP. "Mengadili. Menyatakan terdakwa Suramlan terbukti melakukan tindakan korupsi berupa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Suramlan selama satu tahun dan delapan bulan penjara," kata Antonius Widijantono membacakan amar putusannya, kemarin. Dalam pertimbangannya, hakim menilai perbuatan Suramlan telah melanggar undang-undang. "Pemberian uang kepada bupati Klaten selaku penyelenggara negara, secara beberapa kali bertentangan dengan hukum. Hal itu juga melanggar asas pemerintahan yang baik yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme," kata hakim. Vonis dipertimbangkan hal memberatkan, terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Hal meringankan terdakwa sopan di persidangan, menyesali perbuatannya dan memiliki tanggungan keluarga. "Mengingat tidak ada alasan pembenar maupun pemaaf pada diri terdakwa, maka terdakwa wajib mempertanggungjawabkan perbuatanya," pungkas hakim. Putusan hakim diketahui lebih rendah dari tuntutan jaksa. Jaksa KPK sebelumnya meminta Suramlan dipidana dua tahun penjara. Atas putusan itu, terdakwa Suramlan menerima. Sementara jaksa KPK masih pikir-pikir. "Saya mengerti dengan putusan, saya menerima yang Mulia," kata Suramlan singkat. Suramlan, disidang atas perkara suap jual beli jabatan ke bupati. Selain dia, turut disidang, bupati Klaten nonaktif. Sri Hartini didakwa menerima suap terkait jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Klaten. Suap juga diterimanya terkait pemotongan dana aspirasi atau bantuan keuangan untuk desa. Total uang suap yang diterima dalam kurun Februari sampai Desember 2016 sebesar Rp 13 miliar Pertama, suap terjadi atas 131 mutasi promosi PNS di Desember 2016 Rp 3,276 miliar. Pengukuhan dan promosi 49 Kepsek SMP se Klaten Rp 1,320 miliar. Pengukuhan dan promosi 21 Kepsek SMA/SMK se Klaten Rp 1,410 miliar. Penerimaan 23 calon pegawai BUMD Klaten dan PT Aqua Klaten Rp 2,089 miliar. Pemotongan dan dana aspirasi atau bantuan keuangan APBD/P 2016 dan APBD 2017, Rp 4,264 miliar. Fee proyek di Dinas Pendidikan Klaten Rp 750 juta.rdi
Terlibat Aksi Pecah Kaca, Abek dan Eman Disidang
SEMARANG - Aksi tindak pecah kaca mobil melibatkan Muhamad Rosidi alias Abek dan Rico Abdul Rahman alias Eman. Bersama Nopi Saleh Indra Praja (berkas terpisah) dan Ucok (belum tertangkap), mereka ditangkap, ditahan dan disidang. "Perkaranya sudah dilimpahkan dan terdaftar nomor 404/Pid.B/2017/PN Smg," kata Panitera Muda Pidana pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Noerma Soejatiningsih mengaku segera menetapka majelis hakim dan jadwal sidangnya, kemarin. Sementara, Darwin Situmeang, Jaksa Penuntut Umum Kejari Semarang dalam berkasnya menyebut, aksi pecah kacah dilakukan, menggunakan pecahan kaca busi. Kasus terjadi Sabtu 4 Maret 2017 di halaman Bank Tabungan Negara (BTN) Jl. Prof Soedarto Tembalang. Awalnya keempat prlaku yang menginap di Hotel Arowana Kab.Batang sepakat mengambil barang di mobil. "Modusnya memecah kaca menggunakan pecahan busi," kata Darwin. Abek bertugas sebagai eksekutor, memecah kaca dan mengambil barang. Eman sebagai pengendara atau joki. Nopi Saleh dan Ucok berperan joki dan pengawas lapangan. Eman mengendarai motor Jupiter B 3092 TSU menboncengkan Abek. Sedangkan Nopi naik Xeon AB 5474 TI memboncengkan Ucok. Bersama-sama mereka pergi Semarang. Tib di TKP, mereka melihat Innova H 715 TQ milik saksi Anang Muhamad Legowo diparkir. Menghampiri mobil, Abek lalu mengeluarkan pecahan busi dan memasukkan ke dalam mulut agar pecahan busi basah. Setelah basah, pecahan busi dikeluarkan, digenggam dan dilemparkan ke kaca mobil. Usai retak-retak dan pecah, Abek mendorong dan masuk mengambil dua tas di dalamnya lalu pergi ke arah Ungaran. Akibat kejadian itu, korban menderita kerugian sekitar Rp 11 juta. "Dijerat Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan 5 KUHP. Atau kedua dijerat Pasal 480 ke-1KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata jaksa.rdi
Ahli Perbankan Sebut Terjadi Konflik Norma Perdata dan Pidana
SEMARANG - Prof Sulistyowati Irianto, Guru Besar Hukum Perbankan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta menilai terjadi konflik norma dan ketentuan antara hukum perdata dengan pidana. Khususnya terkait penerapan penyelesaian perkara kredit macet perbankan BUMN. Beda arti juga terjadi atas sifat kekayaan bank BUMN, yaitu sebagai uang negara atau tidak. Hal itu diungkapkan Prof Sulistyowati saat dimintai pendapat keahliannya pada sidang dugaan korupsi penyimpangan kredit pada BRI dan Bank Mandiri di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (24/5). "UU Tipikor menyebut kekayaan BUMN sebagai keuangan negara. Tapi jika dikaitkan UU Perseroan Terbatas dan UU BUMN, keduanya menyebut bukan. Kami menyebut ini konflik norma. Antara aturan hukum publik dan perdata," kata dia. Dijelaskannya, bank sebagai intern kredit harus hati hati memproses pengajuan kredit. Menerapkan prinsip 5 C, agar kredit benar sesuai tujuan UU Perbankan. "Caracter atau latar belakang kreditur. Capital, modal cukup. Capacity, kemampuan mengelola usaha dan membayar. Colateral, sebagai jaminan pelunasan. Condition of ekonomi, kondisi saat kredit," kata dia. Menurutnya, fungsi bank hanya memfasilitasi tanpa terlibat penyipan dokumen persyaratan. "Namun jika sifatnya memperlancar proses, bisa," ujar Prof Sulistyowati Irianto menjawab pertanyaan majelis hakim dipimpin Antonius Widijantono. Keputusan persetujuan kredit, bersifat berjenjang. Atas analisis kredit, bank menilai, berwenang dan bertanggungjawab menyetujui serta mencairkan kredit. Prof Sulis menyebut, 60 persen lebih modal bank BUMN berasal dari pihak ketiga, bukan negara. Sesuai UU PT dan UU BUMN, kata dia mengutip, BUMN merupakan badan usaha yang sebagian besar atau seluruhnya merupakan penyertaan modal dari negara. "Sebagai kekayaan yang dipisahkan dari APBN, secara hukum (60 persen lebih modal-red) itu bukan kekayaan negara, tapi kekayaan badan hukum. Itu terjadi sejak pengesahan badan hukum bank BUMN," imbuhnya. Mengacu hukim bisnis, penyelesaian kredit macet bank, harusnya lewat jalur perdata. Atas kredit yang dijaminkan dan diasuransikan sebagai pengalihan resiko, yang keduanya telah diklaim serta dicairkan. Menurutnya, pokok kredit dinilai lunas. "Tapi atas denda keterlambatan belum dianggap lunas. Tanggungjawab pelunasan itu tidak bisa dituntut pidana. Masuk pidana jika pengajuan didasari pidana seperti pemalsuan," jelas dia. Sementara, Dr Sigit Riyanto, ahli hukim pidana UGM menambahkan, pemidanaan tak lepas dari kesalahan. Perbuatan pidana dirumuskan secara materiil atau formil. "Keduanya disesuikan motif yang menjadi dasar sanksi," kata dia. Menurutnya, kredit macet, muncul dari penjanjian. Kredit macet masuk pidana, jika dilandasi suatu perbuatan pidana. "Tapi jika sepanjang dipenuhi unsur perdata. Maka masuk perdata," katanya. Sementara, atas penerapan pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor sebagai delik pidana umum dan khusus dalam dakwaan, Anton Widijantono, ketua majelis hakim mengakui adanya kesummiran. Diakuinya, perdebatan atas implementasi hukum kedua pasal sejak lama terjadi dalam teori dan praktik. "Pembuatan UU, terkait penerapan pasal 2 dan 3 Tipikor apakah summir atau tidak. Itu sudah diskusi lama. Itu nemang jadi nasalah. Tapi dalam praktiknya, pasal 2 dan 3 dipakai dalam subsidiritas dalam pokok sejenis. Dalam praktinya ini diterima. Jika kita bahas lagi, kita akan mundur. Akhirnya itu diserahkan ke praktik peradilan. Dugaan penyimpangan kredit fiktif menyeret terdakwa Wahyu Hanggono, Direktur Indonesia Antique (IA). Kredit terjadi di BRI dan Mandiri Solo total Rp 10,5 miliar diajukan Wahyu atasnama beberapa karyawan sebagai calon plasma. Dana cair dikelola PT IA sebagaimana kesepakatan kreditur diketahui bank. Terpidana 6,5 tahun korupsi Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Semarang itu duketahui pailit dan tak mengangsur.rdi
Curi Burung di Sampangan, Sepasang Kekasih Diganjar Setahun Penjara
SEMARANG - Anton Prabowo dan Herlin Tri Anggraeni, sepasang kekasih, terpaksa harus meringkuk di sela penjara selama setahun penjara karena terbukti bersalah mencuri burung. Anton dan Herlin beraksi bersama seorang temannya, Dika Arnanta mencuri burung di Sampangan, Gajahmungkur Semarang. Dalam perkara itu, hanya Anton dan Herlin yang dipidana, sementara Dika tidak karena tewas. Dalam putusannya, majelis hakim terdiri Moh Sutarwadi selaku ketua, Eddy Parylian Siregar dan Bakri selaku anggota, menyatakan Anton dan Herlin terbukti bersalah. Meirina Nur Faridiah Nasution, Panitera Pengganti yang menangani perkaranya mengungkapkan, putusan perkara Anton dijatuhkan Rabu (17/5) lalu. Terdakwa bersalah sesuai Pasal 363 ayat (1) dan ke-3, ke-4 dan ke-5 KUHP. "Menyatakan kedua terdakwa bersalah melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anton Prabowo dan Herlin Tri Anggraeni dengan pidana masing-masing setahun penjara," sebut Meirina kepada wartawan membacakan isi putusan perkara, Selasa (23/5). Vonis hakim diketahui lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejari Semarang. Sebelumnya jaksa meminta terdakwa dipidana setahun dan enam bulan penjara. Atas putusan itu, terdakwa dan jaksa, Nofiati Djamiah menerimanya. Anton dan Herlin serta Dika (meninggal berdasarkan Surat Kematian Nomor : 213/TKF-ML/12/03/2017 tanggal 12 Maret 2017 yang dikeluarkan oleh RSUD Tugurejo dengan keterangan bahwa yang bersangkutan telah meninggal dunia sehingga gugur penuntutannya) mencuri Februari 2017 lalu. Pencurian terjadi di Jl.Menoreh Utara IV A No.40 A Rt.03 Rw.01 Kel.Sampangan Kec.Gajahmungkur Kota Semarang dan Jl.Menoreh Tengah III No.24 Kel.Sampangan Kec.Gajahmungkur Kota Semarang. Awalnya Jumat 10 Februari 2017 sekira pukul 23.30 wib Anton dan Dika berputar-putar mengendarai motor Honda Supra X, H 2680 VP milik Dika mencari sasaran pencurian. Ditengah itu, Herlin menghubungi dan mengatakan, tahu sasaran baru. Bertiga, mereka lalu berboncengan dan sampai depan Balai RW.01 Kel.Sampangan. Dengan berjalan kaki, Anton dan Dika menuju rumah korban Nur Achmad. Keduanya mengambil dua sangkar berisi seekor burung love bird paskun dan seekor burung kacer serta seekor burung kenari AF Bon kuning. Di tempat lain, rumah korban H.Pardjuki yak jauh dari lokasi, mereka mencuri seekor burung love bird paskun. Mereka lalu menuju Balai RW tempat Herlin menunggu. Saat melintasi Gang Menoreh Selatan aksi mereka kepergok warga. Warga yang geram memassanya sebelum akhirnya diamankan petugas Polsek Gajahmungkur.rdi