Lagi, Bos Sivex Semarang Divonis 2 Tahun

SEMARANG - Pengadilan Negeri (PN) Semarang telah menjatuhkan putusan terdakwa Herrdy Utomo, Direktur di PT Sivex Fasion Indonesia atas perkara penipuan. Dalam putusannya, majelis hakim memvonis Herrdy yang berkantor di Jalan Sompok Raya 68 Kota Semarang itu dengan pidana dua tahun penjara. Putusan dijatuhkan majelis hakim pemeriksa terdiri Sulistiyono ketua, Andi Astara dan Bakri selaku anggota. Kurniawan Ashari, Panitera Pengganti (PP) yang menangani perkaranya mengatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan. "Amar putusan. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Herddy Utomo ST bin Susilo Marwoto dengan pidana penjara dua tahun," ungkap Kurniawan kepada Wawasan, kemarin. Dalam putusan perkara Herddy pada Kamis, 18 Mei, majelis memerintahkan terdakwa tetap ditahan. Memerintahkan barang berupa diantaranya, sebendel SHM No. 02059 an Aldino Yanuar Habibi dikembalikan kepada saksi Sari Putra. Selembar kuitansi pembelian rumah di Jl. Ulin Selatan V / 137 Semarang dikembalikan kepada saksi Irawan Gunadi. "Membebani terdakwa membayar biaya perkara Rp. 2.500,-," kata Sulistiyono dalam putusannya. Vonis hakim diketahui lebih rendah empat bulan dari tuntuta jaksa Kejati Jateng. Sebelumnya, jaksa menuntut majelis menyatakan Herddy terbukti sesuai dakwaan pertama melanggar pasal 378 KUHP. Menjatuhkan pidana penjara terdakwa dua tahun dan empat bulan dikurangkan selama terdakwa berada dalam tahanan sementara. Direktur salah satunya perusahaan fasion, cafe resto dan karaoke itu dua kali disidang dan dipidana. Pada kasus keduanya ini, iadinilai terbukti menipu dengan kerugian Rp 232 juta. Penipuan terjadi pada Oktober 2015 silam saat Herrdy mengajak korban, Sari Putra menginvestasikan uang sebesar Rp 250 juta untuk pembenahan atau pengembangan ruang-ruang karaoke serta Koperasi Sivexnya. Kepada Sari, ia berjanji mengembalikan dalam satu bulan dengan keuntungan Rp 17,5 juta atau 7 persen. Meyakinkan korban, ia juga mengatakan akan menyerahkan jaminan sertifikat tanah HM dan akan dibuatkan surat perjanjiannya. Korban yang percaya menyerahkan uangya. Atas penyerahan itu, Herrdy lalu menyerahkan SHM No. 02059 kepada korban dan dibuatkan perjanjian. Selang Desember 2015 kemudian, korban yang menuntu keuntungan secara bertahap pada bulan Desember 2015 sampaiJanuari 2016 diberi Bilyet Giro BCA dan satu cek BCA Rp. 250 juta. Namun saat dicairkan, ditolak karena tidak ada dananya. Merasa tertipu dan dirugikan Rp 232 juta, korban melapor ke Polda Jateng. Pada 8 Agustus 2016 lalu, PN Semarang dari tuntutan tiga tahun jaksa, hakim menjatuhkan putusan dua tahun dan enam bulan penjara. Ia dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan. Pada 20 Oktober 2016, atas banding yang diajukan, Pengadilan Tinggi (PT) Semarang menguatkan putusan itu. Atas vonis itu, lalu diajukan kasasi ke MA dan masih diproses.rdi

Hamili Bocah di Semarang Hingga Melahirkan, Adnan Dipenjara

SEMARANG - Kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur melibatkan Adnan Sulistianto. Adnan dijadikan tersangka dan ditahan karena diduga menghamili ZRP (Zachla Regita Pramestya-red). Bocah berusia 13 tahun 4 bulan itu dinodai Adnan yang tak bertanggung jawab hingga hamil dan melahirkan anak. Kejaksaan telah melimpahkan perkara Adnan ke pengadilan untuk disidangkan. "Senin, 29 Mei 2017 dilimpahkan ke pengadilan dalam klasifikasi perkara perlindungan anak. Perkara tercatat nomor 406/Pid.Sus/2017/PN Smg," kata Noerma Soejatiningsih, Panitera Muda Pidana pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang kepada Wawasan, Kamis (1/6). Sementara, Yustiawati selaku jaksa Kejari Semarang yang menangani perkaranya mengungkapkan, kasus kekerasan ZRP terjadi tahun 2015 sampai 2016 silam. Pertama terjadi November 2015 silam di kamar rumah Mega Mardiyana di Magersari Gunungpati Semarang. Korban ZRP awalnya dikenalkan temannya, Sylvia ke pelaku. Atas perkenalan itu, kemudian Adnan mengajak korban main ke rumah Mega karena sepi. Di sebuah kamar, korban yang diajak hubungan intim sempat menolak dan berusaha kabur karena takut hamil. Karena ditarik dan janji bakal dinikahi jika hamil, korban luluh. Aksi kedua terjadi Januari 2016 kembali di rumah Mega. Pelaku yang bertemu, menanyakan kondisi korban, apakah haid tidak. Merasa ada kesempatan, pelaku kembali mengajak berhubungan layaknya suami isteri. "Korban sempat menolak karena tersangka sering hilang. Tersangka menyakinkan korban akan hilang, karena selama ini bekerja dan pulang malam," ungkap jaksa. Percaya hal itu, korban menyetujui. Akibatnya, korban hamil dan melahirkan anak laki-laki seberat 2600 gram dan panjang 49 cm di RSUD Tugurejo Semarang pada hari Senin 17 Oktober 2016 lalu. Namun, ibu dari Trystan Naufal Putra Waluyo yang menuntut pertanggungjawaban pelaku, tak digubris. Berdasar pemeriksaan USG Agustus 2016 di usia kehamilan serta didukung hasil pemeriksaan DNA Pebruari 2017 dinyatakan. Probabilitas Adnan Sulistianto sebagai ayah biologis Trystan. "Tersangka dijerat pertama melanggar Pasal 81 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Kedua melanggar Pasal 76D jo Pasal 81 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 64 ayat (1) KUHP," pungkas jaksa.rdi

Bebas, Terdakwa Solo Kitchen Berencana Tuntut Ganti Rugi

SEMARANG - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang menjatuhkan vonis bebas terhadap 10 dari 12 terdakwa dugaan perusakan Cafe Social Kitchen Solo. Mereka, Edi Lukito, Ketua Laskar Umat Islam (LUIS) Solo, Sri Asmoro Eko Nugroho, Kombang Saputro,Supramono, Suparno, Purnama Indra, Joko Sutarto (advokat), Ranu Muda, Mujiono dan Mulyadi. Hakim menyatakan para terdakwa tidak terbukti bersalah sesuai dakwaan, baik dakwaan pertama hingga kelima, atas tuduhan penganiayaan dan pengrusakan. Sementara, dua terdakwa lain, Yudhi Wibowo dan Mardianto dipidana enam bulan penjara karena terbukti mencuri saat sweeping di lokasi. Hakim menyatakan, keduanya bersalah sesuai Pasal 363 KUHP. "Dari tuntutan tujuh bulan, keduanya divonis enam bulan. Terdakwa dan jaksa, langsung menerima. Perkaranya telah berkekuatan hukum tetap, tinggal menunggu keluarnya. Sebelum lebaran, tanggal 22 Kuni 2017 sudah keluar. Untuk dua dan delapan terdakwa diputus bebas. Dakwaan dan tuntutan jaksa tidak terbukti. Kami menerima. Jika jaksa tidak kasasi, perkaranya inkracht dan kami berfikir mengajukan rehabilitasi atau ganti rugi selama di masukkannya terdakwa dalam tahanan," kata Badrus Zaman, salah satu kuasa hukum para terdakwa kepada Koran Wawasan, Kamis (1/6). Sidang pembacaan putusan terdakwa digelar, Rabu (31/5) di PN Semarang oleh dua majelis hakim dipimpin Puji Widodo dan Pujo Hunggul. Sidang digelar tiga sesi, pertama atas delapan terdakwa. Berikutnya dua-dua terdakwa. Dalam pertimbangan majelis menilai terdakwa tidak terbukti bersalah. "Menyatakan terdakwa tidak terbukti sebagaimana dalam dakwaan jaksa. Membebaskan para terdakwa dari dakwaan. Mengeluarkan terdakwa dari dalam tahanan," kata Puji Widodo membacakan amar putusannya. Hakim menyatakan dakwaan terhadap para terdakwa tidak terbukti. Menurut hakim, para terdakwa yang merupakan anggota dan pimpinan laskar umat Islam Solo (Luis) tidak terlibat dalam kegiatan perusakan saat sweeping di resto tersebut. Menurutnya, saat kejadian, mereka di lokasi kafe, namun tidak melakukan tindak pidana yang dituduhkan. Sesuai alat bukti, merrka hanya memberi peringatan. "Karena tidak ada saksi-saksi yang melihat para terdakwa melakukan penganiayaan atau pengrusakan," kata hakim. Terdakwa benar mengenakan baju putih, sorban serta membawa surat peringatan resto karena dinilai melanggar jam operasional. Hakim menilai kerusakan atas sejumlah barang di kafe seperti sofa, memecah botol miras, serta perusakan patung sinterklas bukan terdakwa. Menurut hakim, pelaku sebenarnya adalah pihak lain yang datang lebih dulu sebelum rombongan Luis datang. Mereka datang mengenakan penutup kepala. "Rombongan yang memakai helm, jaket, tutup wajah masker itu mendahului terdakwa," ujar hakim. Atas vonis tersebut, terdakwa bebas langsung sujud syukur dan memekikkan takbir. Seorang terdakwa, Ranu Huda mengatakan, telah menerima keadilan lewat putusan majelis. Ia dan temannya mengaku sudah menjalani lima bulan tahanan. "Saya tidak merusak. Tapi hanya meliput," kata Ranu yang menjadi peliput di Panjimas itu. Anis Proyo Ansori, pengacara terdakwa menambahakan, 10 terdakwa segera dibebaskan dari tahanan atas putusan itu. "Awalnya kami menyatakan banding atas putusan sela sebelumnya. Karena divonis bebas, banding kami cabut," kata dia. Sementara, JPU Kejati Jateng Slamet Margono mengaku, masih pikir-pikir dan akan melaporkan ke pimpinan atas vonis bebas 10 terdakwa. "Sebenarnya biasa saja, adanya beda pendapat di dalam persidangan. Karena dinyatakam bebas, terdakwa langsung dikeluarkan dari tahanan," ujar dia. Ke 12 terdakwa ditahan dan disidang atas sweeping yanv dilakukannya bersama puluhan anggita LUIS di TKP. Aksi sweeping terjadi Ming­gu pertengahan Desember 2016 dini hari lalu. Sweeping dilakukan karena cafe dinilai melangg­ar jam operasional. LUIS juga menuding cafe menjual minum mi­numan keras dan menyuguhk­an tarian telanjang. Sejumlah karyawan dan pengunjung menjadi korban pemukulan. Sejumlah barang-barang juga dirampas. Akibatnya kejadian itu, tower beer, pitcher beer, pintu toilet, TV flat, meja dan sofa rusak. Kerugian akibat kejadian itu sekitar Rp 81 juta.rdi

Pesta Narkoba di Kos, Amylia dan 2 Teman Prianya Disidang

SEMARANG - Kasus dugaan penyalahgunaan narkoba menyeret Amylia Christin. Wanita yang kos di Kampung Tambak Boyo, RT 09 RW 02, Siwalan, Gayamsari itu disidang atas tuduhan kepemilikan dan penggunaan sabu-sabu. Bersama dua teman prianya, Djohan Ritahap Prastyo dan Fendi Septi Prasetyo (berkas terpisah), ketiganya ditangkap usai pesta narkoba di kos. "Perkara ketiganya telah dilimpahkan dan sudah kami terima," kata Noerma Soejatiningsih, Panitera Muda Pidana pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang, kepada Wawasan, kemarin. Diungkapkan, kasus terjadi Minggu (19/3) malam saat mereka kumpul di kamar kos Amylia. Kemudian, mereka sepakat membeli sabu secara patungan. Djohan menghimpun uang dari Fendi dan Amylia masing-masing Rp 200 ribu dan dirinya Rp 250 ribu. Uang Rp 650 ribu itu lalu dibelikan sabu ke seorang bernama Menyot (DPO) secara transfer. Kepada keduanya, Menyot mengirim sabu di pinggir jalan. "Sabu dibungkus rokok Gudang Garam Coklat di depan ruko-Jalan Raya Mranggen Demak," kata Achmad Riyadi, Jaksa Penuntut Umum Kejati Jateng dalam berkas perkaranya. Usai mengambil paket sabu, keduanya kembali ke kos. Paket sabu dipecah menjadi dua. Satu diantaranya dibuat empat paket klip kecil dan disimpan Amylia dalam plastik bertuliskan Toko Mas Sumber Mas miliknya. Empat bungkus plastik berisi serbuk kristal seberat 0,298 gram Sebelum memakai sisa paket sabu, ketiganya membuat alat bong. Menggunakan potongan sedotan mereka membakar pipet dan menghisap asap sabu seperti orang merokok. Mereka ditangkap esok malamnya oleh polisi. Dalam perkaranya Amylia didakwa pertama atas kepemilikan sabu, dijerat primair Pasal 132 ayat (1) Jo Pasal 114 ayat (1) Undang Undang (UU)Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Subsidair tentang penggunaan sabu, dijerat Pasal 112 ayat (1) yang sama. "Fendi dijerat, Pasal 114 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) UU yang sama dan subsidair, dijerat Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) UU sama. Kedua dijerat Pasal 198 UU RI No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan atas kepemilikan pil Trihex," kata Nur indah, jaksa yang menangani perkara Fendi.rdi

Gugatan 804 Mantan Pegawai BRI Ditolak

SEMARANG - Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang diketahui menolak gugatan 804 pensiunan pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI). Majelis hakim diketuai Moch Zaenal Arifin selaku pemeriksa perkaranya menyatakan menolak gugatan terkait uang pesangon itu. Atas ditolaknya gugatan mereka, penggugat lewat kuasa hukumnya, Iwan Yuli Hermawan menyatakan akan menempuh upaya hukum. "Kami siap menempuh upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA) karena gugatan kami telah ditolak," jelas Iwan kepada wartawan mengungkapkan, Selasa (30/5). Dalam putusannya, Zaenal didampingi Sugiyanto dan Resy D Nasution hakim anggota menyatakan, perjanjian kerja sama (PKB) telah sah. Menurutnya perjanjian itu mengikat karena ditandatangani para puhak, pengusaha dan serikat pekerja. Hal itu sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 167 ayat 4 Undang-Undang Nomor 13/ 2003 tentang Ketenagakerjaan. Bahwa, pemutusan hubungan kerja (PHK) karena pensiun, program dan manfaatnya dapat diatur lain dalam perjanjian kerja sama, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. BRI digugat 804 orang mantan pegawainya terkait perselisihan hubungan kerja sepihak. Mereka menggugat 35 tergugat, di antaranya Direksi PT BRI Persero Tbk, Kanwil BRI Semarang dan BRI Cabang Pekalongan. Gugatan diajukan terkait uang pesangon, penghargaan masa kerja, serta penggantian hak yang tidak dipenuhi perusahaan berplat merah itu. Gugatan diajukan pada 3 Oktober lalu. Mereka menuntut kerugian materiil Rp 10 miliar, membayar kerugian immateriil Rp 100 juta.rdi

Sekda dan Bupati Kebumen Kondisikan dan Tarik Upeti Rekanan Proyek

SEMARANG - Sekretaris Daerah (Sekda) dan Bupati Kebumen, Adi Pandoyo serta M Yahya Fuad disebut mengkondisikan proyek di Kebumen. Proyek bersumber anggaran APBN, APBD dan Bantuan Pemprov itu diatur keduanya baik sebelum dan saat lelang pelaksanaannya. Atas pengk itu, Sekda dan bupati menarik upeti imbalan ke rekanan proyek. Hal itu terungkap pada sidang lanjutan perkara dugaan suap dan gratifikasi dengan terdakwa Adi Pandoyo di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (30/5). Enam saksi diperiksa, yaitu Edi Wiyanto (Kepala ULP), Teguh Kristiyanto, Zaini Miftah (Ketua PKB Kebumen), Gito dan Suhartono (dua anggota dewan) dan Dr Imam Satibi (Rektor Institut Agama Islam Negeri). Saksi Teguh mengakui beberapa kali diperintah Sekda mengambil uang ke rekanan. Diantaranya Hojin Ansori, Barli Halim, Khayub Muhamad Lutfi, pengusaha, mantan rival Pilkada M Yahya Fuad. Menurutnya, uang bantuan rekanan itu diberikan sebagai bantuan Sekda ke pihak lain. "Uang saya berikan ke beberapa orang lain. Salah satunya ajudan Sekda. Diantara lain ke kejaksaan bernama Trimo, ke kepolisian lewat polisi bernama Mardi. Itu bantuan kaitannya non budgeter. Misal pelantikan," kata saksi. Saksi Edi menambahkan, dirinya tahu Sekda mengkondisikan proyek untuk rekanan, tim sukses bupati M Yahya Fuad. "Saya tahu pengkondisian proyek itu. Saya pernah dipanggil bupati soal proyek semrawut. Apri atau Mei. Disampaikan bupati, ULP ngak becus karena banyak kegaduhan. Banyak sanggahan. Beliau katakan jangan-jangan ada kebocoran. Beliau asusmikan salah satu yang bocorkan Pak Teguh," ungkap dia di hadapan majelis hakim dipimpin Siyoto. Atas usulannya, bupati memerintahkan diubahnya kepanitian Pokja. "Perintah lain, karena tidak semua rekanan menguasai Teknologi Informasi. Bupati minta semua menyerahkan daftar paket lelang," lanjutnya. Atur Proyek Saksi Zaini Miftah, timses bupati yang juga pengusaha grosir ATK mengakui adanya pertemuan timses, rekanan dan bupati di rumahnya di Jogjakarta. "Sebelum pelantikan. Saat penghitungan suara Pilkada. Saya ingat pas di KPU, ditelepon, diajak Barli. Di sana ada Hojin, Mistaun Ulum, salah satu pimpinan DPRD dari PKB. Arif. Mereka khawatir jika Khayub menang," kata Zaini. Kepada mereka, bupati yang akhirnya dinyatakan menang, memerintahkan pengamanan anggaran. "Pak Fuad minta kami ikut kawal. Yang punya pengalaman di sana agar mengawal. Berli kawal APBD dengan saya. APBN dan Bantuan Provinsi ada pembagian sendiri," ujarnya mengakui, pengkondisian dilakukan agar orang bupati banyak yanv ikut lelang dan menang. Sekda didakwa menerima totalnya Rp 3,750 miliar. Penerimaan itu dilakukan bersama, Muhamad Yahya Fuad. Bersama timses dan rekanan, bupati serta Sekda mengatur pengelolaan uang fee proyek bersumber APBN,APBD dan Bantuan Provinsi. Realisasi kesepakatan itu Februari 2016, bupati M Yahya Fuad menerima uang Rp 2.330.000.000 melalui Agus Marwanto, karyawan PT Tradha Group milik M Yahya Fuad. Sekda sendiri beberapa kali menerima uang pengumpulan fee. Maret dari Hojin lewat Teguh Kristanto Rp 250 juta, Juli dari Barli Rp 350 juta, Agustus dari Hojin Rp 450 juta. Bupati awalnya tidak melibatkan Khayub Muhamad Lutfi dalam proyek awal kepemimpinannya. Atas saran Sekda bupati menggandengnya. Khayub diminta mendukung pemerintahannya dengan imbalan proyek senilai Rp 36 miliar dengan fee 7 persen. Sebagai realisasi, Sekda beberapa kali menerima fee. Pada Agustus 2016, Sekda menerima dari Khayub Rp 1 miliar dan Rp 1,5 miliar. September ia kembali menerima Rp 150 juta. Uang diberikan Khayub, mantan dewan Kebumen itu di rumahnya. Atas perintah Sekda, Rp 130 juta diberikan ke Nita Yunita dan Rp 20 juta ke Teguh Kristiyanto. Pada Oktober Sekda kembali menerima dari politikus Partai Nasdem itu Rp 50 juta. Dari seluruh uang itu, atas perintah bupati M Yahya diberikan ke seseorang di Hotel Gumaya Semarang Rp 2 miliar. Diberikan ke Probo Indartono Rp 150 juta, Makrifun Rp 40 juta, Imam Satibi Rp 20 juta, dan digunakan operasional penanganan bencana Rp 110 juta.rdi

Penyuap Bupati Klaten Diganjar 20 Bulan Penjara

SEMARANG - Pengadilan Tipikor Semarang menjatuhkan putusan pidana 20 penjara terhadap Suramlan, penyuap Bupati Klaten, Sri Hartini. Selain pidana badan, hakim juga menjatuhkan pidana denda Rp 50 juta subsidair dua bulan kurungan. Mantan Kasie SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, memberikan suap ke bupati Rp 200 juta. Suap diberikan Suramlan untuk memperoleh jabatan Kabid. Putusan dibacakan pada sidang terbuka umum di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (29/5) kemarin. Sidang berlangsung sekitar hampir dua jam dalam kondisi mati lampu setelah sempat diskors. Dalam putusannya, majelis menyatakan, Suramlan bersalah sesuai Pasal 5 ayat I huruf a UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 KUHP. "Mengadili. Menyatakan terdakwa Suramlan terbukti melakukan tindakan korupsi berupa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Suramlan selama satu tahun dan delapan bulan penjara," kata Antonius Widijantono membacakan amar putusannya, kemarin. Dalam pertimbangannya, hakim menilai perbuatan Suramlan telah melanggar undang-undang. "Pemberian uang kepada bupati Klaten selaku penyelenggara negara, secara beberapa kali bertentangan dengan hukum. Hal itu juga melanggar asas pemerintahan yang baik yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme," kata hakim. Vonis dipertimbangkan hal memberatkan, terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Hal meringankan terdakwa sopan di persidangan, menyesali perbuatannya dan memiliki tanggungan keluarga. "Mengingat tidak ada alasan pembenar maupun pemaaf pada diri terdakwa, maka terdakwa wajib mempertanggungjawabkan perbuatanya," pungkas hakim. Putusan hakim diketahui lebih rendah dari tuntutan jaksa. Jaksa KPK sebelumnya meminta Suramlan dipidana dua tahun penjara. Atas putusan itu, terdakwa Suramlan menerima. Sementara jaksa KPK masih pikir-pikir. "Saya mengerti dengan putusan, saya menerima yang Mulia," kata Suramlan singkat. Suramlan, disidang atas perkara suap jual beli jabatan ke bupati. Selain dia, turut disidang, bupati Klaten nonaktif. Sri Hartini didakwa menerima suap terkait jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Klaten. Suap juga diterimanya terkait pemotongan dana aspirasi atau bantuan keuangan untuk desa. Total uang suap yang diterima dalam kurun Februari sampai Desember 2016 sebesar Rp 13 miliar Pertama, suap terjadi atas 131 mutasi promosi PNS di Desember 2016 Rp 3,276 miliar. Pengukuhan dan promosi 49 Kepsek SMP se Klaten Rp 1,320 miliar. Pengukuhan dan promosi 21 Kepsek SMA/SMK se Klaten Rp 1,410 miliar. Penerimaan 23 calon pegawai BUMD Klaten dan PT Aqua Klaten Rp 2,089 miliar. Pemotongan dan dana aspirasi atau bantuan keuangan APBD/P 2016 dan APBD 2017, Rp 4,264 miliar. Fee proyek di Dinas Pendidikan Klaten Rp 750 juta.rdi