SEMARANG - Elizabeth Vandalia Sindoro, kasir di Fasindo Property di Jalan Indraprasta No. 70 Semarang diganjar hukuman 14 bulan penjara. Elizabeth dinyatakan terbukti bersalah melakukan penggelapan dalam jabatan secara berlanjut. Majelis hakim terdiri Antonius Widijantono selaku ketua, Abdul Wahib dan Lasito anggota menyatakannya bersalah melanggar Pasal 374 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. "Terdakwa dipidana penjara selama satu tahun dan dua bulan penjara," kata Agus Suryanto, Panitera Pengganti yang menangani perkara Elizabeth usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Selasa (6/6). Hakim menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. "Memerintahkan terdakwa tetap ditahan," kata hakim dalam putusanya. Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum menuntut majelis memvonis terdakwa Elizabeth dengan pidana dua tahun penjara. Atas vonis itu, terdakwa dan jaksa masih pikir-pikir. Andita Rizkianto dalam dakwaannya menjelaskan, penggelapan terjadi dari Maret 2016 sampai dengan November 2016 di kantor Fasindo Priperty. Terdakwa menjadi karyawan dari tahun 2011 sebagai kasir dengan gaji Rp. 2.150.000,-. Sebagai kasir, ia bertugas membuat laporan kas harian. Melakukan transaksi antar bank untuk pengeluaran kas perusahaan. Membuat BG tagihan dan Cek untuk pengeluaran intern Perusahaan guna pembayaran tagihan Vendor ( Suplier ). Serta melakukan pembayaran perusahaan kepada Vendor atas tagihan yang diberikan. "Diketahui dari 29 Maret 2016 sampai dengan November 2016 Fasindo Property mengeluarkan BG sebanyak delapan buah diserahkan ke kasir. BG digunakan membayar kepada vendor atau rekanan," jelas jaksa. Delapan BG tagihan tersebut, dicairkan terdakwa dengan cara menjual kepada orang lain. Keseluruhan uang hasil penjualan BG tersebut tanpa sepengetahuan perusahaan tidak dibayarkan kepada vendor melainkan digunakan kepentingan pribadi. Uangnya dimasukan ke dalam rekening anaknya. Akibat perbuatan terdakwa Fasindo mengalami kerugian Rp 91.917.300,.rdi
19 Saksi Diperiksa * Sidang Jual Beli Jabatan oleh Bupati Klaten
SEMARANG - Sidang lanjutan pemeriksaan perkara dugaan suap jual beli jabatan dengan terdakwa Sri Hartini, Bupati Klaten nonaktif digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (5/6). Sidang memeriksa 19 saksi fakta. Pemeriksaan digelar dua sesi untuk 12 saksi pertama dan tujuh saksi. Nina Puspitasari mantan ajudan bupati, Agung Widayat dan Sri Wardoyo, staf Setwan DPRD. Saksi Bambang Tri Purwanto, saksi Tomi Silahi Utama, Agus Panca Dwi Suparno. Saksi Jaka Prawata, Wiradi, Jima, Widi Nugroho, Harnadi, Teguh Budi Mulyanto alias Teguh Batavia. Berikutnya, saksi I Nyoman Gunadika, Damijan, Setyowati, Widya Sutrisna, Sri Hartanto, Suharta dan Aris Munandar. Saksi Nina mengaku, telah empat menjadi ajudan Sri Hartini sejak ia menjabat Wakil Bupati Klaten. Sejak saat itu, ia mengetahui adanya tradisi uang syukuran atas promosi jabatan. Ketika terdakwa menjadi bupati Februari 2016, Nina mengaku ditugasi, mengurus permohonan promosi jabatan dan uang syukuran. "Membantu terima berkas lalu diserahkan ke bupati. Ada beberapa orang yang ingin naik jabatan. Ibu (terdakwa-red) minta saya mengurusi," kata saksi di hadapan majelis hakim dipimpin Antonius Widijantono. Kepada mereka yang ingin naik jabatan dan masuk ke BUMD, kata saksi Nina, sudah memahami dan siap memberi uang syukuran. "Itu sudah kebiasaan. Mereka yang datang dan minta bantuan ke saya sudah tahu. Ibu juga bilang, lha biasanya berapa," ujar saksi mengakui adanya biaya standar. Dintaranya, dari staf ke eselon IV berkisar Rp 15 juta sampai Rp 30 juta. Eselon IV ke III antara Rp 50 juta sampai Rp 100 juta. "Paling mahal di Dinas PU dan perekonomian," lanjutnya. Atas penerimaan uang syukuran, saksi langsung berikan ke terdakwa. Sebagian atas perintah bupati disimpan saksi pribadi, total Rp 176 juta. Rp 15 juta diberikan ke Lusiana selaku seorang pencari pegawai yang dipromosikan. Sisanya, atas Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, disita. "Untuk apanya tidak tahu. Saya hanya simpan," katanya berdalih. Promosi dan ing syukuran juga diakui saksi terjadi pada sejumlah kepala dinas. Diantaranya Kepala Diadukcapil, Dinas Pertanian dan Dinas Pariwisata. "Soal uang syukuran mereka, tahu ada. Setahu saya semua harus pakai uang syukuran karena kebiasaan. Sejak jadi ajudan wakil bupati tahu adanya uang syukuran," ujarnya. Saksi Agung Widayat, mengakui lewat saksi Nina memberi uang syukuran ke bupati agar dipromosikan menjadi Kasubag Perundangan-undangan. "Kata Nina Rp 20 juta meski saya mampunya Rp 10 juta. Oleh Nina dipinjami Rp 10 juta," kata dia. Saksi I Nyoman Gunadika, Kasubag umum Kepegawaian, sebagai salah satu penghubung mengaku, diminta menghubungkan ke bupati. Kepada saksi Damijan, Setyowati dan pihak yang yang ingin dipromosikan dan masuk ke BUMD, diakuinya, bupati meminta uang syukuran. "Saya dekat dengan terdakwa, saat menjadi staf suaminya menjabat bupati," kata dia. Sri Hartini didakwa menerima suap terkait jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Klaten dan terkait pemotongan dana aspirasi atau bantuan keuangan untuk desa. Total penerimaan yang terjadi dalam kurun Februari sampai Desember 2016 dari ratusan orang sekitar Rp 13 miliar. Suap terjadi atas 131 mutasi promosi PNS di Desember 2016 Rp 3,276 miliar. Pengukuhan dan promosi 49 Kepsek SMP se Klaten Rp 1,320 miliar. Pengukuhan dan promosi 21 Kepsek SMA/SMK se Klaten Rp 1,410 miliar. Penerimaan 23 calon pegawai BUMD Klaten dan PT Aqua Klaten Rp 2,089 miliar. Pemotongan dan dana aspirasi atau bantuan keuangan APBD/P 2016 dan APBD 2017, Rp 4,264 miliar. Fee proyek di Dinas Pendidikan Klaten Rp 750 juta. Suap terkait promosi jabatan PNS Tahun Anggaran ('TA) 2016 terjadi atas perubahan Struktur Organisasi Tata Kerja (STOK) . Bersama Kepala Inspektorat Syahruna, Bappeda Bambang Sigit, Kepala dan Kabid Mutasi serta Kasu bid Mutasi BKD Sartiyasto, Slamet dan Triwiyanto, bupati merancang STOK. Sekitar 800 formasi jabatan Pemkab akan dikukuhkan akhir 2016 meliputi eselon II,III dan IV. Mereka yang menginginkan jabatan diwajibkan menyetor uang syukuran. Nilainya beragam antara Rp 15 juta sampai Rp 200 juta. Atas promosi dan mutasi serta pengukuhan 131 PNS Klaten periode Desember 2016, terdakwa Sri Hartini menerima uang syukuran Rp 3,276 miliar. Penerimaan uang syukuran atas pengukuhan dan promosi Kepala Sekolah SMP tanggal 23 September 2016. Suap dikoordinir Bambang Teguh Setia (Kabid Dikdas) dibantu Sugiyanto (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) SMP se Klaten. Atas promosi dan mutasi Kepsek SMP, bupati meminta uang syukuran antara Rp 15 juta sampai Rp 20 juta. Uang syukuran terkait promosi dan mutasi atau supaya tetap menjabat. Penerimaan dikoordinir Bambang Teguh Setia dan Sugiyanto. Bupati didakwa menerima Rp 1,320 miliar dari 49 Kepsek SMP se Klaten. Berikutnya, suap terkait pengukuhan dan promosi Kepsek SMK/SMA. Bupati meminta uang syukuran berkisar Rp 50 juta kepada Kepsek yang ingin tetap mejabat dan Rp 150 juta kepada guru yang ingin mejadi Kepsek. Atas promosi itu, bupati menerima Rp 1,410 miliar dari 21 Kepsek SMK/SMA se Klaten yang dilantik 23 September 2016. Pada Desember 2016, bupati juga menerima suap atas penerimaan pegawai BUMD Klaten. Yaitu penerimaan pegawai pada Bank Klaten, PDAM dan RSUD Bagas Waras) serta perusahaan Aqua. Selaku Komisaris BUMD, Sri Hartini meminta anak buahnya menjaring mereka yang berminat menjadi pegawai. Syaratnya memberi uang syukuran Rp 50 juta sampai Rp 150 juta. Atas penerimaan 23 orang yang diusulkannya menjadi pegawai BUMD, Sri Hartini menerima Rp 2,089 miliar. Penerimaan juga terjadi atas pemotongan dana aspirasi atau bantuan keuangan. Dibantu anaknya, Andi Purnomo atas dana bantuan dari pos APBD-P 2016, dipotong 15 persen dari yang diterima desa. Sebesar 10 persen diminta di awal dan 5 persen usai pencairan. Dari anggaran APBD murni 2016, APBDP 2016 dan untuk mendapatkan bantuan APBD murni 2017, Sri Hartini menerima uang Rp 4,273 miliar. Penerimaan lain, yaitu fee 10 persen dari proyek Dinas Pendidikan APBD P TA 2016. Bupati bersama anaknya Andi Purnomo berjanji akan memberi anggaran perubahan TA 2016 dengan syarat memberi 10 persen sebagai uang pengembalian. Sri Hartini yang ditahan sejak 31 Desember 2016 lalu dijerat, pertama melanggar Pasal 12 huruf a UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang pemberantasa tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Kedua, pasal 12 huruf b UU yang sama Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.rdi
Penipuan Hewan Qurban, Dipo Disidang
SEMARANG - Duduk di kursi pesakitan menjadi terdakwa harus dihadapi Sunadi alias Dipo. Ia disidang atas perkara dugaan penipuan. Penipuan terjadi atas bisnis jual beli sapi dan kambing qurban dirinya bersama Drs Hasyim Syarbani. Dari hasil investasi penjualan sapi dan kambing, Dipo tak membaginya ke korban Hasyim. Ia justeru berusaha menggadakannya, namun gagal. Ia yang tertipu kini harus menjalani proses hukum atas perbuatannya. Sidang perkara Dipo digelar, Senin (5/6) dengan agenda pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum Kejari Semarang. Dalam dakwaannya, Akhyar Sugeng Widiarto, jaksa mengungkapkan, kasus terjadi Juni 2015 silam di rumah Hasyim, Jalan Pelem Kweni, Ngaliyan. Awalnya selaku pengerah tenaga bangunan saat membangun garasi rumah korban, Dipo menawarkan investasi usaha jual beli kambing dan sapi (dalam musim ibadah haji/kurban 2015). "Dijanjikan, keuntungannya akan dibagi berdua. Meyakinkan korban, Dipo menunjukan kandang sapi di lokasi Perumahan Beranda Bali Kec. Mijen Semarang dan kandang Kambing di dekat perumahan penduduk kec. Mijen. Keduanya diakui miliknya," kata jaksa dalam dakwaannya. Tertarik, korban menyerahkan uang bertahap ke terdakwa untuk investasi sapi dan kambing. Total uang yang diberikan Rp 429 juta. Terdakwa menggunakan uang milik korban membeli 12 ekor sapi seharga Rp 151 juta milik Mario. Membeli 26 ekor kambing seharga Rp 26 juta milik Hasan alias Yusuf. Membeli tiga ekor sapi lagi Rp 50 juta. Selesai Musim Haji atau Idul Adha 2015, terdakwa menyampaikan ke korban dari penjualan sapi-kambing mendapatkan uang Rp 615 juta. Atas keuntungan Rp 186 juta akan dibagi dua atau masing-masing Rp 93 juta. Terdakwa pernah memberikan keuntungan kepada korban lima ekor kambing seharga Rp 12,5 juta ditambah uang tunai Rp 30 juta atau kurang Rp 50,5 juta. "Sedangkan sisanya Rp 202 juta terdakwa habiskan untuk keperluan pribadi penggandaan uang di daerah Sumowono tetapi tidak berhasil sehingga uangnya habis," kata jaksa. Diketahui terdakwa tidak pernah mempunyai tempat usaha penjualan sapi - kambing. Dipo hanya sebagai pekerja pencari rumput di tempat usaha jual beli sapi - kambing milik Trguh Wahyu Wiyanto. "Bahwa akibat perbuatan terdakwa korban mengalami kerugian Rp 429 juta," kata jaksa. Dipo dijerat promair melanggar Pasal 378 KUHPidana. Subsidair dijerat Pasal 372 KUHPidana.rdi
Lagi, Bos Sivex Semarang Divonis 2 Tahun
SEMARANG - Pengadilan Negeri (PN) Semarang telah menjatuhkan putusan terdakwa Herrdy Utomo, Direktur di PT Sivex Fasion Indonesia atas perkara penipuan. Dalam putusannya, majelis hakim memvonis Herrdy yang berkantor di Jalan Sompok Raya 68 Kota Semarang itu dengan pidana dua tahun penjara. Putusan dijatuhkan majelis hakim pemeriksa terdiri Sulistiyono ketua, Andi Astara dan Bakri selaku anggota. Kurniawan Ashari, Panitera Pengganti (PP) yang menangani perkaranya mengatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan. "Amar putusan. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Herddy Utomo ST bin Susilo Marwoto dengan pidana penjara dua tahun," ungkap Kurniawan kepada Wawasan, kemarin. Dalam putusan perkara Herddy pada Kamis, 18 Mei, majelis memerintahkan terdakwa tetap ditahan. Memerintahkan barang berupa diantaranya, sebendel SHM No. 02059 an Aldino Yanuar Habibi dikembalikan kepada saksi Sari Putra. Selembar kuitansi pembelian rumah di Jl. Ulin Selatan V / 137 Semarang dikembalikan kepada saksi Irawan Gunadi. "Membebani terdakwa membayar biaya perkara Rp. 2.500,-," kata Sulistiyono dalam putusannya. Vonis hakim diketahui lebih rendah empat bulan dari tuntuta jaksa Kejati Jateng. Sebelumnya, jaksa menuntut majelis menyatakan Herddy terbukti sesuai dakwaan pertama melanggar pasal 378 KUHP. Menjatuhkan pidana penjara terdakwa dua tahun dan empat bulan dikurangkan selama terdakwa berada dalam tahanan sementara. Direktur salah satunya perusahaan fasion, cafe resto dan karaoke itu dua kali disidang dan dipidana. Pada kasus keduanya ini, iadinilai terbukti menipu dengan kerugian Rp 232 juta. Penipuan terjadi pada Oktober 2015 silam saat Herrdy mengajak korban, Sari Putra menginvestasikan uang sebesar Rp 250 juta untuk pembenahan atau pengembangan ruang-ruang karaoke serta Koperasi Sivexnya. Kepada Sari, ia berjanji mengembalikan dalam satu bulan dengan keuntungan Rp 17,5 juta atau 7 persen. Meyakinkan korban, ia juga mengatakan akan menyerahkan jaminan sertifikat tanah HM dan akan dibuatkan surat perjanjiannya. Korban yang percaya menyerahkan uangya. Atas penyerahan itu, Herrdy lalu menyerahkan SHM No. 02059 kepada korban dan dibuatkan perjanjian. Selang Desember 2015 kemudian, korban yang menuntu keuntungan secara bertahap pada bulan Desember 2015 sampaiJanuari 2016 diberi Bilyet Giro BCA dan satu cek BCA Rp. 250 juta. Namun saat dicairkan, ditolak karena tidak ada dananya. Merasa tertipu dan dirugikan Rp 232 juta, korban melapor ke Polda Jateng. Pada 8 Agustus 2016 lalu, PN Semarang dari tuntutan tiga tahun jaksa, hakim menjatuhkan putusan dua tahun dan enam bulan penjara. Ia dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan. Pada 20 Oktober 2016, atas banding yang diajukan, Pengadilan Tinggi (PT) Semarang menguatkan putusan itu. Atas vonis itu, lalu diajukan kasasi ke MA dan masih diproses.rdi
Hamili Bocah di Semarang Hingga Melahirkan, Adnan Dipenjara
SEMARANG - Kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur melibatkan Adnan Sulistianto. Adnan dijadikan tersangka dan ditahan karena diduga menghamili ZRP (Zachla Regita Pramestya-red). Bocah berusia 13 tahun 4 bulan itu dinodai Adnan yang tak bertanggung jawab hingga hamil dan melahirkan anak. Kejaksaan telah melimpahkan perkara Adnan ke pengadilan untuk disidangkan. "Senin, 29 Mei 2017 dilimpahkan ke pengadilan dalam klasifikasi perkara perlindungan anak. Perkara tercatat nomor 406/Pid.Sus/2017/PN Smg," kata Noerma Soejatiningsih, Panitera Muda Pidana pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang kepada Wawasan, Kamis (1/6). Sementara, Yustiawati selaku jaksa Kejari Semarang yang menangani perkaranya mengungkapkan, kasus kekerasan ZRP terjadi tahun 2015 sampai 2016 silam. Pertama terjadi November 2015 silam di kamar rumah Mega Mardiyana di Magersari Gunungpati Semarang. Korban ZRP awalnya dikenalkan temannya, Sylvia ke pelaku. Atas perkenalan itu, kemudian Adnan mengajak korban main ke rumah Mega karena sepi. Di sebuah kamar, korban yang diajak hubungan intim sempat menolak dan berusaha kabur karena takut hamil. Karena ditarik dan janji bakal dinikahi jika hamil, korban luluh. Aksi kedua terjadi Januari 2016 kembali di rumah Mega. Pelaku yang bertemu, menanyakan kondisi korban, apakah haid tidak. Merasa ada kesempatan, pelaku kembali mengajak berhubungan layaknya suami isteri. "Korban sempat menolak karena tersangka sering hilang. Tersangka menyakinkan korban akan hilang, karena selama ini bekerja dan pulang malam," ungkap jaksa. Percaya hal itu, korban menyetujui. Akibatnya, korban hamil dan melahirkan anak laki-laki seberat 2600 gram dan panjang 49 cm di RSUD Tugurejo Semarang pada hari Senin 17 Oktober 2016 lalu. Namun, ibu dari Trystan Naufal Putra Waluyo yang menuntut pertanggungjawaban pelaku, tak digubris. Berdasar pemeriksaan USG Agustus 2016 di usia kehamilan serta didukung hasil pemeriksaan DNA Pebruari 2017 dinyatakan. Probabilitas Adnan Sulistianto sebagai ayah biologis Trystan. "Tersangka dijerat pertama melanggar Pasal 81 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Kedua melanggar Pasal 76D jo Pasal 81 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 64 ayat (1) KUHP," pungkas jaksa.rdi
Bebas, Terdakwa Solo Kitchen Berencana Tuntut Ganti Rugi
SEMARANG - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang menjatuhkan vonis bebas terhadap 10 dari 12 terdakwa dugaan perusakan Cafe Social Kitchen Solo. Mereka, Edi Lukito, Ketua Laskar Umat Islam (LUIS) Solo, Sri Asmoro Eko Nugroho, Kombang Saputro,Supramono, Suparno, Purnama Indra, Joko Sutarto (advokat), Ranu Muda, Mujiono dan Mulyadi. Hakim menyatakan para terdakwa tidak terbukti bersalah sesuai dakwaan, baik dakwaan pertama hingga kelima, atas tuduhan penganiayaan dan pengrusakan. Sementara, dua terdakwa lain, Yudhi Wibowo dan Mardianto dipidana enam bulan penjara karena terbukti mencuri saat sweeping di lokasi. Hakim menyatakan, keduanya bersalah sesuai Pasal 363 KUHP. "Dari tuntutan tujuh bulan, keduanya divonis enam bulan. Terdakwa dan jaksa, langsung menerima. Perkaranya telah berkekuatan hukum tetap, tinggal menunggu keluarnya. Sebelum lebaran, tanggal 22 Kuni 2017 sudah keluar. Untuk dua dan delapan terdakwa diputus bebas. Dakwaan dan tuntutan jaksa tidak terbukti. Kami menerima. Jika jaksa tidak kasasi, perkaranya inkracht dan kami berfikir mengajukan rehabilitasi atau ganti rugi selama di masukkannya terdakwa dalam tahanan," kata Badrus Zaman, salah satu kuasa hukum para terdakwa kepada Koran Wawasan, Kamis (1/6). Sidang pembacaan putusan terdakwa digelar, Rabu (31/5) di PN Semarang oleh dua majelis hakim dipimpin Puji Widodo dan Pujo Hunggul. Sidang digelar tiga sesi, pertama atas delapan terdakwa. Berikutnya dua-dua terdakwa. Dalam pertimbangan majelis menilai terdakwa tidak terbukti bersalah. "Menyatakan terdakwa tidak terbukti sebagaimana dalam dakwaan jaksa. Membebaskan para terdakwa dari dakwaan. Mengeluarkan terdakwa dari dalam tahanan," kata Puji Widodo membacakan amar putusannya. Hakim menyatakan dakwaan terhadap para terdakwa tidak terbukti. Menurut hakim, para terdakwa yang merupakan anggota dan pimpinan laskar umat Islam Solo (Luis) tidak terlibat dalam kegiatan perusakan saat sweeping di resto tersebut. Menurutnya, saat kejadian, mereka di lokasi kafe, namun tidak melakukan tindak pidana yang dituduhkan. Sesuai alat bukti, merrka hanya memberi peringatan. "Karena tidak ada saksi-saksi yang melihat para terdakwa melakukan penganiayaan atau pengrusakan," kata hakim. Terdakwa benar mengenakan baju putih, sorban serta membawa surat peringatan resto karena dinilai melanggar jam operasional. Hakim menilai kerusakan atas sejumlah barang di kafe seperti sofa, memecah botol miras, serta perusakan patung sinterklas bukan terdakwa. Menurut hakim, pelaku sebenarnya adalah pihak lain yang datang lebih dulu sebelum rombongan Luis datang. Mereka datang mengenakan penutup kepala. "Rombongan yang memakai helm, jaket, tutup wajah masker itu mendahului terdakwa," ujar hakim. Atas vonis tersebut, terdakwa bebas langsung sujud syukur dan memekikkan takbir. Seorang terdakwa, Ranu Huda mengatakan, telah menerima keadilan lewat putusan majelis. Ia dan temannya mengaku sudah menjalani lima bulan tahanan. "Saya tidak merusak. Tapi hanya meliput," kata Ranu yang menjadi peliput di Panjimas itu. Anis Proyo Ansori, pengacara terdakwa menambahakan, 10 terdakwa segera dibebaskan dari tahanan atas putusan itu. "Awalnya kami menyatakan banding atas putusan sela sebelumnya. Karena divonis bebas, banding kami cabut," kata dia. Sementara, JPU Kejati Jateng Slamet Margono mengaku, masih pikir-pikir dan akan melaporkan ke pimpinan atas vonis bebas 10 terdakwa. "Sebenarnya biasa saja, adanya beda pendapat di dalam persidangan. Karena dinyatakam bebas, terdakwa langsung dikeluarkan dari tahanan," ujar dia. Ke 12 terdakwa ditahan dan disidang atas sweeping yanv dilakukannya bersama puluhan anggita LUIS di TKP. Aksi sweeping terjadi Minggu pertengahan Desember 2016 dini hari lalu. Sweeping dilakukan karena cafe dinilai melanggar jam operasional. LUIS juga menuding cafe menjual minum minuman keras dan menyuguhkan tarian telanjang. Sejumlah karyawan dan pengunjung menjadi korban pemukulan. Sejumlah barang-barang juga dirampas. Akibatnya kejadian itu, tower beer, pitcher beer, pintu toilet, TV flat, meja dan sofa rusak. Kerugian akibat kejadian itu sekitar Rp 81 juta.rdi
Pesta Narkoba di Kos, Amylia dan 2 Teman Prianya Disidang
SEMARANG - Kasus dugaan penyalahgunaan narkoba menyeret Amylia Christin. Wanita yang kos di Kampung Tambak Boyo, RT 09 RW 02, Siwalan, Gayamsari itu disidang atas tuduhan kepemilikan dan penggunaan sabu-sabu. Bersama dua teman prianya, Djohan Ritahap Prastyo dan Fendi Septi Prasetyo (berkas terpisah), ketiganya ditangkap usai pesta narkoba di kos. "Perkara ketiganya telah dilimpahkan dan sudah kami terima," kata Noerma Soejatiningsih, Panitera Muda Pidana pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang, kepada Wawasan, kemarin. Diungkapkan, kasus terjadi Minggu (19/3) malam saat mereka kumpul di kamar kos Amylia. Kemudian, mereka sepakat membeli sabu secara patungan. Djohan menghimpun uang dari Fendi dan Amylia masing-masing Rp 200 ribu dan dirinya Rp 250 ribu. Uang Rp 650 ribu itu lalu dibelikan sabu ke seorang bernama Menyot (DPO) secara transfer. Kepada keduanya, Menyot mengirim sabu di pinggir jalan. "Sabu dibungkus rokok Gudang Garam Coklat di depan ruko-Jalan Raya Mranggen Demak," kata Achmad Riyadi, Jaksa Penuntut Umum Kejati Jateng dalam berkas perkaranya. Usai mengambil paket sabu, keduanya kembali ke kos. Paket sabu dipecah menjadi dua. Satu diantaranya dibuat empat paket klip kecil dan disimpan Amylia dalam plastik bertuliskan Toko Mas Sumber Mas miliknya. Empat bungkus plastik berisi serbuk kristal seberat 0,298 gram Sebelum memakai sisa paket sabu, ketiganya membuat alat bong. Menggunakan potongan sedotan mereka membakar pipet dan menghisap asap sabu seperti orang merokok. Mereka ditangkap esok malamnya oleh polisi. Dalam perkaranya Amylia didakwa pertama atas kepemilikan sabu, dijerat primair Pasal 132 ayat (1) Jo Pasal 114 ayat (1) Undang Undang (UU)Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Subsidair tentang penggunaan sabu, dijerat Pasal 112 ayat (1) yang sama. "Fendi dijerat, Pasal 114 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) UU yang sama dan subsidair, dijerat Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) UU sama. Kedua dijerat Pasal 198 UU RI No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan atas kepemilikan pil Trihex," kata Nur indah, jaksa yang menangani perkara Fendi.rdi