Divonis 14 Bulan, Eny Rahayu dan Ketua Aksinas Demak Terima

SEMARANG - Pengadilan Tipikor Semarang menjatuhkan vonis 14 bulan penjara terhadap dua terdakwa perkara dugaan korupsi Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPID) di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Demak Tahun Anggaran 2011. Kedua terdakwa, Eny Rahayu Murtiningsih, Direktur Umum CV Nusa Cipta Utama (NCU) selaku rekanan dan Amin Kusno, Ketua Asosiasi Kontraktor Konstruksi Nasional (Aksinas) Demak.
Putusan hakim diketahui lebih rendah 4 bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya. Sebelumnya, keduanya dituntut agar dipidana 18 bulan penjara.
"Menjatuhkan pidana selama 1 tahun 2 bulan penjara terhadap terdakwa," kata Sunarso selaku ketua majelis hakim pemeriksa perkara kedua terdakwa, Selasa (31/1).
Selain pidana badan, keduanya juga dipidana denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan. Khusus terdakwa Eny Rahayu yang telah menitipan Uang Pengganti (UP) mendapat pengembalian sisa titipan.
"Sebesar Rp 93.789.000 dikembalikan ke terdakwa Eny Rahayu," kata hakim Sunarso didampingi Sastra Rasa dan Agoes Prijadi.
Dari pemeriksaan sidang, terdakwa dinilai bersalah korupsi bersama-sama melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 30/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP sebagaimana dakwaan subsidair.
Vonis dipertimbangkan hal memberatkan, perbuatannya tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. Hal meringankan, terdakwa sopa , menyesal, telah mengembalikan kerugian negara dan belum pernah dihukum.
Atas putusan itu, terdakwa didampimgi pengacaranya langsung menyatakan menerima. Sementara JPU masih mengaku pikir-pikir. "Kami menerima," kata kedua terdakwa.
Korupsi dikakukan terdakwa atas proyek pekerjaan pembuatan talud di dukuh Timbulsloko dan Bogorame, Sayung Demak tahun 2011 pada DKP Demak. Atas proyek bersumber anggaran Dana Percepatan Pembangunan Insfrastruktur Daerah 2011 mereka dinilai merugikan negara Rp 296 juta.
Pekaksanaan prpyek pengadaan diajukan penawaran oleh empat perusahaan untuk talud Bogorame, yaitu CV Nusa Cipta Utama (NCU), CV Guntur Perkasa (GP), CV Mapan Jaya dan CV Kerta Aji. Sedangkan talud Timbulsloko, CV NCU, CV GP, CV Diva Jaya dan CV Sinar Cahaya. Diketahui, CV GP, CV Mapan Jaya, CV Kerta Aji, CV Diva Jaya, CV Sinar Cahaya tidak pernah memasukan penawaran. Mereka dicatut dan dokumen penawarannya dipalsukan.
Amin Kusno, selaku ketua Aksinas menyuruh Ragil Ari Wibowo membuat penawaran fiktif, mencatut perusahaan tersebut. Penawaran dibuat fiktif dan rekayasa agar dimenangkan CV NCU. Kepada penyedia jasa, Amin meminta agar menyetor 17 persen dari perkiraan nilai paket pekerjaan. Atas hal itu, Eny menyerahkan Rp 262,4 juta.
CV NCU yang ditetapkan pemenang menandatangani kontrak bersama PPKom, Heru Budiyono pada 10 November 2011 senilai Rp 422,3 juta.
Ditunjuk selaku konsultan pengawas proyek CV Titis Engineering, milik Ir Sutrisno Afandi. Pelaksanaan, pengawasan dilakukan Suratno Hadi Wiyoto. Atas pekerjaan dua talud oleh CV NCU telah dilakukan pembayaran secara bertahap atas persetujuan PPKom.
Dari pemeriksaan hasil hammer tes dan pengukuran dari laboratorium bahan dan kontruksi jurusan teknik sipil Undip Semarang ditemukan ketidaksesuaian. Selain kualitas pekerjaan tak sesuai, ditemukan kekurangan volume pekerjaan.rdi

Diperiksa, Kadis PSDA ESDM Pekalongan Akui Rangkap Jabatan

SEMARANG - Bambang Pramukanto, Kepala Dinas PSDA ESDM Pekalongan diperiksa sebagai saksi atas perkara dugaan korupsi proyek pintu air asin tahun 2014. Bersama Dyah Anggraini, anak buahnya, ia yang disebut terlibat korupsi itu diperiksa.
Diakuinya, terdapat 208 paket proyek PSDA pada tahun 2014. Pelaksanaannya sebagai digelar lelang dan sebagian penunjukan langsung (PL). Atas seluruh proyek itu, ia menjadi merangkap menjadi Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom).
"Penujukan KPA berdasar SK bupati. PPKom SK PA," kata saksi di hadapan majelis hakim dipimpin Andi Astara, Selasa (31/1).
Menurutnya, perangkapam itu terjadi karena keterbatasan SDM pada dinasnya. "Karena tidak ada yang siap. Ada yang sakit dan ada kegiatan lain," kata Bambang yang masih berstatus saksi itu.
Terkait proyek PL yang diantaranya menjadi kasus, digelar khusus senilai di bawah Rp 200 juta. Rekanan perusahaan PL itu ditunjuk setelah sebelumnya mengajukan diri dan lolos verifikasi. Diakui, penunjukan mereka dilakukan dalam rapat struktural dinas PSDA ESDM.
"Ditentukan dalam rapat struktural. Usai itu baru diserahkan ke panitia pengadaan. CV-CV itu biasa bekerja di PSDA," akunya.
Dalam pelaksanaannya, saksi Bambang mengakui, tidak mengenail para direktur CV yang mendapat proyek PL. Sejak kontrak sampai pencairan, tandatangan dilakukan tanpa dihadiri para pihak.
Sementara saksi,  Diah Anggraeni selaku PPTK atas 22 proyek mengakui, adanya penunjukan langsung ke rekanan oleh Kadis. Dikatakannya, pengurusan adminitrasi proyek dilakukan bukan oleh pihak yang tertulis dalm company profil perusahaan, namun pihak lain.
Dugaan korupsi pada PSDA ESDM Kajen menyeret delapan pihak. Tiga orang diantaranya diketahui satu keluarga. Mereka, H Bisri selaku bapak, Khumaizi anak kedua serta Sofyan anak kelimanya.
Mereka dinilai korupsi bersama-sama atas proyek pembuatan Pintu Intrusi Air Asin di sejumlah titik.
Mereka dinilai mengajukan penawaran pekerjaan fiktif dan memalsukan sejumlah dokumen. Beberapa terdakwa diketahui hanya pinjam bendera perusahaan lain.
Atas pekerjaan yang dikerjakannya diketahui terdapat kekurangan volume atau kelebihan bayar dan diindikasikan menimbulkan kerugian negara.
Dalam dakwaan korupsi dilakukan para terdakwa bersama Bambang Pramukanto dan Dyah Anggraini (berkas terpisah). Korupsi terjadi atas 208 paket pekerjaan bersumber APBD Pemkab sebesar Rp 33,9 miliar.rdi

Timses Akui Dapat Jatah Proyek. Bupati Sebut Tahun Terimakasih

SEMARANG - Kasran, mantan tim sukses (Timses) Bupati Kebumen Yahya Fuad mengakui adanya bagi-bagi proyek oleh bupati. Hal itu diungkapkannya saat diperiksa sebagai saksi pada sidang Komisaris Utama PT Otoda Sukses Mandiri Abadi (OSMA), Hartoyo di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (31/1). Hartoyo sidang atas dugaan suap proyek pada Disdikpora Kebumen dari anggaran Pokir. Suap disebut untuk Ketua Komisi A DPRD Kebumen Yudi Tri Hartanto, Kabid Pemasaran Disparbud Kebumen Sigit Widodo, Sekretaris Daerah (Sekda) Kebumen, Adi Pandoyo dan pengusaha Basikun Suwandhi Atmojo alias Ki Petruk (dituntut terpisah).
"Pembagian  proyek buku, Alat Peraga (Alper), DAK dan TIK memang untuk Timses," kata Kasran, mantan Ketua Tim Survei dan Elektatibilitas Yahya Fuad di hadapan majelis hakim dipimpin Siyoto.
Saksi mengakui, sesuai pernyataan bupati, jika tahun 2016 usai pelantikannya, disebut tahun terima kasih. "Tahun 2016 disebut tahun terima kasih. Itu saat pelantikan di Semarang. Kami ngobrol bersama LSM," akunya.
Diakuinya, kepada seluruh Timses pendukungnya, bupati menjanjikan akan membagi seluruh proyek di Kebumen. Bersama Agus Hasan, timses lain ia pernah menghadap bupati soal proyek Pokir di Komisi A DPRD. Saksi yang dinilai menutupi fakta soal jual beli proyek itu sempat ditegur hakim karena tak terbuka. "Jawab saja apa adanya ngak usah ditutupi. Keterangan BAP sudah gamblang. Saya hanya mengingatkan," kata Slhakim Siyoto.
Diakuinya, penerimaan proyek Pokir yang jatuh ke Hartoyo terjadi usai perebutan. Kasran diketahui sempat menawarkan proyek ke rekan pengusahanya di Solo. Bupati sendiri tak mau Hartoyo ditunjuk karena ia tidak mendukungnya saat Pilkada. Namun atas petunjuk Sekda, Hartoyo akhirnya dinyatakan akan mendapat proyek.
"Sekda minta pekerjaan diserahkan ke Hartoyo saja,"kata Kasran.
Beberapa kali Kasran bertemu Hartoyo membahas soal fee komitmen. Kepada Zaini Miftah, Ketua PKB Kebumen, timses lain yang menghubungkan, Hartoyo diketahui sempat mentransfer uang. "
"Saat Hartoyo ditanya soal komitmen fee, dia kafltakan siap 15 persen maksimal," lanjutnya.
Jumlah itu, diakui Kasran, rinciannya 10 persen dewan, 3 persen pihaknya (timses) dan 2 persen untuk pihak lain. Atas keterangan itu, Hartoyo mengakui membeli proyek dari Timses. "Saksi (Kasran) minta Alper ke Arif Budiman (timses) lewat dirinya saja fee 15 persen. Dari Pokir 20 persen. Dia tahu. Saya empat ditakut-takuti. Meski akhirnya saya yang kena (ditangkap KPK)," kata Hartoyo.
Sidang juga memeriksa Qolbin Salim, anak buah Hartoyo. Ia mengakui pernah diminta Hartoyo mengirim Rp 115 juta ke rek CV Biqosadi. Uang itu diantara ke rumah Sigit di rumahnya dan hanya diterima Rp 60 juta. Rp 55 juta sisanya kembali dibawa Qolbin agar digenapkan Rp 75 juta.
Lewat saksi Qolbin Hartoyo menyanggupi dan memintanya minta ke isterinya.
Di ruang Sigit, Qolbin menyerahkan amplop berisi Rp 75 juta. Atas perintah Sigit, Qolbin juga memberi Rp 2 juta ke Imam Satibi di rumah dinas wakil bupati.
Terkait penganggaran proyek, dalam beberapa rekaman percakapannya bersama Yasinta yang disadap KPK, Qolbin diketahui mengatur RAB proyek.rdi

Tuntutan Ketua PDIP Rembang, Terdakwa Korupsi Proyek DPU Ditunda

SEMARANG - Tuntuntan pidana terhadap Ketua DPC PDIP Rembang, Sumadi HS, terdakwa perkara dugaan korupsi proyek pada Dinas Pekerjaan umum (DPU) Kabupaten Rembang tahun 2011 ditunda, Selasa (31/1). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan belum siap mengajukan tuntutan karena Rencana Tuntutan (Rentut) belum turun.
"Kami belum siap tuntutannya dan minta ditunda seminggu," kata Endeanto, KPU pada Kejati Jateng pada sidang, kemarin.
Arya W. Kusuma, pengacara Sumadi mengaku tidak keberatan atas penundaa  itu. "Karena Rentutnya belum turun. Kami tidak masalah," kata dia usai sidang.
Sumadi, Direktur CV Sumber Alam didakwa korupsi atas lima paket pekerjaan DPU Rembang di lima titik senilai Rp 1 miliar lebih. Sumadi yang hingga kini menjalani tahanan kota itu atas prpyek bersumber dana APBD Rembang dan APBD Provinsi.
Atas lima paket pekerjaan, Sumadi diketahui mengajukan penawaran dengan dua CV miliknya, Sumber Alam dan CV Sinta. Di CV Sinta, ia menempatkan stafnya, Hartadi sebagai direkturnya (ditetapkan tersangka).
Pengurusan proyek dilakukan anak buahnya bernama Eni. Atas sejumlah dokumen penawaran, ia ditetapkan sebagai pelaksana pekerjaan.
Atas pekerjaannya, telah dinyatakan selesai oleh PPHP diketahui PPTK dan PPKom. Dengan memalsu beberapa tandatangan pemgajuan pencairan pembayaran dilakukan. Semua diurusi Eni. PPKom yang diketahui berkongkalikong sebelumnya menyetujui pembayarannya 100 persen meski nyatanya pekerjaan tak rampung.
Korupsi PU di Rembang menyeret sejumlah pihak. Selain Sumadi turut ditetapkan sebagai tersangka Gunarsih Wakil Ketua DPRD dan Hikmah Purnawati alias Ipung anggota dewan. Keduanya dari Partai Demokrat (belum diproses).
Sebelumnya, tiga Kabid pada DPU selaku PPKom telah dipidana 1 tahun. Ketiganya mantan Kabid Cipta Karya, M Chaeron, mantan Kabid Irigasi, Sinarman dan mantan Kabid Bina Marga, Raharjo.rdi

Buron Korupsi Bansos Brebes Divonis 3,5 Tahun Penjara

SEMARANG - Pengadilan Tipikor Semarang menjatuhkan putusan 3,5 tahun penjara terhadap Sunardi bin Jihad (63), Ketua Kelompok Tani Ternak Maju Bersama Desa Pamedaran Ketanggungan Kabupaten Brebes. Hakim menyatakan pria jebolan kelas III SD itu terbukti korupsi dana bantuan sosial UPPO (Unit Pengolaa  Pupuk Organik) bersumber dari dana Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA). Sunardi diketahui sejak penyidikan ditetapkan buron.
Heru Sungkowo, Panitera Muda Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tipikor Semarang mengungkapkan, putusan dijatuhkan pekan lalu. Dari fakta sidang, terdakwa terbukti bersalah korupsi berlanjut. Melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.
"Menjatuhkan hukum pidana  terhadap  terdakwa  Sunardi dengan  pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsidiair 3 bulan kurungan," kata Heru, Senin (30/1) kemarin.
Hakim juga menghukum terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp. 209.206.950 subsidair 2 tahun penjara. Vonis itu diketahui sama dengan tuntutan Wiwin Deddy Winardi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Brebes.
"Atas putusan itu JPU menyatakan menerima dan sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap,"imbuh Heru.
Kasus terjadi pada 22 Februari 2011. Atas permohonan bantuan kelompok tani, Pemkab memberikannya lewat Dinas Peternakan sebesar Rp 340 juta.
Bantuan untuk kegiatan UPPO diantaranya pembuatan kandang ternak dan rumah kompos Rp 36 juta, pembelian sapi 35 ekor Rp 36 juta, pembelian mesin pengolaan UPPO dan satu buah alat transportasi roda tiga Rp 86 juta.
Tahun 2012 proses pembuatan pupuk dibuat namun karena pemasarannya lemah pupuk hanya dibagi bagikan gratis ke petani. Pembuatan pupuk berhenti. Sementara sapi dari 36 ekor yang dibeli tiga ekor diantaranya mati. SIsanya sebanyak 15 ekor dijual terdakwa. Penjualan itu hingga sekarang tak beres.
Pada 2014 sebanyak 17 ekor sisa sapi kembali dijual. Penjualan itu diketahui untuk kepentingan pribadi terdakwa sebagai biaya pengobatan isterinya. Sementara mesin pengolah kompos dan armada roda tiga rusak karena tak terpakai dan dirawat.
Tindakan terdakwa menjual sapi tidak dibenarkan dan bertentangan dengan program utama UPPO. Akibat perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian negara Rp 209 juta.rdi

Cabuli Bocah di Semarang, Mbah Darno Dituntut 12 Tahun

SEMARANG - Kasus dugaan pencabulan terjadi di Mijen Semarang. Seorang bocah, sebut saja Bunga (14) menjadi korbannya. Pelaku Sudarno alias Sebeh (52), duda tanpa anak, tetangga korban. Empat kali diduga Sebeh mencabuli korban.
Atas kasus itu, Sebeh warga kelahiran Kendal yang dilaporkan keluarga korban, ditetapkan tersangka Polsek Mijen telah disidang di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Dalam perkaranya, Jaksa Penuntt Umum (JPU) Kejari Semarang yang menyidangkan, menuntutnya dengan pidana 12 tahun penjara.
"Terdakwa dituntut pidana penjara selama 12 tahun pada sidang pekan lalu. Atas tuntutan itu kami akan mengajukan pembelaan besok," kata Putro Tuhu, pengacara terdakwa kepada wartawan mengungkapkan, Senin (30/1).
Dalam tuntutannya, jaksa Nur Indah dari Kejari Semarang menyatakan dari pemeriksaan sidang, terdakwa terbukti berbuat cabul. Perbuatannya sebagaimana pasal 82 Undang-Undang (UU) Nomor 35/ 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23/ 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Ancaman hukuman maksimal 15 tahun,"lanjutnya.
Sidang pemeriksaan Mbah Darno digelar beberapakali secara tertutup oleh majelis hakim diketuai Retno Yuli. Sejumlah saksi aebelumnya diperiksa, diantaranya Siti Kotiah tetangga korban, Fitriyanti da  Rumiyati, ibu dan tante Bunga.
Dugaan pencabulan diungkapkan terjadi di rumah korban. Terdakwa mendatanginya dan berdalih menonton teve. Dalam dakwaan sebelumnya, perbuatan terdakwa sudah dilakukan sebanyak empat kali. Pelaku melakukannya saat kondisi rumah sepi.
"Salah satunya dilakukan pada tanggal 10 Agustus 2016 kemarin," ujar jaksa Nur Indah.
Setiap kali bertindak cabul, pelaku memberi korban yang disebut berkebelakangan mental itu uang Rp 10 ribu. Aksinya terbongkar setelah keluarga korban curiga dengan gelagat pelaku dan korban.rdi

Kasus Pemerasan dan Pengancaman oleh Ketua RT Segera Disidang

SEMARANG - Kasus dugaan pemerasan dan pengancaman oleh Ong Budiono, seorang Ketua RT di Karanganyu Sematang Barat segera disidang. Perkaranya telah lengkap dan dilimpahlan penuntut umum ke Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Ong disangka memeras dan mengancam seorang warganya terkaiy iuran kampung.
"Sudah dilimpahkan dan kami terima Selasa (24/1) lalu atas perkara pemerasan dan pengancaman. Perkara tercatat nomor 60/Pid.B/2017/PN Smg," kata Panmud Pidana PN Semarang Noerma Soejatiningsih RR dikonfirmasi, kemarin.
Perkara Ong dilimpahkan penuntut umum Akhyar Sugeng Widiarto. Dalam perkaranya, Ong Budiono dijerat Pasal 368 KUHP. Pasal 369 ayat (1) KUHP.
Gara-gara menagih uang iuran RT, Ong Budiono, Ketua RT 02 RW 02 Karanganyu Semarang Barat menjadi tersangka dan ditahan. Dia dilaporkan Setiadi Hadinata, pemilik ruko di RT 02, warga yang disangka diperasnya ke Mabes Polri.
Laporan terkait kekecewannya atas tagihan iuran RT dan ancaman warga. Setiadi juga tak terima digugat perdata ke PN Semarang sebesar Rp100 juta (materiil) dan Rp1 miliar (imateriil). Penetapannya dilakukan Bareskrim Mabes Polri dalam surat S.Pgl/2019 Subdit-I/VI/2016/Dit Tipidum.
Kasus terjadi pada 2012 saat Setiadi membeli ruko. Atas hal itu, Budiono dan warganya menjelaskan adanya iuran rutin, iuran bantuan pembangunan jalan, pembuatan taman, pemasangan CCTV dan sebagainya. Setiadi menyanggupi membayar.
Seiring waktu,  demi kemudahan akses jalan, Setiadi membuat pintu samping belakang ruko  yang tembus ke jalan warga. Atas pembangunan itu, tempat sampah warga yang di depan pintu terpaksa bergeser.
Sementara dari sekian kali rapat RT, hanya dua kali Setiadi hadur. Selebihnya ua tak pernah muncul dan tak membayar uang iuran. Iuran tunggakannya sebesar Rp2,5 juta plus iuran lain setotal Rp6,5 juta.
Atas tunggakan itu, berdasar kesepakatan warga Ong menagihnya. Tapi Setiadi justeru menolak dan membuat surat pernyataan bukan bagian warga RT 2, tapi RT 1. Hal itu berdasar surat PBB rukonya.
Tak puas, Budi bersama 31 warga mengirimkan surat berisi ancaman. Isinya jika iuran tak dibayar, akses pintu samping ruko akan ditutup paksa. Tempat sampah warga yang rusak, juga harus dikembalikan.
Setiadi sempat melapor Polsek Semarang Barat dan Polrestabes Semarang. Prosesnya, warga sempat dipanggil dan dimintai keterangen. Laporan itu sempat dicabut Setiadi.
Atas pemeriksaan warga ke polisi, Budiono dan warga tak terima dan mengugat perdata ke PN Semarang. Mereka menuntut ganti rugi. Gugatan ditolak di tingkat pertama maupun di banding. Saat ini proses kasasi. Masalah itu lalu dilaporkan kembali ke Mabes Polri hingga Budiono ditetapkan tersangka.
Kasus itu sebelumnya dinilai tak layak diproses hukum. Setelah gagal dimediasi Peradi Semarang, warga sempat mengadukan masalah itu ke DPRD Semarang, namun tak berpengaruh.
Ketua DPC Peradi Semarang, Theodurus Yosep Parera mengaku prihatin. Menurutnya, kasus hukum itu muncul karena masalah sepele dan biasa terjadi di masyarakat.
"Kasus itu muncul gara-gara masalah sepele. Tidak layak, tidak pantas dan tidak patut dibawa ke ranah hukum. Secara hukum, proses hukum Ong telah sesuai. Tetapi secara sosial tidak bisa dipaksakan. Dalam hukum perlu dikedepankan asas kelayakan, kepantasan atau kepatutan agar tidak muncul gejolak. Kami sayangkan penetapan tersangka sebagai aparatur terendah," kata dia sebelumnya.rdi

Polisi Resmob Polrestabes Semarang Nyabu Dituntut Rehabilitasi

SEMARANG - Oknum polisi Polrestabes Semarang, Dhika Rakawira terdakwa perkara dugaan penyalahgunaa  narkoba dituntut rehabilitasi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jateng yang menangani perkaranya menuntut majelis hakim pemeriksa merehab Dhika selama enam bulan. Tuntutan dijatuhkan berdasarkan fakta pemeriksaan sidang di Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
"Perkaranya akan diputuskan pada Kamis (2/2) mendatang. Sebelumnya sudah dibacakan tuntutan dan pembelaan," kata Panmud Pidana PN Semarang Noerma Soejatiningsih RR kepada wartawan, kemarin.
Pada 18 Januari lalu, JPU menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan. Menyatakan Dhika, oknum Resmob itu bersalah melakukan tindak pidana.
Menjadi penyalahguna narkotika bagi diri sendiri dan wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 127 ayat (I) huruf a jo Pasal 54 UURI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dhika Rakawira bin Djoko Gudiyanto dengan pidana berupa menjalani rehabilitasi di RS. Dr. Amino Gondokusumo Semarang selama enam bulan dengan ketentuan masa rehabilitasi yang dijalani terdakwa sebelumnya dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan," kata JPU.
Menetapkan barang bukti berupa satu Hp Samsung, satu buah tube urine dirampas untuk dimusnahkan. Menetapkan terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp 2.500.
Sementara tiga terdakwa lain, Budi Kiatno yang juga Gubernur lSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), Welly Hernanto dan Tedy Budiawan Abdullah dilanjutkan Rabu (1/2). Agendannya pembacaan tuntutan JPU.
Tanpa didampingi pengacara, Dhika sebelumnya maju sendiri menghadapi proses hukum sidang pemeriksaannya. Di hadapan majelis hakim dipimpin M Zaenal Arifin Dhika tak ditahan sejak ditangkap 16 Oktober lalu. Selama 2,5 bulan ini ia direhabilitasi medis di panti rehab di Demak.
Tanpa hak melawan hukum Dhika dinilai bersalah tentang penyakahgunaan narkoba. Ia dijerat dengan Pasal 114 ayat 1 UU nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dan Pasal 127 ayat 1 dalam undang-undang yang sama.
Kasus terjadi di kantor IPW Jateng, Ruko Peterongan Blom C Jl Mt Jaryono Semarang. Keempatnya memakai sabu yang diperoleh dari Darpo alias Depexl (buron). Satu paket sabu seberat hampir 1 gram dibeli Budi seharga Rp 1,1juta. Sabu diambil Wely lalu dipakai ramai-ramai di TKP.rdi

Ketua LCKI Jateng Dituntut 15 Bulan Penjara

SEMARANG - Ketua DPD Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Jateng, Adhi Siswanto Wisnu dituntut pidana selama satu tahun dan tiga bulan penjara. Tuntutan dijatuhkan Jaksa Penuntut Umum (KPU) Kejari Semarang kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang pemeriksa perkaranya.
"Terdakwa (Adhi Siswanto) sudah kami tuntut selama 15 bulan penjara. Satu tahun dan tiga bulan," kata Andi Irawan Haqiqi, JPU saat di PN Semarang, Kamis (26/1).
Dikatakan Andi dari pemeriksaan sidang, terdakwa dinilai bersalah melakukan penipuan. Perbuatannya sebagaimana pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Sidang pemeriksaan perkara Adhi yabg dipimpin ketua majelis hakim Wahyu Puji sementara ditunda dan kembali dilanjutkan pekan depan.
Adhi Siswanto ditahan, didudukkan di kursi pesakitan dan disidang atas dugaan penipuan. Penipuan menyeret warga Taman Alamanda, Graha Padma Semarang itu pada Juli 2016. Awalnya ia menghubungi saksi Agus Sariyanto dan meminta mencarikan mobil rental. Selama 10 hari ia akan menyewa guna operasional bisnis pupuk dari malaysia dengan sewa perhari Rp275 ribu. Agus Sariyanto lalu mengalihkan mencarikan mobil rental milik rekannya, Gunawan Patria dan diperoleh mobil Avanza H 8460AQ atasnama Yuli Astuti.
Pada 1 Agustus, mobil diserahkan terdakwa lalu diserahkan ke Budiyono, rekan Adhi. Namun tanpa ijin, mobil digadaikan ke Yanto di Winong, Pati senilai Rp 20 juta.
Pada 10 Agustus Adhi kembali menghubungi Agus untuk mencarikan mobil lagi dan kembali dicarikan milik Gunawan, Xenia H 91d5 DY atasnama Eko Wicaksono. Usai diserahkan ke terdakwa di rumahnya, mobil diserahkan ke Hendri Pujiarto, rekannya. Namun kembali digadaikan ke seorang bernama Agus di Winong Pati senilai Rp 30 juta.
Hingga waktu perjanjian habis, terdakwa tidak mengembalikan dua mobil dan tidak membayar. Adhi dilaporkan ke kepolisian dan ditangkap Polrestabes Semarang pada 5 September 2016.rdi

Pegawai BRI Pandanaran dan Patimura Diperiksa

SEMARANG - Lima pegawai BRI diperiksa sebagai saksi atas perkara dugaan korupsi, pembobolan rekening pada BRI Cabang Pandanaran dan Patimura, Rabu (25/1). Mereka diperiksa untuk terdakwa Kaplink Samijan, mantan Asisten Manajer Operasional (AMOL) Kantor Cabang (Kanca) BRI Semarang Pandanaran periode 2010-2013 dan 2013-2016 di Patimura.
Mereka, Yuliani, AMOL BRI Pandanaran, Arief Handayani, Shinta Mayasari Supervisor Layanan Operasional BRI Patimura, Masdidi Septrialtanto dan Anggi Pramesrani mantan teller.
Saksi Yuliani mengaku, menjadi AMOL menggantikan Yanto Irawan yang menggantikan Kaplink Samijan. Yuliani mengaku menemukan kejanggalan dalam transaksi rekening tabungan.
"Lalu dilakukan pengecekan pada bukti pembukuan dan diketahui tidak ada bukti pembukuan. Atas hal itu lalu lapor ke Kanwil BRI Semarang dan ditindaklanjuti dibentuknya tim," kata saksi di hadapan majelis hakim diketuai Sulistyono didampingi Robert Pasaribu dan Widji Pranajati.
Dikatakannya, terdapat pemindahan dana tak wajar. Menurutnya, transaksi atau pemindahan seharusnya menjadi wewenang teller. Tapi diketahui terdakwa melakukan over booking atau mutasi penyetoran dan pengambilan secara sistem. Memakai pasword milik teller, Kaplink memindahkan.
"Yang diberi kewenangan transaksi adalah teller," kata dia.
Saksi Anggi yang menjadi teller di BRI Pandanaran mengakui, adanya penggunaan pasword miliknya. Ia yang bertugas menerima setoran dan transaksi nasabah.
"Kenapa terdakwa bisa saya tidak tahu. Saya tidak pernah memberi pasword. Supervisor dan AMOL hanya tahu user id. Pasword tidak. Saya lernah dipanggil Kanwil. Ditanya memberi pasword dan saya jawab tidak. Kenapa dia bisa punya saya tidak tahu," akunya.
Menurut Anggi banyak hal yang mungkin dilakukan terdakwa untuk mencuri paswordnya. "Banyak hal. Bisa mengintip atau cara lain. Biasanya saya tutupi pasword," kata saksi yang berhubungan dengan AMOL jika mengalami kekurangan limit saldo dan meminta penambahan.
Dugaan pembobolan terjadi dalam kurun waktu antara Oktober 2010 sampai dengan April 2016. Kaplink diduga korupsi, membobol uang nasabah, memperkaya diri sendiri dan merugikan negara sekitar Rp 2,1 miliar.
Ia mengambil dana dari rekening penampungan bank yang diketahui tidak segera terdeteksi kehilangannya. Ia mencari rekening pasif yang dalam kurun 10 tahun terakhir tidak ada transaksi sebagai rekening perantara.
Untuk mengambil dana, ia harus mengetahui pasword teller yang berwenang. Dari dua teller, Dinda Wijaya dan Shinta Mayasari ia menariknya.
Modusnya, tersangka menarik dana nasabah dari 11 rekening , satu rekening internal pendapatan kredit. Dengan pasword itu ia membuka sistem transaksi lewat teller. Ia lalu melakukan overbooking atau pemindahbukuan dari rekening penitipan milik BRI ke rekening tabungan pasif, menggunakan komputer di ruangannya.
Terdakwa menyembunyikan uangnya dengan meminjam KTP temannya Pujiyanto, seorang pembantunnya Sulastri dan mahasiswi magang Kinta Khana Amozhita. Membuka rekening atasnama mereka.
Ia juga mengubah rekening miliknya dengan nama Suwardi agar dana yang diperoleh dari rekening titipan tidak diketahui masuk ke rekening miliknya, meski nyatanya rekening itu dikuasasinya.
Atas perbuatannya Kaplink mendapat Rp 662.164.650 saat di Kanca Pandanaran dan Rp1.510.075.253 saat Patimura.  Total seluruh uang yang dibobol sebesar Rp 2.132.239.903.
Atas seluruh uang sebagian digunakan untuk usaha rental mobil dan membuka showroom mobil. Selebihnya sebagai uang saku untuk masa pensiunanya setahun kedepan.rdi

Terpidana Korupsi Bank Jateng Turut Digugat

SEMARANG - Gugatan Satya Laksana terhadap Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jateng dan Teguh Wahyu Pramono, mantan Kepala BPD Syariah Cabang Surakarta mulai diperiksa, Rabu (25/1). Sidang pemeriksaan perkaranya digelar dengan acara pembacaan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
Dalam gugatannya, Satya menggugat Bank Jateng dan Teguh sebesar Rp 22 miliar atas uang tabungannya yang hilang saat didepositkan di BPD Syariah Cabang Surakarta tahun 2011.
Kahar Mualamsyah, kuasa hukum Satya menyatakan, Bank Jateng telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) dan menimbulkan kerugian terhadap Satya. Kepada tergugat, pihaknya meminta ganti rugi tanggung renteng. Menurutnya, tergugat sebagai pihak yang bertanggungjawab atas hilangnya dana Satya.
"Tuntutan merugian materiil Rp21 miliar dari pokok kerugian Rp 6 miliar dan kerugian immateriil Rp1 miliar. Mestinya kerugian pokok Rp 6 miliar jika dipakai usaha jual beli saham dari Januari 200 hingga Agustus 2016 sudah mencapai Rp15 miliar. Dengan begitu, kerugian materiil dan immateriil sebesar Rp22 miliar," kata dia dalam sidang.
Menanggapi gugatan itu, penasehat hukum Teguh Wahyu, terpidana korupsi Bank Jateng yang kini mendekam di LP Kedungpane itu menilai gugatan salah alamat. "Salah sasaran dan salah alamat. Sebagai karyawan PT BPD Jateng tanggungjawab pengembalian uang bukan pada Teguh tapi insitusinya," kata Muhamad Dasuki.
Meski begitu, Teguh mengakui bersalah mengalihkan dana tanpa sepengetahuan nasabah. Secara pidana, atas perkara itu, dirinya telah dipidana 7 tahun penjara dan denda. "Jadi tidak ada hubungan keperdataan dengan kami," kata dia.
Sementara, pihak Bank Jateng menilai, hilangnya uang nasabah merupakan tanggungjawab pribadi mantan petinggi Bank Jateng Unit Usaha Syariah (UUS) Surakarta, Teguh Pramono dan Bagus Joko Suranto (terpidana kasus korupsi).
Maria Ulfa pengacara Bank Jateng menyatakan pihaknya tidak terkait.
"Itu yang bertanggungjawab adalah pribadi yakni Teguh Pramono dan Bagus yang juga telah divonis dalam kasus tipikornya. Tidak ada kaitannya dengan Bank Jateng," kata dia usai sidang.
Apalagi lanjut Ulfa, dalam putusan pengadilan Tipikor sudah disebutkan, bahwa hilangnya uang penggugat merupakan tanggungjawab kedua terpidana itu. Keduanya yang berkewajiban untuk mengganti uang nasabah yang hilang oleh hakim.
"Intinya itu tanggungjawab pribadi Teguh dan Bagus, bukan Bank Jateng secara instansi. Dan keputusan itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap," imbuhnya.
Sidang pembacaan gugatab dipimpin ketua hakim Ketua Mohammad Sainal. Sidang ditunda Rabu (1/2/) dengan agenda pemeriksaan pokok perkara.
Upaya menuntut keadilan kembali dilakukan Satya dengan menggugat ke pengadilan. Setelah kalah di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) karena dinyatakan kurang pihak, warga Taman Muara Mas Semarang itu kembaki menuntut ganti rugi Rp 22 miliar.
Teguh Wahyu dinilai bersalah memindah bukukan rekening tabungan milik Satya tanpa ijin. Tindakannya bersama Bank Jateng yang tidak mau mengganti kerugiannya adalah perbuatan melawan hukum.
Satya juga menuntut hakim menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 50 juta setiap harinya jika tergugat lalai dalam melaksanakan isi putusan. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada bantahan, banding atau kasasi.
Satya Laksana merupakan nasabah Bank Jateng Unit Usaha Syariah Surakarta dengan jenis tabungan Wadiah. Atas penempatan dananya, diberikan bunga 1 persen setiap bulannya oleh bank.
Pada Desember 2010 tabungan penggugat diketahui hilang sebesar Rp 6 miliar tanpa diketahui penyebabnya. Hasil printout diketahui adanya pengambilan dana tanpa sepengatahuannya secara over book dalam beberapa kali. Pada 6, 9, 16, 22 Desember 2010. Diketahui pembobolan rekening terjadi dilakukan pimpinan cabang BJ UMS Surakarta dengan cara membuat surat kuasa seolah dibuat dan ditantangani penggugat. Atas pembobolan itu, Satya telah menuntut pertanggungjawaban bank.
Pada 31 Mei 2011, Dirut Bank Jateng, Haryono dan Dirum Bambang Widiyantoo menjanjikan akan mengganti uang itu pada 6 Juni 2011, namun hal itu tak terealisasi sampai kini. Menurutnya, keduanya justeru menuduhnya berkomplot membobol bank.
Atas pembobolan itu, Satya mengaku dirugikan sebesar Rp 22 miliar. Rinciannya, kerugian materiil atas uang pokok Rp 6 miliar yang hilang, bunga 1 persen perbulan sejak Desember 2010 sampai November 2011 (12 bulan) Rp 720 juta. Keuntungan yang diperoleh jika dana dipakai usaha Rp 3 miliar. Biaya advokat Rp 400 juta atau total Rp 10,1 miliar. Serta kerugian immateriiil seperti perasaan malu, cemas, rusaknya kredibilitas di masyarakat.
Sebelumnya, PT Semarang memutuskan PN Semarang Semarang tidak berwenang mengadili perkaranya. Sebelumnya, PN Semarang memutuskan bahwa gugatannya kurang pihak. Upaya kasasi ditempuh.
Dalam putusannya, MA mengabulkan kasasi Satya Laksana. Membatalkan putusan PT Semarang nomor 330/Pdt/2012/PT.Smg tanggal 4 Januari 2013. Membatalkan putusan PN Semarang nomor 376/Pdt.G/2011/PN.Smg tanggal 7 Mei 2012.rdi

Kerugian Negara Proyek Alkes RSUD Kraton Rp 4,5 Miliar

SEMARANG - Kerugian negara yang muncul atas proyek pengadaan alat kesehatan pada RSUD Kraton Pekalongan tahun 2012 sebesar Rp 4,5 miliar. Kerugian itu muncul atas kelebihan bayar yang dilakukan terhadap PT Bina Inti Sejahtera (BIS) selaku penyedian barang.
Hal itu diungkapkan Budiharjo, auditor pada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jateng saat diperiksa sebagai ahli di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (24/1). Ia diperiksa untuk terdakwa Muhamad Teguh Imanto, Direktur RSUD Kraton, Muhamad Yusdhi Febriyanto, Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Sulistyo Nugroho alias Yoyok anak buah M Nazarudin (mantan politisi Partai Demokrat).
"Dari Rp 24,2 miliar yang dibayarkan ke PT BIS, dikurangi Rp 2,2 miliar pajak pertambahan nilai dan Rp 331,3 juta pajak penghasilan menjadi sekitar Rp 21 miliar.  Nilai itu (Rp 21 miliar) tidak wajar, karena seharusnya hanya Rp 17, 244 miliar. Akibatnya terdapat kerugian negara Rp 4.515.177.500," kata ahli di depan majelis hakim yang dipimpin Andi Astara, kemarin
Auditor Madya BPKP itu mengakui mengaudit proyek Alkes sejak 30 November sampai 30 Desember 2015. Audit dilakukan dengan metode paparan hasil penyidikan, penelahaan dan penyesuaian ketentua  pengadaan.
"Dipelajari. Lalu didapat bukti. Evaluasi dokumen. Cek ke lapangan. Dan klarifikasi ke pihak terkait. Tujuan klarifikasi untuk meyakinkan data penyidik benar," kata ahli yang dihadirkan penuntut umum itu.
Kepada direktur, ketua dan sekretaris lelang, PPKom klarifikasi dilakukannya. "Dari pemeriksaan, temuannya ada indikasi pengaturan pelelangan," kata dia.
Beberapa temuan itu diantaranya, keterlibata Yoyok dalam pengkondisian pemenangan prpyek. Beberapa kali ia diketahui bertemu direktur dan pejabat RSUD Kraton, membahas, membantu dan memfasilitasi agar mendapatkan anggaran prpyek. "Yoyok merupakan pengendali lima perusahaan  yang ikut lelang," kata dia.
Korupsi terjadi atas pengadaan alat kedokteran, kesehatan dan KB di RSUD Kraton senilai Rp 24,2 miliar. Diketahui terjadi kongkalikong atas lelang, markup harga dan ketidakberesan pekerjaan. Tindakan ini dinilai memperkaya Eks Grup Permai atau PT BIS dan merugikan keuangan negara sebesar Rp 4,5 miliar.
Ketiga terdakwa didakwa korupsi bersama Sumargono selaku PPKom dan Devi Reza Raya selaku direktur PT BIS milik Nazarudin.rdi

Kasus Suap Kebumen. Bagi-Bagi Proyek untuk Amankan Anggaran

SEMARANG - Bagi-bagi proyek oleh Bupati Kebumen terhadap tim sukses dan anggota dewan yang dikemas dalam anggaran Pokok Pikiran (Pokir) diketahui untuk mengamankan pengesahan APBD Perubahan 2016. Dewan diberi jatah proyek perkomisi untuk dijual agar tidak "gaduh" dalam pembahasan anggaran.
Hal itu diungkapkan Dian Lestari Subekti Pertiwi anggota DPRD fraksi PDIP saat diperiksa sebagai saksi atas perkara Hartoyo, Komisaris Utama PT Otoda Sukses Mandiri Abadi (OSMA) di Pengadilan Tipikor Semarang.
"Ada fee 10 persen untuk angota dewan. Itu didapat dari pekerjaan. Apakah penetapan penujukan rekanan lelang atau langsung itu tidak tahu. Itu (pembagian proyek) korelasinya dengan pembahasan bahwa itu kesepakatan eksekutif dengan legislatif. Di awal itu dijdwalkan agar sesuai waktu. Agar pembahasan APBDP tepat waktu. Agar secara utuh pembahasan APBD lancar. Tidak molor. Itu kontruksinya pembahasan APBD Perubahan agar tidak gaduh. Itu setahu saya," kata mantan ketua fraksi, anggota dewan tiga periode itu menjawab pertanyaan penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (24/1).
Dian mengakui, komunikasi pengaturan proyek dilakukannya bersama Basikun Suwandhin Atmojo alias Ki Petruk seorang pengusaha. Petruk adalah pihak yang memfasilitasi antara timses, dewan dengan Hartoyo.
Kepadanya, Petruk yang sebelumnya bertemu dan berkomunikasi dengan bupati mengatakan proyek dibagi-bagi. Pengadaan buku diberikan ke Kasran, Teknologi dan Informasi Komputer (TIK) ke Zaini Miftah sementara Alat peraga ke Arif Budiman. Semuanya merupakan tim sukses sekaligus pengurus partai pengusung bupati. Teknis pengaturannya dikondisikan Ahmad Ujang Sugiono selaku Kadisdikpora.
Di bawah kendali Sekretaris Daerah (Sekda) Kebumen, Adi Pandoyo, saksi menyebut, telah disepakati pembagian fee untuk dewan itu.  "Saat rapat Banggar. Pak Yudi (Komisi A DPRD Kebumen Yudi Tri Hartanto), menanyakan soal Pokir. Anggota Banggar juga. Dijawab Sekda sudah beres, saya (Sekda) yang atur semua. Aman. Saya nangkapnya tidak gaduh,"ujar dia.
Anggaran Pokir, diakuinya berbasis per komisi. Desakan agar fee 10 persen nilai proyek segera diberikan, muncul usai Danang, anggota dewan mengaku telah mendapatnya.
"Danang mengaku sudah terima fee 10 persen dari komisi. Makanya temen-temen mendesak. Itu belum ada kegiatan proyek. Mereka mendesak karena sedang butuh. Untuk Dapil dan cost politik. Uang (10 persen) itu untuk mendapatkan proyek. Inisiatif itu dari eksekutif," lanjutnya di hadapan majelis hakim diketuai Siyoto.
Selain menjamin adanya bagi-bagi fee proyek, eksekutif juga disebut sebagai pihak pengatur proyek, mengatur rekanannya. Diungkapkannya, sore sebelum OTT KPK,  Dian mengaku ditelepon Petruk terkait penyerahan uang fee 10 persen dari Hartoyo. Yudi yang dianggap peanggungjawab komisi  diminta menemui untuk mengambil.
"Berapanya tidak tahu. Kenapa ketua komisi karena dia yang bertanggungjawab dan atas dorongan anggota. Rencana uang akan dibagi saat di Bali," kata Dian.
Atas keterangan itu, terdakwa Hartoyo mengakuinya. "Saya itu beli proyek. Jadi tidak dapaf jatah. Fee semuanya 20 persen. Fee 10 untuk dewan dan 10 timses," kata dia.
Bagi-bagi proyek oleh bupati, juga diakui Zaini Miftah, Ketua DPC PKB Kebumen. Mantan tim sukses yang menjadi pengusung bupati saat Pilkada itu mengakui mendapatkannya.
"Kami tahu dari Abbdul Azis di komisi A. Saya ke bupati dan diarahkan ke Ujang," katanya.
Atas ploating itu, saksi mengakui menjualnya ke Hartoyo. "Saya diminta mencari pihak ketiganya. Bupati minta dicarikan vendor produsen. Tidak mau dengan Hartoyo, karena menurutnya bukan produsen dan disebut sudah banyak dapat proyek," kata Zaini.
Disinggung, penolakan bupati karena Hartoyo tidak mendukungnya saat Pilkada, ia mengaku tak mengetahui. "Dia (Hartoyo) memang dukung calon lain saat itu. Saya tidak tahu soal kenapa tidak mau," ujar saksi yang kemudian membangun komunikasi lewat wakil bupati.
Kepada Hartoyo, Kasran, Sigit dan Agus Hasan, saksi lalu bersepakat adanya penjualan proyek. "Bicara soal komitmen fee 20 persen," kata saksi berdalih mengawal.
Atas proyek yang 'dibeli' Hartoyo, Zaini diduga telah mendapat sebagain fee Rp 15 juta. Uang itu ditransfer Hartoyo ke rekeningnya. " Itu saya minta sebagai bantuan. Bukan soal proyek," katanya membantah.
Kasus suap proyek anggaran Pokir Diadibudpora Kebumen menyeret Hartoyo dan sejumlah pihak. Mereka, Yudi Tri Hartanto, Kabid Pemasaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kebumen Sigit Widodo, Adi Pandoyo dan Petruk (dituntut terpisah). Hartoyo didakwa memberi suap Rp 150 juta terkait proyek anggaran Pokir atau dana aspirasi Komisi A dan DAK dalam APBDP 2016.rdi

Jaksa Masuk Sekolah Sasar STIKES Telogorejo Semarang

SEMARANG - Setelah beberapa kali digelar di sejumlah sekolah menengah atas, progran Jaksa Masuk Sekolah (JMS) Kejati Jateng mulai masuk kampus. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Telogorejo di Tawangmas menjadi sasaran pertamanya.
"Mulai tahun 2017 mulai menyentuh level perguruan tinggi setelah sebelumnya hanya di sekolah. Di era modern dan serba digital ini, hal yang sifatnya merugikan bisa berawal dari mana saja dan semua bisa menjadi sasaran. Berdasar hal tadi dan dengan berbagai pertimbangan, kita putuskan untuk memperluas jangkauan program JMS ini," ungkap Sugeng Riyadi, Kepala Seksi Penerangan Hukum, Kejati Jateng, Selasa (24/1).
Program JMS merupakan salah satu langkah kejaksaan membangun sistem hukum yang mencakup tiga komponen yakni struktur hukum, subtansi hukum, dan budaya hukum. Di STIKES Telogorejo, penyuluhan hukum diadakan di aula dan langsung dibuka Murti Wandrati, selaku Kepala STIKES.
Dalam penyuluhannya kejaksaan menyampaikan materi Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Efek Bullying & Dampak Negatif Gadget Bagi Anak-Anak. Sugeng Riyadi, Andi Oddang dan Anshori, tim JMS Kejati Jateng menjadi fasilitatornya.
Ratusan mahasiswa dari semester 1 sampai 8 jurusan bidan maupun perawat yang mengikuti, tampak antusias mengikuti. Mereka juga aktif saat sesi tanya jawab.
Beberapa tanggapan juga muncul dari beberapa peserta."Kami sangat senang dengan program JMS ini. Bagi saya ini adalah hal baru yang selama ini tidak saya ketahui. Efeknya kami jadi tahu gambaran besar, pengalaman dan pengetahuan tentang ranah hukum," ucap Nabila, mahasiswi semester 1 dari jurusan kebidanan mengakui.
Program JMS dinilai sangat mengedukasi khususnya di bidang hukum.
"Kami sangat menyambut baik program seperti ini. Jelas sangat berguna buat anak didik saya. Kalau bisa kegiatan ini dibuat berkala dengan topik yang berhubungan dengan usia anak didik disini," kata Murti.rdi

Kalah Gugat Presiden, Warga Srondol Kasasi

SEMARANG - Upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA) ditempuh 21 warga di Jalan Setiabudi 213 RT 4 RW II Srondol Wetan Banyumanik. Usai kalah di tingkat pertama dan banding, warga korban penggurusan TNI itu menuntut keadulan, menempuh kesempatan upaya hukum terakhirnya. Mereka menggugat presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi atas Panglima besar TNI, cq Kepala Staf TNI Angkatan Darat cq Panglima Kodam IV Diponegoro dan menuntut bertanggungjawab. Secara melawan hukum tergugat dinilai telah menggusurnya. Kasasi nomor 62/Pdt.K/2016/PN.Smg kini sedang diperiksa.
"Sekarang masih proses kasasi di MA. Terakhit akhir Desember lalu tergugat menyerahkan kontra memori kasasinya. Kami masih menunggu putusannya," kata Eko Suparno, kuasa hukum warga kepada wartawan, Senin (23/1).
Pengadilan Tinggi (PT) Semarang dalam perkara nomor 277/Pdt/2016/PT Smg Tahun 2016 pada 28 September 2016 lalu menolak gugata  warga. Majelis hakim menguatkan putusan Pengadilan Negeri Semarang nomor 311/Pdt.G/2015/PN Smg, tanggal 30 Maret 2016 sebelumnya.
Dalam rekonpensi, PT Semarang memperbaiki putusan sebelumnya sekedar mengenai tidak dikabulkannya gugatan immateriil penggugat rekonvensi.
Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian. Menyatakan tanah dan bangunan terletak di Jalan Setiabudi Nomor 213 Semarang adalah tanah dan bangunan okupasi TNI AD yang dimanfaatkan sebagai perumahan TNI AD dan ditempati / dihuni oleh anggota KUDAM IV / Dip. Dengan sebutan Asrama Kuwera III.
"Menyatakan perbuatan para tergugat yang sudah pensiun atau ahli waris dan penyewa yang menghuni asrama tanpa hak tetap menempati asrama Kuwera III, walaupun sudah ada pemberitahuan dan peringatan untuk mengosongkan asrama oleh penggugat adalah perbuatan melawan hukum. Menyatakan sah menurut hukum pengosongan Asrama Kuwera III pada tanggal 25 Juli 2015. Menolak gugatan penggugat selebihnya," kata hakim ketua Murdiyono didampingi Retno Pudyaningtyas dan Rangkilemba Lakukua selaku hakim anggota dalam putusan bandingnya.
Gugatan sebeluknya juga ditujukan kepada lima pemegang sertifikat Hak Milik (HM) tahun 2011 atas tanah di lokasi yang mengklaim pemilih lahan. Mereka, Veronika Mari Winarti Ongko Juwono, Antonius Sukiato Ongko Wijoyo, Ir Swannywati Ongko Juwono, Ninarti Ongko Juwono dan Tjitra Kumala Dewi Wongso.
Warga yang menggugat mengaku, menderita kerugian materiil, kehilangan rumah, bangunan, tempat usaha mereka atas penggusuran. Mereka mengaku berhak dan telah menempati lahan karena secara turun temurun menempati lahan seluas sekitar 6.400 meter persegi itu sejak tahun 1950 an.
TNI secara tanpa hak dan tanpa melalui prosedur hukum benar, tanpa melalui upaya hukum eksekusi pengadilan telah menggusur paksa warga beserta rumahnya. Atas penggusuran itu, pihak TNI diketahui tak mampu menunjukan dasar hukum dan berdalih menjalankan perintah penertiban aset.
Perbuatan secara melawan hukum yang dilakukan itu diketahui sebagai tindaklanjut dan permintaan para tergugat II-VI. Mereka mengaku memperoleh sertifikat atas tanah dari eigendom verponding atasnama Mari Yohana Kluth Ecthgenoate Van Albert Van Daalen yang telah berakhir 1980 lalu. Padahal nyata, lahan di lokasi telah ditempati warga dan berdiri rumah dan bangunan.
Tanah eigendom itu, menurut tergugat dibeli Siauw Bie Kie pada 1948, dan kemudian dijual ke Henk Ongkojuwono atau Ong Tjien Bian pada 1961 (pewaris tergugat). Atas itu kemudian diajukan permohonan sertifikat.
Pensertifikatan tanah itu sendiri, pada 2011 dilaporkan warga korban penggusuran ke Polda Jateng atas kasus pemalsuan. Diduga permohonan pensertifikatan itu menggunakan dokumen dan keterangan palsu. Kasusnya masih diselidiki Ditreskrimum Polda Jateng.
Atas penerbitan kelima sertifikat sudah dilaporkan dugaan pemalsuan ke Polda Jateng pada 2011. Berdasarkan nomor LP/193/ XII/ 2011/ Jateng/ Ditreskrimum 17 Desember 2011. Perkara ini masih proses penyelidikan.rdi

Gagal Mediasi, Bank Jateng Digugat Rp 22 Miliar

SEMARANG - Upaya mediasi yang dilakukan para pihak terkait sengketa hilangnya uang Satya Laksana, nasabah PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jateng sebesar Rp 6 miliar gagal. Tiga kali mediasi dibawah pengawasan hakim mediator Abdul Wahib tidak berhasil. Gugatan diajukan Satya melawan Bank Jateng dan Teguh Wahyu Pramono (mantan Kepala Kantor Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta, terpidana korupsi dan mendekam di LP Kedungpane).
"Mediasi gagal, dilanjutkan pemeriksa perkaranya. Gugatan akan dibacakan, Rabu (25/1) besok," kata Muhamad Dasuki, kuasa hukum Teguh kepada wartawan mengakui, Senin (23/1).
Upaya menuntut keadilan terus dilakukan, dengan menuntut pertanggungjawaban bank mengembalikan uang tabungannya yang hilang. Setelah kalah di tingjat kasasi Mahkamah Agung (MA) karena kurang pihak, ia kembali menggugat.
Warga Jalan Taman Muara Mas Semarang itu menuntut ganti rugi Rp 22 miliar. Perkaranya tercatat 407/Pdt.G/2016/PN Smg.
Dalam gugatannya, Satya meminta pengadilan menyatakan Teguh Wahyu yang memindah bukukan rekening tabungan miliknya tanpa ijin adalah perbuatan melawan hukum. Menyatakan Bank Jateng yang tidak mau mengganti kerugiannya adalah perbuatan melawan hukum.
"Menghukum para tergugat membayar ganti rugi secara tanggung renteng kepada penggugat sebesar Rp 22 miliar secara tunai dan seketika dalam waktu selambat-lambatnya tujuh hari setelah perkara ini berkekuatan hukum tetap," kata Satya dalam gugatannya.
Satya juga menuntut hakim menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 50 juta setiap harinya jika tergugat lalai dalam melaksanakan isi putusan. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada bantahan, banding atau kasasi.
Satya Laksana merupakan nasabah Bank Jateng Unit Usaha Syariah Surakarta dengan jenis tabungan Wadiah. Atas penempatan dananya, diberikan bunga 1 persen setiap bulannya oleh bank.
Pada Desember 2010 tabungan penggugat diketahui hilang sebesar Rp 6 miliar tanpa diketahui penyebabnya. Hasil printout diketahui adanya pengambilan dana tanpa sepengatahuannya secara over book dalam beberapa kali. Pada 6, 9, 16, 22 Desember 2010. Diketahui pembobolan rekening terjadi dilakukan pimpinan cabang BJ UMS Surakarta dengan cara membuat surat kuasa seolah dibuat dan ditantangani penggugat. Atas pembobolan itu, Satya telah menuntut pertanggungjawaban bank.
Pada 31 Mei 2011, Dirut Bank Jateng, Haryono dan Dirum Bambang Widiyantoo menjanjikan akan mengganti uang itu pada 6 Juni 2011, namun hal itu tak terealisasi sampai kini. Menurutnya, keduanya justeru menuduhnya berkomplot membobol bank.
Atas pembobolan itu, Satya mengaku dirugikan sebesar Rp 22 miliar. Rinciannya, kerugian materiil atas uang pokok Rp 6 miliar yang hilang, bunga 1 persen perbulan sejak Desember 2010 sampai November 2011 (12 bulan) Rp 720 juta. Keuntungan yang diperoleh jika dana dipakai usaha Rp 3 miliar. Biaya advokat Rp 400 juta atau total Rp 10,1 miliar. Serta kerugian immateriiil seperti perasaan malu, cemas, rusaknya kredibilitas di masyarakat.
Sebelumnya, PT Semarang memutuskan PN Semarang Semarang tidak berwenang mengadili perkaranya. Sebelumnya, PN Semarang memutuskan bahwa gugatannya kurang pihak. Upaya kasasi ditempuh.
Dalam putusannya, MA mengabulkan kasasi Satya Laksana. Membatalkan putusan PT Semarang nomor 330/Pdt/2012/PT.Smg tanggal 4 Januari 2013. Membatalkan putusan PN Semarang nomor 376/Pdt.G/2011/PN.Smg tanggal 7 Mei 2012.
Dalam konvensi. Dalam eksepsi, absolut, menolak eksepsi atau kompetensi absolut dari tergugat. Relatif, mengabulkan eksepsi atau kompetensi relatif khususnya gugatan kurang pihak. Dalam pokok perkara, menyatakan gugatan tidak dapat diterima. Dalam rekovenso, menyatakan gugatan tidak dapat diterima.
Menghukum pemohon kasasi atau penggugat membayar biaya perkara di semua tingkat peradilan sebesar Rp 500 ribu.
Putusan dijatuhkan Jumat (28/11/2014) oleh Djafni Djamal selaku ketua, Nurul Elmiyah dan Yakup Ginting sebagai anggota.
Sukarman, salah satu tim kuasa hukum Satya mengatakan, pihaknya berharap kasus ini segera tuntas. "Secara prinsip jika putusan MA mengabulkan semua tuntutannya, maka kita juga berharap Bank Jateng untuk menghormati proses hukum yaitu mengganti uang 6 milyar beserta kerugian materiil lainya," kata dia, sebelumnya.rdi

Perjuangan Panjang Satya Laksana Tuntut Keadilan
------------------------------------------
* Desember 2010 tabungan Satya hilang Rp 6 miliar
* Beberapa kali pada 6, 9, 16, 22 Desember 2010 tabungannya dibobol. Diketahui modusnya, pimpinan cabang Bank Jateng UMS Surakarta membuat surat kuasa fiktif
* Satya menuntut pertanggungjawaban bank.
Pada 31 Mei 2011, Dirut Bank Jateng, Haryono dan Dirum Bambang Widiyantoo menjanjikan akan mengganti uang itu pada 6 Juni 2011, namun tak terealisasi
* Satya dituduh berkomplot membobol bank
* Satya 2011 menggugat ke PN Semarang. Pada perkara nomor 376/Pdt.G/2011/PN.Smg tanggal 7 Mei 2012 dinyatakan tidak diterima karena kurang pihak
* Banding ditempuh Satya. PT Semarang pada perkara nomor 330/Pdt/2012/PT.Smg tanggal 4 Januari 2013 menyatakan PN Semarang tidak berwenang
* MA pada November 2014 mengabulkan eksepsi atau kompetensi relatif khususnya gugatan kurang pihak. Gugatan Satya tidak dapat diterima
* Senin, 17 Oktober 2016 Satya kembali menggugat ke PN Semarang. Perkaranya tercatat 407/Pdt.G/2016/PN Smg
* Bank Jateng dan Teguh Wahyu Pramono digugat dan dituntut tanggung renteng membayar Rp 22 miliar
--------------------------------
Sumber : Keterangan yang dihimpun.rdi

Proyek GLA Karanganyar Digugat. Hakim Menangkan Perumnas V Cabang Semarang

SEMARANG - Sengketa gugatan proyek perumahan Griya Lawu Asri (GLA) Kabupaten Karangnyar tahun 2006-2008 telah diputus. Gugatan atas kompensasi pembayaran proyek Gerakan Nasional Perumahan Pembangunan Sejuta Rumah (GNPSR) senilai Rp 35 miliar yang diajukan Koperasi Serba Usaha Karanganyar Bersatu (KSUKB) itu ditolak. Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang memeriksa dan mengadili menyatakan tidak menerima gugatan terhadap Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) Regional V selaku pemilik proyek itu. Sebagaimana diketahui, kasus GLA menyeret sejumlah pihak, diantaranya mantan Kepala Perumnas V Sunardi, mantan Bupati Karanganyar Rina Iriani.
Putusan telah dijatuhkan 5 Januari lalu.
"Perkaranya sudah diputus majelis awal Januari lalu,"kata Panitera Muda Perdata pada PN Semarang, Meilyna Dwiyanti, kemarin.
Ketua majelis hakim Surya Yuli dalam putusannya mengabulkan eksepsi tergugat Perumnas.
"Mengabulkan eksepsi tergugat. Dalam pokok perkara. Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima.
Menghukum penggugat membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp 291 ribu," kata Surya Yuli didampingi Siyoto dan Bakri, hakim anggota.
Pemeriksaan gugatan dilakukan setelah upaya mediasi para pihak gagal. Di bawah pengawasan hakim mediator Ahmad Dimyati Rahmad Sulur, tiga kali mediasi tak berhasil.
Gugatan sebelumnya diajukan KSUKB diwakili kuasa hukumnya, Lestari Wirya. Dalam gugatannya, mereka meminta pengadilan menyatakan pemutusan Perjanjian Kerja Sama Usaha secara sepihak tanggal 7 November 2009 yang dilakukan Tergugat pada Penggugat tidak sah. Menyatakan nilai ivestasi yang merupakan kewajiban Tergugat kepada Penggugat yang seharusnya diterima Penggugat adalah sebesar Rp. 4.710.654.711. Perumnas dinilai cidera janji kepada Penggugat.
KSUKB menuntut Perumnas membayar sebesar Rp 4.710 miliar. Serta  membayar bunga 6 persen atau sebesar Rp. 1. 917.499.028,052.
Tuntutan lain, menyatakan batal Perjanjian Kerja Sama Usaha tanggal 06 Desember 2006, Nomor Pihak Pertama: Reg.V/3483/12/2006, Nomor Pihak Kedua: 057/KB/XII/ 2006. Amandemen pertama Perjanjian Kerja Sama Usaha tanggal 06 Desember 2006, Nomor Pihak Pertama: Reg.V/0987/04/ 2007, Nomor Pihak Kedua: 069/KB/IV/2007 tanggal 05 April 2007.
"Serta membatalkan amandemen kedua Perjanjian Kerja Sama Usaha tanggal 06 Desember 2006, Nomor Pihak Pertama: Reg.V/1780/XII/2008, Nomor Pihak Kedua: 045/KB/XII/2008 tanggal 5 Desember 2008.
Dalam tuntutannya, KSUKB menuntut, pengadilan meletakan sita jaminan atas atas harta milik Tergugat berupa tanah beserta bangunan yang terdapat diatasnya, terletak di Jln. Wilis Nomor 23, Kota Semarang-Propinsi Jawa Tengah, serta barang bergerak dan tidak bergerak lainnya sebagai aset.
Kasus GLA menyeret Rina Iriani, mantan suaminya Toni Iwan Haryono, mantan GM Regional V Semarang Sunardi, ketua dan bendahara KSUKB Handoko Mulyono serta Fransiska Rianasari. Serta dua mantan anggota DPRD Karanganyar, Romdloni dan Bambang Hermawan. Semuanya telah dipidana sebagian telah bebas.
Vonis tertinggi dijatuhkan terhadap Rina, Bupati Karangnyar periode 2003-2013 dengan pidana 12 tahun penjara, dedan Rp 1 miliar serta membayar Uang Pengganti (UP) Rp 11,8 miliar di tingkat kasasi MA.rdi

Simpan Upal di Semarang, Supoyo Dituntut 2,5 Tahun Penjara

SEMARANG - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Semarang nenuntut pidana penjara selama 2,5 tahun penjara terhadap Supoyo, seorang pengesar uang palsu (Upal) di Semarang. Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Semarang, Anton Rudianto mengatakan, dari pemeriksaan sidang, terdakwa bersalah. Secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, menyimpan rupiah yang diketahuinya merupakan palsu.
"Melanggar Pasal 36 Ayat (2) UU No. 7 Tahun 2011 tentang mata uang sebagaimana dalam dakwaan kesatu penuntut umum. Menyimpan dan membelanjakan rupiah palsu sebagaimana Pasal 36 Ayat (3) UU yang sama," kata dia, kemarin mengungkapkan.
Selain pidana 2 tahun 6 bulan dikurangi masa penahanan yang telah dijalaninya, Supoyo juga dituntut agar dipidan denda. Rp 3 juta subsidair 3 bulan kurungan. Serta dibebani membayar biaya perkara Rp 5.000.
Tuntutan terhadap terdakwa dijatuhkan pada Rabu (18/1) lalu pada sidanc di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Atas tuntutan itu, terdakwa langsung mengajukan pembelaan lisan. Majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkaranya, selanjutkan akan memutuskan pada Rabu, 25 Januari nanti.
Dalam perkara itu, disita dari tangan Supoyo 65 lembar uang palsu pecahan Rp 100 ribu senilai Rp 6,5 juta. Uang itu diketahui akan diedarkan terdakwa.
Kasus upal sebelumnya berhasil diungkap di Semarang oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Jaringan pembuat dan pengedar uang palsu dibongkar dan berhasil  diamankan empat pelaku di Semarang pada Kamis (6/10) lalu.
Pengungkapan ini berawal dari hasil penyelidikan tentang adanya pengedaran uang palsu di Ungaran, Semarang, yang dikendalikan oleh seorang narapidana dari dalam Lapas Krobokan Bali.
Keempat pelaku ditangkap di lokasi berbeda di Semarang dan sekitarnya. Keempatnya memiliki peran yang berbeda mulai dari pembuat, kurir, penjual uang palsu hingga pengendali peredaran upal.
Polisi menyatakan, mereka mengedarkan upal di wilayah Jawa dan Bali sejak empat tahun yang lalu. Kempatnya diproses hukum dan disidang terpisah.rdi

Korupsi Dana Desa Rp 67 Juta, Kades Karangrejo Wonosobo akan Diadili

SEMARANG - Berkas perkara dugaan korupsi yang menyeret Kades Karangrejo, Untung Tukiyo (47), memasuki pengadilan. Untung yang telah ditahan sejak penyidikan Polres Wonosobo atas dugaan korupsi dana desa senilai Rp 67 juta segera disidang dan diadili. Yaitu atas penggunaan dana program pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Uang itu dikorupsi dan digunakan untuk pembuatan kandang dan bisnis ayam petelur.
"Perkaranya telah dilimpahkan Rabu (18/1) lalu dan kami catat dalam nomor perkara 5/Pid.Sus-TPK/2017/PN Smg," kata Heru Sungkowo, Panitera Muda Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tipikor Semarang kepada wartawan dikonfirmasi, kemarin.
Dalam berkas perkaranya, Untung Tukiyo akan disidangkan dengan penuntut umum M Aria Rosyid. Ia dijerat primair melanggaf Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang no 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU no 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Subsidair dijerat Pasal 3 juncto UU yang sama juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dan lebih subsidair dijerat Pasal 8 juncto Pasal 18 UU yang sama juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP," kata Heru.
Kasus dugaan korupsi terjadi  pada 2015, saat Desa Karangrejo Kecamatan Selomerto mendapat alokasi Dana Transfer Desa dari Pemkab Wonosobo sebesar Rp 633.181 juta. Dari jumlah tersebut, terdapat alokasi sebesar Rp 50.000.000 untuk Penyertaan Modal BUMDes dan Rp 17.000.000 untuk Fasilitas Kegiatan Pemuda dan Olahraga. Namun realisasinya, anggaran tersebut tidak digunakan untuk kegiatan dimaksud, namun malah dipakai untuk kepentingan pribadi Kades.
Untung ditetapkan sebagai tersangka, pada 21 Mei 2016. Selain bukti transfer, polisi juga menyita beberapa kuitansi dan buku rekening bank atas nama Desa Karangrejo. Polisi juga menyita uang tunai Rp 53 juta.rdi

Terdakwa Semarang Meninggal, Pengadilan Gugurkan Perkara

SEMARANG - Pengadilan Negeri (PN) Semarang mengembalikan seluruh barang bukti perkara Muhammad Reza Firmansyah alias Bob (30), ke kejaksaan. Hal itu setelah terdakwa perkara narkoba jenis ganja kering seberat 2 kilogram itu meninggal dunia. Pengadilan menyatakan, perkara Reza gugur.
Putusan itu dijatuhkan Senin (16/1) lalu bersamaan dengan hari tewasnya Reza. "Menyatakan perkara pidana nomor 792/Pid.Sus/2016/PN.Smg. atas nama terdakwa Muhamad Reza Firmansyah Spd bin Edy Purnomo gugur," kata Panitera Muda Pidana Umum PN Semarang, Noerma Soejatiningsih RR kepada wartawan mengungkapkan, kemarin.
Hakim memerintahkan batang bukti sebuab kotak jam tangan berisi satu paket ganja kecil, sebuah bungkus rokok berisi 11 linting ganja. Sebuah bungkusan kertas putih berisi ganja, tas punggung berisi sembilan paket ganja, tiga paket ganja dan satu paket ganja 1 kg, handphone dan kartu ATM dikembalikan kepada penuntut umum .
"Terdakwa meninggal dunia pada tanggal 16 Januari 2017 berdasarkan surat keterangan kematian dokter RSU Daerah Tugurejo Semarang tanggal 16 Januari 2017 oleh dr. Anita Kes.TMS," imbuhnya.
Sebelumnya, pada 15 Desember lalu, penuntut umum Kejari Semarang menyatakan Reza bersalah tanpa hak atau melawan hukum mengedarkan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman beratnya melebihi satu kilogram atau melebihi lima batang pohon. Perbuatannya sebagaimana diatur pasal 114 ayat (2) Undang-undang RI No. 35 tahun 2009 tentang narkotika sebagaimana dakwaan pertama.
"Menuntut terdakwa agar dipidana penjara selama 10 tahun. Denda Rp 1 mikiar subsidair 4 bulan penjara," kata penuntut umum dalam tuntutannya.
Reza, tahanan bertato peti mati itu, 16 Januari lalu meninggal dunia di Lembaga Pemasyarakatan Klas IA Semarang atau Lapas Kedungpane. Ia meninggal karena sakit tuberkulosis (TBC) yang dideritanya.
Sekitar pukul 02.00 WIB usai dirawat di RSUD Tugurejo, Semarang, Reza yang disebut dalam kondisi sakit saat masuk tahanan itu meninggal. Reza, warga Brebes itu ditangkap sebelumnya Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Semarang akhir Juni 2016 di tempat kosnya di Sekaran, Gunungpati.
Sarjana seni musik itu kedapatan menyimpan ganja seberat 2 kg yang diperoleh melalui pengiriman jasa ekspedisi. Reza mengedarkan ganja untuk mencari keuntungan, ia pun pernah terlibat kasus serupa.rdi

Penyelundup Sabu 158 Gram Divonis 8 Bulan

SEMARANG - John Sri Satrio Hantoro (22), terdakwa perkara penyelundupan sabu-sabu seberat 158 gram divonis pidana 8 bulan penjara. Warga Banyumanik itu dinyatakan terbukti bersalah menerima dan menyelundupkan sabu untuk seorang napi.
Ketua majelis hakim Pengadilan Negeri (PN)  Semarang Pudjo Hunggul menyatakan, Satrio bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam pasal 131 Undang-Undang Nomor 35/ 2009 tentang Narkotika.
"Terdakwa Satrio sudah divonis hakim selama delapan bulan penjara," jelas jaksa dari Kejati Jateng Danang Suro Kusumo, Jumat (20/1).
Vonis hakim itu lebih rendah empat bulan dibandingkan tuntutan Danang selaku Jaksa Penuntut Umum, yakni pidana satu tahun. Satrio ini merupakan pengambil paket sepatu wanita dari Bangkok, Thailand melalui Kantor Pos Semarang. Namun, ternyata didalam sepatu itu terdapat 158,33 gram.
Sebagaimana dakwaan, paket sepatu masuk Indonesia, Rabu Oktober 2016 sekitar jam 13.00 melalui jalur udara. Barang diselipkan dalam sol sepatu yang terbungkus kardus bercampur tas, pakaian, dan baju.
Kasus terungkap ketika kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Emas memeriksa paket berupa kardus dengan alat pemindai, X Ray. Hasil pemeriksaan, diketahui ada temuan mencurigakan.
Petugas Bea Cukai dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jateng lalu menyelidiki. Terdakwa ditangkap saat mengambil paket itu di Kantor Pos Erlangga di Jl Imam Bardjo, Pleburan, Semarang Tengah, Kamis, 13 Oktober 2016 sekitar jam 13.00.
Satrio mengambil paket itu atas permintaan kakaknya, Ari Aji Soka Bawono, terdakwa lain dalam berkas terpisah. Ari Aji merupakan kakak kandung Satrio. Ia merupakan narapidana kasus narkotika yang telah divonis 10 tahun dan kini menghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Klaten.
Atas vonis tersebut, terdakwa Satrio didampingi kuasa hukumnya, Murseto menyatakan, menerimanya. Begitu juga dengan jaksa Danang yang menerima putusan hakim. "Kami menerima juga,"kata Danang mengakui.rdi

Kasus Suap bupati Klaten: Ada kaitan dinasti politik dan korupsi?

Operasi tangkap tangan KPK terhadap Bupati Klaten Sri Hartini serta tujuh orang lainnya, menurut pengamat, membuktikan kaitan erat dan signifikan antara dinasti politik dan korupsi, namun hal ini dibantah oleh Gubernur Jawa Tengah dan kader PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo.Bupati Klaten Sri Hartini yang juga adalah kader PDI Perjuangan dituduh menerima suap terkait promosi jabatan dalam pengisian susunan organisasi dan tata kerja organisasi perangkat daerah seperti diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.Dari rumah dinas Sri Hartini, KPK mengamankan uang sekitar Rp2 miliar dan pecahan mata uang asing US$5.700 dan SGD2.035, selain juga catatan penerimaan uang.KPK juga mengamankan Suramlan alias SUL, Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten, yang diduga berperan sebagai pemberi suap.Mendiang suami Sri Hartini, Haryanto Wibowo, pernah menjabat bupati Klaten pada periode 2000-2005, dan Sri Hartini sebelumnya pernah menjabat sebagai wakil bupati Klaten, serta pernah menjadi ketua DPC PDIP Klaten periode 2006-2010 dan bendahara DPD PDIP Jawa Tengah periode 2010-2015.Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai bahwa dinasti politik di Indonesia adalah salah satu upaya untuk melanggengkan kekuasaan."Dinasti politik di Indonesia dan kaitannya dengan korupsi, agak signifikan, kalau tidak bisa dikatakan relatif signifikan, kaitannya dengan korupsi. Karena memang karakter dinasti politik di Indonesia, dia hadir dengan mengabaikan integritas, kompetensi, dan kapasitas, ketika mereka dinominasikan untuk merebut suatu kekuasaan atau sebuah posisi publik," kata Titi.Alhasil, mereka yang diajukan sebagai calon kepala daerah dari dinasti politik, menurut Titi, tak melalui proses kaderisasi, rekrutmen yang demokratis, atau proses penempaan aktivitas politik yang terencana, sehingga kandidat yang muncul pun sekadar 'untuk memperkokoh kekuasaan'.Bergantian menjabatMendiang suami Sri Hartini, Haryanto Wibowo, pernah menjabat bupati Klaten pada periode 2000-2005. Pada dua periode perikutnya, yaitu 2005-2010 dan 2010-2015, Sunarna yang menjabat bupati dengan Sri Hartini sebagai wakilnya.Kemudian setelah Sunarna selesai menjabat dua periode dan tak bisa maju lagi, 'giliran' Sri Hartini yang naik sebagai bupati dan posisi wakil bupati diisi oleh istri Sunarna, Sri Mulyani. Pasangan Sri Hartini-Sri Mulyani rencananya akan menjabat sebagai pasangan bupati dan wakil bupati dari 2016-2021 nanti.Ketika kompetensi Sri Hartini sebagai bupati ditanyakan kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dia menjawab, "Dia menang kok. Di Indonesia pasangan (kepala daerah-wakil kepala daerah) perempuan-perempuan sangat sedikit, dan dia menang. "Artinya apa? Dengan segala catatan yang dimiliki oleh publik, dia menang. Orang boleh suka, boleh tidak suka, boleh analisis macam-macam, dia menang. Jadi kalau dia menang, artinya dia terbaik atau tidak? Sebenarnya itu saja yang ingin kita sampaikan," jelas Ganjar.Ganjar, yang juga berasal dari partai yang sama dengan Sri Hartini, membantah bahwa dalam kasus bupati Klaten, dinasti politik pasti akan terkait dengan korupsi."Orang mau korupsi itu, menurut saya, tidak ada urusan sama itu keluarga, bahwa ada kecenderungan-kecenderungan, potensi-potensi, sangat mungkin semuanya terjadi. Adakah analisis yang sekarang bisa kita munculkan, apakah yang setelah suaminya, istrinya (menjabat) itu, kita berani menganalisis dia akan korupsi, atau dia tidak tidak akan korupsi? Fifty-fifty," kata Ganjar.Tetapi, menurut Titi, sering terpilihnya kandidat dari keluarga petahana tak bisa sepenuhnya 'disalahkan' pada pemilih.Alasannya, pemilih sekadar menerima calon yang disodorkan oleh partai politik. "Tidak ada kuasa si pemilih untuk mengintervensi proses pencalonan yang ada di partai politik".Selain itu, menurut Titi, calon yang menjadi kompetitor bagi anggota dinasti politik tersebut juga tidak lebih baik."Cenderung partai-partai menurunkan calon untuk melawan dinasti politik, lewat proses pencalonan instan dan tidak mengakar, sementara calon dari dinasti politik sudah sangat solid, sudah sangat mengakar, dan sudah mempersiapkan untuk melanggengkan kekuasaan sejak lama," ujar Titi."Di Klaten itu kan istrinya ya (yang menjadi bupati), yang selalu terlibat, berinteraksi dengan aktivitas-aktivitas suaminya, berelasi dengan PNS, di ruang-ruang publik, ini kemudian mereka memiliki keunggulan dari sisi popularitas, modal sosial, dan akses kekuasaan. Apalagi partai politik memang dikuasai juga oleh dinasti politik," tambah Titi.Sedangkan calon perseorangan juga tak bisa jadi alternatif bagi para pemilih, karena beratnya syarat untuk maju menjadi calon independen.Titi menyayangkan langkah Mahkamah Konstitusi yang pada 2015 lalu membatalkan aturan terkait kerabat petahana dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang awalnya bertujuan membatasi dinasti politik.Dalam pasal 7 huruf R UU itu, seseorang yang mempunyai hubungan darah atau ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu, tidak boleh maju menjadi calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota kecuali telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan.Namun, menurutnya, ada aturan lain yang bisa digunakan untuk membatasi 'mengguritanya dinasti politik', yaitu lewat mempermudah syarat bagi calon independen untuk maju atau dengan melibatkan anggota partai untuk terlibat dalam pemilihan internal terhadap calon kepala daerah, sedangkan sementara ini penentuan kandidat calon kepala daerah dari suatu partai politik seringnya hanya melibatkan elite.PDI Perjuangan sudah memecat Sri Hartini dari kader partai sebagai sanksi setelah tertangkap tangan oleh KPK.Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, tindakan Sri Hartini tersebut sangat tidak pantas dan PDI-P juga meminta maaf atas dugaan penyalahgunaan kekuasaan oleh Hartini.Lelang jabatanSementara itu, terkait penangkapan tangan Bupati Klaten Sri Hartini, juru bicara KPK Febri Diansyah meminta agar Kementerian Dalam Negeri mencermati proses pengisian jabatan bagi pejabat di tingkat daerah.Pasalnya, ini adalah untuk pertama kalinya suap terkait penempatan jabatan oleh kepala daerah yang terungkap dan ditangani oleh KPK."Dan ternyata nilainya cukup signifikan," kata Febri.Selama ini, menurut Febri, tindak korupsi yang banyak dilakukan oleh kepala daerah biasanya terkait dengan pengesahan APBD."Apakah misalnya nanti dibutuhkan sebuah aturan agar dalam pengisian jabatan tersebut harus ada proses yang transparan, akuntabel. Jadi lelang jabatan yang dilakukan itu dalam konsep kompetensinya diukur, indikatornya jelas, dan bahkan melibatkan pihak yang independen. Nah sekarang dalam kasus ini, indikasi yang kita dapatkan tidak demikian, dan aturannya tidak terlihat belum cukup jelas untuk bisa diterapkan lebih lanjut," kata Febri.Menurut Febri, jika pejabat yang dilantik sebelumnya sudah membayar uang, maka akan sangat kecil kemungkinan pejabat tersebut akan betul-betuk melayani masyarakat. "Dan justru relasi korupsi akan lebih solid di daerah tersebut," tambahnya.KPK, menurut Febri, juga sudah mendapat informasi adanya sejumlah pemberian uang suap dalam rentang waktu penyelidikan mereka, sehingga mereka akan mendalami lebih lanjut indikasi dugaan suap yang diberikan oleh pejabat-pejabat lain di Kabupaten Klaten kepada bupati.Selain itu, KPK juga mengkhawatirkan bahwa modus ini tidak hanya terjadi di Klaten, karena Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah dan pengisian susunan organisasi dan tata kerja organisasi perangkat daerah berlaku secara nasional."Kami imbau ke masyarakat untuk melapor ke KPK atau tim saber pungli kalau ada indikasi-indikasi jual beli jabatan," katanya.Menanggapi ini, juru bicara Kementerian Dalam Negeri Doddy Riatmaji mengatakan bahwa proses lelang jabatan 'pasti' sudah terjadi 'karena sudah undang-undangnya'."Artinya, pada saat untuk pengisian jabatan untuk eselon 1 dan 2 itu kan sudah memang harus dilakukan open bidding, lelang jabatan itu menjadi kewajiban baik bagi kepala daerah sebagai pembina kepegawaian daerah maupun kepala SKPD atau kepala lembaga-lembaga di pemerintah," katanya.
Sumber : bbc.com